FUCKING OBSESSION

23.5K 1.1K 4
                                    

"Projek ini, sebenarnya sudah pernah kulakukan sekitar dua puluh tahun lalu. Proyek yang memakan banyak waktu, pikiran, serta merampas separuh kehidupanku. Proyek emas yang sangat menguntungkan." James menyeruput kopinya yang mendingin.

"Kau gila James, bagaimana kau bisa merubah manusia menjadi ikan?! Itu di luar nalar!" Seru Tommy sambil sesekali mengelus dagu runcingnya.

"Bukan ikan Tommy, tapi ya, sejenis Siren. Mahkluk yang konon hanya mitos belaka. Merman, sebangsa Siren. Aku hanya mengubah setengah bagian tubuh manusia menjadi ekor ikan. Ini masuk di nalar untuk orang-orang seperti kita!" Orang tua itu berseru.

"Omong kosong."

"Ayolah Tommy, aku bicara soal fakta."

Kedua pria paruh baya itu saling melempar pandang. Tommy menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, merenggangkan otot-ototnya, kepalanya terasa penuh dengan semua pekerjaan yang ia lakukan seharian di laboratorium itu.

"Kita tak bisa seenaknya melakukan eksperimen gila ini James. Aku cukup sadar dengan semua sikap anehmu, tapi kali ini aku sama sekali tak bisa mengerti."

"Kita bisa kaya jika aku berhasil mengungkap keberadaan mereka." James menggeser kursinya lebih dekat. Sesekali matanya tertuju pada jam tangan Tommy yang seolah mengintip dari kain lengan jubah putih pria itu. Jarum-jarum kecilnya menunjukan waktu yang sudah semakin larut. "Kau tahu, manusia-manusia bersisik itu, mahkluk-mahkluk yang selama ini menjadi miste...-"

"Mereka cuma bagian dari dongeng anak-anak!" Tommy menyela. "Sudah berapa kali kubilang, mereka tidak ada! Semua putri-putri duyung itu hanya fantasi buatan yang diceritakan turun-temurun! Mereka tidak nyata." ia bangkit, melepas baju laboratoriumnya. Beberapa cairan yang diletakkan dalam tabung-tabung di sudut ruangan seketika mengingatkannya kalau pekerjaanya telah selesai. Pekerjaanya meneliti semua ekosistem yang terdapat di Aquarium itu. Termasuk organisme-organisme tak kasat mata yang dapat menetralkan kondisi air untuk semua mahkluk air yang ada di sana. Ya, mungkin ada terobosan baru untuk projek besar perusahaan itu mengenai lingkup hidup penghuni laut yang ada di sana.

"Baiklah Tom, mungkin kau akan percaya jika aku berhasil menunjukkan buktinya padamu nanti."

"Ya ya, lakukan apapun maumu. Tapi jangan pernah melibatkanku."

"Aku takkan melibatkanmu kawan, aku hanya-menginginkan keponakanmu. Sean, atlet muda itu. Bocah yang kau besarkan sendirian itu."

"Apa?!"

James menyodorkan beberapa dokumen. "Aku sudah menandatangani kontrak dengan Nyonya besar Natalie, pemilik Taman Air ini untuk semua projek yang kau katakan gila ini. Beliau bersedia mendanai semua yang kubutuhkan untuk menjalankannya. Jika ini berhasil, kita tak membutuhkan duyung-duyung palsu seperti Anna atau siapalah namanya untuk menjadi tontonan dengan tarian menjijikannya itu. Sebaliknya, kita akan menampilkan sosok-sosok dongeng asli dan kau tahu sendiri bagaimana reaksi dunia jika mengetahuinya." Ia terkekeh.

"Kau benar-benar tak waras!"

"Terserah, yang kumau hanya Sean! kurasa di musim kawin mereka, putri-putri duyung itu akan menyukai pengantin pria mereka jika itu Sean. Bocah itu memenuhi standart untuk rencana ini."

"Dia akan mengikuti olimpiade di Chili tahun ini. Tolong jangan pernah menganggu...-"

"Kita akan mengembalikannya seperti semula jika semua ini selesai Tommy." Seorang wanita mendadak menyela. Masuk ke ruangan itu dengan beberapa pengawal pria berpakaian serba hitam.

"Nyonya besar?!!" James berdiri.

Wanita setengah keriput dengan tato naga yang terlihat mencolok di sepanjang lengan kirinya itu tersenyum setelah menurunkan cerutu yang tengah ia nikmati. "Sean Alex. Ya, aku menyukai pemuda itu juga. Dia tampan dan mempesona, pengalamannya mengenal air juga sudah tak diragukan lagi. Kurasa, kau tak keberatan kami menampilkan kelebihannya itukan Paman-Tom?" Natalie menyodorkan selembar cek dengan coretan nominal yang fantastik.[]

******

'Alexa Bages, dia pergi meninggalkan rumah dan menghilang entah ke mana. Polisi tak dapat melacak keberadaanya. Wanita tiga puluh lima tahun itu seolah lenyap ditelan bumi...'

Deretan kalimat itu sekali lagi menghinggapi kepala Sean. Mengiangi telinga pemuda itu seperti irama yang menemaninya berjalan menyusuri trotoar tengah kota menuju stasiun terdekat.

Hampir lima belas menit ketika ia meninggalkan gedung latihan. Namun, semua kalimat-kalimat yang ia dengar tentang ibunya sepuluh tahun silam tak pernah berhenti mengusik batinnya. Ia bahkan masih ingat hari terakhir ia bertemu dengan wanita itu. Air mata mengalir dan menetes di wajah sang ibu. Ia tak tahu kenapa Alexa menangis hebat. Saat itu ia pikir ini soal ayahnya yang juga tiba-tiba menghilang. Namun sepertinya ada hal yang lebih besar yang wanita itu sembunyikan darinya.

Angin malam berhembus agak kencang, menggoyangkan dedaunan dan dahan-dahan pohon yang berjajar rapi di pinggir jalan. Udara dingin mendadak menerpa, sementara langit yang seharusnya gelap telah berubah warna agak terang kemerahan. Memberi tanda bahwa guyuran air hujan mungkin akan datang beberapa menit lagi. Mungkin saja dapat menyingkirkan kegundahan yang melandanya.

"Tidak bisa semudah itu!!" Seorang gadis mendadak berseru. "Ya, semuanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Anda tahulah, kita bukan anak kecil lagi." Anna, gadis berblus hitam itu berjalan perlahan, menuntun sebuah sepeda yang entahlah, terjadi sesuatu dengan ban depannya.

Sean seketika berpaling pada wanita muda itu. Orang yang tengah mengumpat, berbicara kasar, berseru tak karuan lewat ponsel hitam yang ia tempelkan ke telinga kirinya, berjalan di samping sepeda berkeranjang itu tepat di seberang jalan di mana Sean juga terus melangkah menuju stasiun kereta yang sudah kelihatan dekat.

"Hei!! Tidak seharusnya kalian memperlakukanku seperti ini! Memangnya siapa yang bisa berenang gemulai dan menahan nafas selama itu jika bukan aku! Bahkan aku yang paling menonjol di antara yang lain." Ia berseru. Suaranya memecah keheningan malam yang makin larut. Membuat beberapa pasang mata di sekitar sana menoleh pula padanya.

"Apa?! Tak tahu diri kata anda?! Aku tak tahu diri?! Aku cuma meminta hakku! Meminta jumlah honor yang seharusnya kuterima! Tolong jangan pernah meremehkanku hanya karena aku berasal dari daerah pesisir!!" Sambungnya.

Sean tiba-tiba merasakan setetes air jatuh dari langit mengenai rambutnya. Hujan rupanya mulai mengguyur perlahan-lahan membuat orang-orang lekas mencari tempat berteduh. Sean hanya berjalan tiga langkah ketika ia sampai di ujung stasiun, pemuda itu menghentikan langkahnya sejenak, mengusap-usap bahu dan mengeringkan rambutnya.

"Terserah apa yang anda lakukan! pokoknya aku mau sisa honorku secepatnya anda berikan, ATAU AKU AKAN MELAPORKAN KETIDAKADILAN INI!!" Suara Anna masih jelas terdengar, bahkan sepedanya yang didorong ambruk beserta hentakkan kakinya yang kemudian disusul suara petir.

Sean tak bisa membatin apapun mengenai sikap kasar gadis itu. Ia rasa ini pertama kalinya ia bertemu dengan wanita yang tak bisa menahan kelakuan buruknya seperti itu, apalagi di depan banyak orang. Tapi setidaknya Sean bisa sedikit bersyukur karena akhirnya pikiran tentang Alexa ibunya, dapat sedikit teralihkan.

Anna meninggalkan sepedanya di depan sebuah toko roti tak jauh dari stasiun tersebut. Itu adalah toko milik pak tua Milson yang sempat menjadi langganannya ketika sedang mengunjungi kota itu. Anna selalu membeli beberapa roti gandum di toko tersebut. Ia sangat menyukainya sampai-sampai hafal benar ciri khas dari semua roti yang pria itu jual. Anna juga sangat akrab dengan pria duda itu sehingga untuk kesekian kalinya ia tak sungkan atau khawatir menitipkan benda roda duanya tersebut di sana.

Gadis itu lalu berlari menuju stasiun juga. Guyuran air hujan mulai membasahi rambut dan bajunya. Ia menyatukan kedua tangannya menutupi bagian atas kepalanya sambil terus bergerak hingga ia tiba di sana. Namun ketika hampir menuruni anak tangga pertamanya, entah bagaimana salah satu kakinya tiba-tiba melakukan kesalahan.

Anna terjatuh dan terdorong ke depan hingga badannya menimpa seorang pemuda yang berada beberapa langkah di depannya. Sean segera meraih pegangan tangga dan menahan tubuh mereka agar tak sampai terjatuh terlalu jauh ke bawah tangga, memegang erat dan perlahan mendorong Anna ke posisi yang benar.

Anna terkejut sekali dengan kejadian yang ia timbulkan. "Ouh, astaga.." Gadis itu berusaha untuk segera berdiri dari tubuh Sean, namun saat mengetahui siapa orang yang ia tindih, ia dibuat kaku seketika. 'Dia..'

...

THEIR MERMAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang