...
Darah seketika keluar dan melayang mencemari air di sekitar mereka. William mendengar merman itu meraung hebat karena tindakannya. Meraung kesakitan dan mendorong William hingga lagi-lagi membuat lelaki itu terhantam ke dinding tebing.
Di tengah rasa nyeri di punggungnya, William membuang gumpalan lunak anyir di mulutnya, lalu mengibaskan ekornya menjauh dari sana saat mahkluk itu tiba-tiba kembali menyerang, mengamuk lebih hebat seakan membalas rasa sakitnya.
William tahu benar penglihatan merman itu terganggu saat ini, tinjunya yang menggila mengarah ke mana-mana, belum lagi sabetan-sabetan ekornya yang mencambuk tak karuan, sangat jelas memperlihatkan ia tak bisa memastikan di mana keberadaan William.
William berenang sedikit lebih lambat saat raungan dan tinjuan-tinjuan dari pejantan buas itu akhirnya tak terdengar lagi. Apa ia sudah mati? Mungkin, melihat darah yang keluar begitu hebat, harusnya mahkluk itu sudah mati. Apalagi yang terluka adalah matanya, jika manusia, jelas ia sudah tewas lebih cepat.
Namun, William harus mengakui kalau perkiraannya ternyata salah. Raungan yang jauh lebih keras terdengar beberapa saat kemudian disertai kemunculannya yang langsung berenang ke arah William seakan ingin kembali melancarkan kebrutalannya.
William segera pergi dari sana. Mengayun ekornya menembus pekat dan dinginnya air bertekanan tinggi itu. Tapi karena luka di hampir setiap bagian tubuhnya, dan ditambah dengan siripnya yang rusak, pergerakannya sama sekali tak sebanding dengan merman tersebut.
Dengan mudah merman berekor perak itu berhasil mendekati William. Darah yang terus keluar seakan menjadi jejak yang melayang-layang di antara mereka. William berenang ke arah dinding tebing, berbelok dan masuk di antara celah pilar-pilar tebing lautan itu. Tubuhnya yang lebih kecil dengan mudah memasuki ruang-ruang kosong di sana.
Namun, tidak untuk merman ganas tersebut. Mahkluk yang memaksa tubuh besarnya itu ikut masuk, di tambah dengan pandangannya yang tak jelas membuatnya menabrak sana-sini, meruntuhkan sudut-sudut bebatuan. Guncangan di sekitarnya hampir terasa seperti gempa bumi.
William mencoba berenang lebih cepat saat tangan mahkluk itu beberapa kali berhasil menyentuh ujung ekornya. Bahkan sempat menyayat dan membuat keping-keping sisiknya terkelupas.
'...AKU AKAN MENANGKAPMU!...' Merman itu menyabet sekali lagi. Namun William berhasil menghindarinya. Ia masuk ke sebuah celah yang lebih sempit di sana. Celah buntu yang hanya muat untuk badannya saja, membuat merman itu terbentur keras dengan bibir bebatuan.
Dengan emosi yang makin meledak karena rasa sakitnya tersebut, mahkluk itu mengamuk dan meninju-ninju tepian tebing seperti sebelumnya, berusaha merobohkan bebatuan yang menghalangi aksesnya.
Aroma getir darah semakin kuat keluar di antara mereka. Luka-luka mengerikan memperburuk kondisi pejantan itu. Jika boleh memperhitungkan situasi mereka saat ini, William berani bertaruh dialah yang dapat bertahan dari pertikaian tersebut. Tinggal menghitung waktu saja sampai merman liar itu benar-benar tak sanggup untuk melanjutkan aksi gilanya yang kemudian sekarat dan mati di antara celah-celah tebing itu karena kehilangan banyak darah.
Hampir membuat dirinya tenang sampai saat itu terjadi, mendadak William dikejutkan oleh benturan yang lebih besar di sana. Benturan yang jelas bukan berasal dari merman ganas itu. Puing-puing bebatuan besar runtuh di sekitar mereka, pilar-pilar tebing sebagian rusak parah.
Merman yang menggila itu menjadi diam seketika. Sementara William makin dalam menyudutkan diri di tempatnya, ia tak tahu apa yang terjadi, tampaknya sesuatu yang lebih besar telah datang. Dan benar, tak lama, tiba-tiba sesosok mahkluk muncul dari kegelapan dan langsung menerkam merman itu tepat di hadapan William. Seekor hiu putih raksasa berukuran hampir tujuh meter, dengan gigi-gigi besarnya mematahkan dan mengoyak tubuh merman tersebut sembari membawanya pergi dari sana.
*******
Sean naik menuju lantai berikutnya. Sebuah koridor panjang dengan kabin-kabin tertutup. Aroma darah dan daging dari orang-orang yang tewas sudah tak sebegitu mengganggu penciumannya di tempat itu. Tampaknya, pertarungan yang terjadi tak separah di bagian-bagian kapal yang lain.
Sean melihat satu dua orang pria bersenjata lewat di sana-sini seperti sebelum-sebelumnya, namun tampaknya mereka tak akan menyerang, membuatnya dapat berjalan cukup tenang menelusuri koridor tersebut. Pintu-pintu di beberapa kabin berikutnya terbuka sedikit. Namun tak ada yang menarik di dalam, hanya peralatan-peralatan ringan untuk kebutuhan kapal, atau juga sebuah ruangan kosong dengan kursi dan meja-meja.
Sean hanya melewatinya, matanya terus menelisik ke ruangan-ruangan lain. Sementara tangannya tetap bersiap dengan senjata yang ia pegang, hanya bersiaga jika seandainya orang-orang di sana mendadak menyadari akan dirinya.
Tiba di ujung koridor, Sean masih saja belum menemukan ruangan yang ia cari. Padahal dari arah lautan, suara Meree dan teman-temannya semakin jelas terdengar, seakan menyentuh telinganya seperti hembusan angin malam yang tadi sempat menerpa kulitnya.
Pemuda itu melangkah lagi ke koridor berikutnya, suara langkah kakinya terdengar di lorong yang cukup sepi tersebut. Dan tak lama setelah ia menelusuri tempat itu, akhirnya ia menemukan apa yang ia cari. Ada satu ruangan di ujung koridor. Ruangan yang cukup besar dan ramai. Di dalamnya, Sean bisa menebak kalau di sanalah semua aktifitas dari rencana Alexa dilancarkan.
Sean berhenti di tempatnya beberapa saat, menyembunyikan diri di salah satu belokan koridor lain di dekatnya. Ia mencoba mengamati tempat itu lebih cermat. Di luar perkiraan, anak buah James yang berjaga rupanya cukup banyak, berjaga di luar dan di dalam ruangan itu.
Tak yakin ia yang seorang diri dapat menang melawan mereka sekaligus, Sean memikirkan rencana lain untuk ia dapat tetap melaksanakan niatnya tersebut tanpa celaka. Namun, belum sempat ia memutar otaknya, pemuda itu tiba-tiba mendengar suara derap kaki. Derap kaki dari beberapa orang yang muncul di ujung koridor di mana ia lewat tadi. James, dan anak-anak buahnya.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
THEIR MERMAN [COMPLETE]
FantasyAlasan kenapa Duyung Jantan/Putra Duyung jarang terlihat & didengar adalah "Para Mermaid, membunuh pasangannya sehari setelah perkawinan usai." Saat musim Kawin para Siren tiba, Sean Alex.. Seorang atlet renang yang tengah mempersiapkan diri untuk...