MISBEHAVIOR

13K 888 17
                                    

"Sean..

Sean, apa kau suka mermaid?" Seorang wanita bertanya.

"Yup! Aku suka!"

"Apa menurutmu mereka cantik?"

"Ya, mereka cantik." Jawab Sean-kecil antusias.

Alexa membungkukkan badan, mensejajarkan tingginya sembari memandang menelisik. Wajah itu kini begitu dekat, dua buah bola mata bening yang juga memandanginya, mencerminkan pantulan dirinya dengan rambut pirang keemasan yang diikat menjadi satu ke belakang. "Kalau begitu, menurutmu siapa yang paling cantik? Aku, atau mermaid-mermaid tadi? Bukankah ibu juga seorang mermaid?"

Lelaki kecil tersebut menurunkan permen kapasnya. Seketika menunduk, berpikir sebentar. Dua tungkai kaki kurusnya yang dibungkus kulit pucat dan kaos kaki putih yang memudar seakan menjadi pusat perhatiannya sekarang. "Eum... yeah.. kurasa lebih cantik ibu."

"Dasar pembohong." Alexa tersenyum. "Kau menjawabnya ragu-ragu, apa menurutmu mermaid-mermaid tadi lebih cantik dari ibu, ha?"

"Ya!" Sean tercengir tanpa sadar. Namun segera menghapusnya cepat-cepat. "Ahm, Tidak-tidak. Maksudku, maksudku ibu yang lebih cantik dari mermaid-mermaid tadi, sungguh."

"Oke. Ibu percaya padamu." Alexa menyentil hidung putra semata wayangnya yang kini baru menginjak usia lima tahun tersebut. "Sekarang, cepat habiskan gulalimu. Setelah itu kita pulang."

"Ibu mau? Rasanya manis."

"Tidak, terimakasih Sean. Ibu tidak ingin gigi ibu memiliki banyak kawah sepertimu."

"Tidak apa-apa. Nanti, nanti gigi susu ibu akan diganti oleh peri gigi seperti punyaku, A.."

"Ibu tidak punya gigi susu Jagoan." Alexa bangkit berdiri, menggandeng tangan kecil putranya.

Biasan cahaya rembulan menyinari malam mereka dengan sempurna. Menerangi tempat di mana baru saja diadakan sebuah pementasan drama rakyat. Pertunjukan kecil yang kebetulan menceritakan tentang para Siren.

"Ibu," Ujar anak itu lagi. Entah mengapa ia seakan kehilangan binar-binarnya. Rona merah di kedua pipinya yang tadi masih terlihat jelas kini memudar, seolah menghilang di tengah-tengah keramaian dan hiruk pikuk orang-orang yang lalu lalang di sekitar mereka.

"Ya, ada apa Sean?"

"Aku.."

"Kenapa?"

"Tubuhku.. tubuhku sakit..."

"Sakit?"

"Ya, sakit sekali.."

"Sakit bagaimana?!"

"Aarrrgghhh!..
















IBU




















TOLONG...















Pemuda itu membuka matanya. Dengan lemas ia menarik kelopak yang terasa berat dan sembab itu, memandang ke sekeliling.

'Ibu?'

Wanita itu, Seseorang dengan kuncir ekor kudanya tidak terlihat lagi. Begitu pun dengan taman hiburan dan permen kapasnya, semuanya lenyap begitu saja. Sean berusaha menyadarkan pikiran, menjernihkan alam sadarnya. Aroma seperti obat-obatan seakan menggedor jiwanya, membangkitkan ingatan kalau ia masih berada di sana, di mana operasi gila itu baru saja diselesaikan beberapa jam lalu. Tentu saja dengan tangan dan kaki yang masih terikat dan mulutnya yang kini hanya dibungkam oleh plester putih.

THEIR MERMAN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang