Mereka berhenti di Daily bar beberapa kilometer dari Cape Hatteras Lighthouse di timur Buxton. Alexa tak ragu membawa Sean mejauh dari tempat itu dengan SUV putih-nya, menjauh dari para wartawan, hanya sedikit mencari tempat yang cukup tenang dan tak tersorot awak media mana pun mengawali perjumpaan mereka yang terasa makin menegangkan. Menegangkan karena Sean, tak ingin membuka mulutnya sedikit pun. Tak membalas sapaan ibunya, atau, mengungkapkan perasaan layaknya orang-orang lain yang ingin meluapkan rasa rindunya.
Alexa tak berani berpikir lebih jauh. Ia memang sudah bersiap untuk ini. Pergi meninggalkan anak bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh. Alexa tahu sebrapa parah kekesalan Sean akan tindakan fatalnya itu. Apalagi mengingat Sean adalah tipe orang yang tak mudah melupakan hal-hal kecil apapun yang terjadi padanya. Entah itu kejadian baik ataupun buruk. Alexa mengenal betul bagaimana watak anaknya.
Sinar matahari tampak semakin terik menyinari jalanan, seolah siap membakar dataran itu di mulai dari bangunan yang paling tinggi di sebrang tempat ini. Ia ingat, andai saja, keadaan seperti ini ia alami sebelum ia menghilang, duduk bersama Sean-kecil, dan memesan makanan bersama, putranya itu pasti menjadi bocah paling cerewet di negara itu.
Mungkin putra mungil dengan pipi kemerahannya tersebut akan menanyakan banyak hal padanya. Menanyakan semua hal yang membuatnya kehabisan kata-kata, yang membuatnya tertawa, atau berpikir keras memberi jawaban tentang, bagaimana mereka bisa tetap buka padahal cuaca di luar begitu panas? Kenapa mereka tak menghabiskan waktu di pantai untuk berjemur saja? Atau, apakah ibunya sanggup menghabiskan semua makanan, dan, minuman yang ada di tempat itu? Dan lagi, apakah ia diijinkan mencicipi alkohol? Yah.. Mungkin putra kecilnya itu akan membuat pita suaranya bekerja keras menjawab hal-hal tak masuk akal seperti kebanyakan anak kecil lainnya, itu, jika terjadi sepuluh tahun lalu, sepuluh tahun sebelum ia pergi meninggalkan bocah kesayangannya tersebut.
Sementara untuk Sean sendiri, ia merasa seperti di awang-awang mimpinya. Bertemu dengan sang ibu adalah sesuatu yang selama ini ia harapkan dan tiba-tiba terjadi begitu saja tanpa tanda-tanda apapun. Ia sama sekali tak mengerti, terkejut. Namun ada hal lain lagi yang rupanya lebih memonopoli pikirannya. Menguasai setiap inci otaknya melebihi rasa keterkejutannya. Sesuatu yang seakan mengunci dirinya sendiri dari sapaan ramah sang ibu. Entahlah, perasaan itu mungkin lebih pantas disebut, sakit hati.
Sejauh ini ia memang merindukan Alexa. Sangat rindu. Apapun yang dilakukannya, bayang-bayang wanita itu selalu melintas dalam kepalanya. Setiap kali ia menjalani latihan-latihannya, ia akan memikirkan bagaimana kondisi wanita itu, setiap kali ia mengikuti pertandingannya, ia akan berpikir apakah wanita itu sedang duduk di kursi penonton dan melihat laganya. Bahkan, saat ia menerima mendali kemenangannya yang disaksikkan banyak orang, ia akan memikirkan apakah wanita itu, ibunya, akan menangis haru menghabiskan sekotak tisu untuknya. Ia tak bisa melupakan barang sedetik pun sosok Alexa.
Hatinya hancur mendengar kabar Alexa tewas. Seketika memaklumi ketidakhadiran sosok ibu untuk mendampinginya bertumbuh dewasa seperti saat ini. Wanita itu sudah mati, tak ada yang bisa ia tuntut. Namun sekarang, melihat Alexa baik-baik saja di depannya, Sean tak tahu apakah ia harus merasa senang, atau justru kecewa. Kenapa ia tak kembali pulang? Kenapa Alexa tak kembali ke rumah jika ia selamat? Kenapa wanita itu tak memberi kabar apapun?! Apa ia sengaja tak mau tahu seberapa berat ia memikirkan dan mengkhawatirkannya?!!
Si*lan! Sean tak ingin terus larut dalam keegoisannya. Ia berusaha meyakinkan dirinya berkali-kali pasti ada alasan kenapa wanita itu melakukannya. Dan Sean, ingin berdamai dengan alasan tersebut.
"Apa benar mereka mencelakaimu?" Tanyanya lembut kemudian.
Alexa agak terkejut dengan sapaan itu. Namun wajahnya tampak lega mendengar Sean akhirnya mau membuka mulut untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THEIR MERMAN [COMPLETE]
FantasyAlasan kenapa Duyung Jantan/Putra Duyung jarang terlihat & didengar adalah "Para Mermaid, membunuh pasangannya sehari setelah perkawinan usai." Saat musim Kawin para Siren tiba, Sean Alex.. Seorang atlet renang yang tengah mempersiapkan diri untuk...