William meraung mengusir pergi merman asing itu. Namun suaranya yang bahkan tak mungkin menyentil daun telinga mahkluk tersebut, justru membuatnya seperti sesuatu yang begitu menarik.
'...Terjadi sesuatu dengan suaramu?...' Merman itu berhenti menjilati tangan William. Ia mendekatkan wajahnya, memandang jauh lebih cermat.
William bisa melihat betapa garangnya sosok di depannya sekarang ketimbang Meree. Mata yang jauh lebih besar, kulit yang kasar dan keras, serta mulut lebar terhias taring-taring tajam yang dapat dipastikan dengan mudah mematahkan tulang-tulangnya.
'Bagus.'
William tak bisa menahan diri untuk tidak mengumpat dengan keadaannya sekarang.
'...Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa kau benar-benar seekor pejantan? Dari mana kau berasal?...' Merman itu meraih dagu William, memeriksa lebih seksama. Kulit itu terasa sangat lembut. Jujur ia belum pernah bertemu dengan jenis ini. '...Kau berbeda...' Ia mendekati leher William, kembali memainkan lidahnya, menjilat. Mencoba mengenal lebih jauh.
Aroma yang sudah ia pastikan segera muncul di antara mereka. Menggilas suasana menjadi makin menyenangkan bagi mahkluk bersisik besar itu. Ia tahu William cukup takut padanya saat ini. Sosok itu seperti mangsa yang berhasil ia lumpuhkan, ia sama sekali bukan ancaman.
Merman itu mencengkram pergelangan tangan William yang terikat, sementara yang satu lagi merayap turun ke bagian luka William, ke luka tikam yang sebelumnya dibuat oleh Meree. William mengerang ketika luka itu dijamah perlahan olehnya. Rasa nyeri seolah langsung menjalar ke bagian lain di sekitarnya, membuat ia makin tak tahan.
William meraung untuk yang kedua kali, berusaha sebisa mungkin mengeluarkan suaranya mengusir pergi merman tersebut. Ia juga menegakkan sirip-sirip di punggungnya lebih tinggi, mengibaskan ekornya, mendorong merman itu menjauh. Namun, tindakannya tersebut justru menimbulkan kebrutalan lain dari siren tersebut.
Merman itu membelit ekor biru William dengan ekor besarnya. Meremas cukup kencang seperti ular dengan mangsanya. William memekik, tulang-tulangnya seperti diremukkan perlahan-lahan. Segalanya makin memburuk ketika merman itu kemudian meraih lehernya, mencengkram kuat seakan juga ingin mematahkan batang leher William.
'...Jangan menyerangku...' Ujarnya. Ia lalu mendorong lelaki itu hingga menghantam dinding tebing dengan keras. Membuat sirip-sirip di punggung William yang tadi menegak patah seketika.
William memekik untuk kesekian kali. Punggungnya sangat sakit, rentetan sirip yang patah melayang di antara mereka. Kulitnya yang terkena permukaan dinding tebing yang tak rata seperti ditusuk dari berbagai sudut.
'...Aku akan mengawinimu...' Bisik Merman itu kemudian.
'Apa?!'
'...Malam ini harusnya menjadi pesta kawinku. Tapi betina yang kudekati justru meninggalkanku. Kau tahu, ia hampir tertarik denganku sebelum kau membuat kekacauan di permukaan dan membuatnya pergi menyusulmu tadi. Dan saat kembali ia justru ingin mengawinimu...' Sambungnya.
William mencoba berpikir di tengah rasa sakitnya. 'Kawin? Betina?' Apa yang ia maksud Meree? Ya, tidak salah lagi. Meree lah betina yang menemuinya di permukaan tadi. Jadi itu sebabnya merman brutal ini tak ikut dengan yang lain dan tetap tinggal di sini? Ia ingin balas dendam mengenai Meree? Hebat, William merasa situasinya makin memburuk.
Tak lama ketika ia berhasil menyimpulkan semuanya, tiba-tiba merman itu melepaskan tangan dan ekornya. Rasa sesak segera menghilang dan membuatnya dapat sedikit bernafas lega. Namun tetap, ia masih tak sepenuhnya bisa menggerakkan badannya. Bilur-bilur dan luka baru yang sekarang juga menimpa ekornya tetap mendominasi.
Merman itu mengangkat dagu William. Menangkap pandangan dari mata kecil tersebut. '...Setelah aku mengawinimu, aku akan memangsamu. Dagingmu pasti jauh lebih lembut dari para anakan, dan darahmu pasti sangat harum..' Ia meraung kegirangan.
Seperti sebelumnya, William sudah menebak ke mana akhir dari ulah siren jantan itu. 'Shit!' Bagaimana pun ia harus memberi perlawanan.
William mengangkat punggungnya dari dinding tebing. Pandangannya memeriksa setiap sudut tubuh pejantan besar itu, mencari di mana titik lemahnya. Paling tidak semua mahkluk hidup pasti memiliki area sensitif yang memungkinkannya memiliki peluang. Dan William ingin menggunakan itu.
Tak lama sesuatu muncul di benaknya. Ia teringat akan Meree, ia ingat saat senjata Alexa menyerangnya dan Meree beberapa saat lalu. Dan jika perkiraannya benar, Meree dan merman ini pastilah memiliki area sensitif yang sama, mereka satu jenis.
Ia maju lebih dekat, meraih area itu. Namun usahanya akan berakibat fatal jika ia tak memberi sedikit kecohan. Kecohan kecil, tak masalah. Meski menjijikkan bagi William, namun ia tetap akan melakukannya. Ia membuka mulutnya, menjulurkan lidahnya ke atas permukaan kulit mahkluk itu, ke bagian dada, lalu menjilatnya-perlahan.
Dan seperti yang ia duga, Merman itu sontak terkejut dengan ulahnya. Ia berhenti meraung, berpaling dan memandanginya. Tindakan William jujur membuatnya membeku.
'...Kau?...'
Ia merasakan lidah mungil itu terus menelusuri setiap permukaan kulitnya hingga sampai ke bagian leher. Aroma William pun juga berubah. Pejantan berekor biru tersebut menjadi sedikit lebih harum dari sebelumnya. Ketakutan tak tampak lagi, bahkan siripnya yang cacat menegak kembali seolah memperlihatkan kerusakan yang timbul.
Semakin dekat, semakin intim, William menjadi kian menarik di mata siren jantan itu dengan ulahnya. Ia menggapai punggung William, mendorong lebih dekat padanya, garis tulang William yang kecil terasa jelas di tangannya lewat sela-sela sirip yang rusak, terbungkus kulit tipis yang bisa dipastikan dengan mudah robek jika ia sekali saja menggores kuku-kuku tajamnya di sana.
Namun, tidak. Sepertinya bukan ide yang baik menggunakan kukunya untuk itu, ia ingin sesuatu yang lebih. Ia mengalihkan tangannya ke bagian lain, ke pergelangan tangan William yang terikat. Dengan sigap lalu menggunakan ujung kukunya itu memotong ikatan William, membebaskan kedua tangan tersebut yang ia harap dapat digunakan untuk melengkapi cumbuan terhadapnya.
William, sontak merasa sedikit lebih baik. Ikatan yang menyakiti kulitnya hilang dan membuatnya lebih leluasa. Kecohannya bisa dibilang berhasil untuk saat ini. Tak menunggu waktu lama, ia lalu mendekati wajah merman besar itu, raungan kecil terdengar dan William tahu benar artinya.
'Kau benar-benar ingin kawin?' Ia menggenggam kepala siren tersebut dengan kedua tangan.
Pejantan besar itu tampak semakin riang, raungan kepuasan terdengar jelas. Namun akhirnya segera terhapus ketika William menjawab keinginannya dengan cara lain yang tak diduga. William, menancapkan giginya ke mata kiri mahkluk itu, menggigit kuat sembari menarik bola mata besar tersebut hingga keluar dari tempatnya.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
THEIR MERMAN [COMPLETE]
FantasyAlasan kenapa Duyung Jantan/Putra Duyung jarang terlihat & didengar adalah "Para Mermaid, membunuh pasangannya sehari setelah perkawinan usai." Saat musim Kawin para Siren tiba, Sean Alex.. Seorang atlet renang yang tengah mempersiapkan diri untuk...