Dia dan Senja

36 1 0
                                    

        Oh iya Kala itu aku sedang berada di salah satu Pantai di kota Beruang Madu yaitu Pantai Melawai yang anginnya berhembus lembut, membawa suasana sejuk dan damai. Terlintas dipikiranku untuk mengabadikan momen langka bersama Erik yang mungkin tidak akan terulang lagi di waktu yang akan datang. Erik pun setuju, Ku ambil sebuah kamera Xiaomi putih yang terselip di saku celanaku, kami berdua tersenyum ke arah benda itu. Cukup lah untuk beberapa jepret.

      Sepertinya senja sedang bahagia. Dari kejauhan ia terlihat genit memeluk pinggang langit sore untuk mengajaknya berdansa.

       Senja yang indah dan sebentar seperti memberi pengertian, waktu adalah salah satu dari sekian hal yang tidak bisa di daur ulang. Aku tak pernah menyangka bisa berada di bawah senja bersama orang yang hidup bertahun-tahun di masa laluku. Ketika sedang ku perhatikan, Erik begitu menikmati proses sesaat jingga menghilang dalam senja. Aku memperhatikan gerakannya, senyumannya, tawanya dan tatapan matanya, sudah lama sekali aku tidak mendapati tatapan Erik yang selalu membuatku merasakan suatu hal yang Aku sendiri bingung bagaimana menjelaskannya padamu. Ingatanku melayang kembali ke lima tahun yang lalu saat tatapan mata itu kutemui setiap hari dan masih sangat jelas terasa bahwa tatapan yang Dia punya terkhusus bagiku adalah masih yang terbaik.

       Mari kita ingat senja di ufuk barat Pantai Melawai yang menyaksikan perjumpaan yang sederhana. Wajah Erik yang selalu meneduhkan pandanganku, membuatku lagi – lagi berharap andai saja setiap detiknya memiliki 60 menit, setiap menitnya memiliki satu jam dentang, satu jamnya memiliki tujuh hari lamanya, maka takkan ada kata ‘waktu cepat berlalu’.

        Erik menatapku lekat seakan-akan mengisyaratkan bahwa Dia ingin aku tinggal sedikit lebih lama lagi ketika ku katakan padanya,

        “Besok Aku balik lagi ke Banjarmasin.” Aku tersenyum simpul.

       Melihat wajahku, Erik tersenyum manis yang membuat matanya hampir tidak terlihat dan aku menyukainya, dari dulu. Jari-jari Erik menyentuh lembut pipi kananku yang saat itu aku merasa rona pipiku sudah tidak beraturan lagi, dia tidak berubah masih tetap sama, ritual elus pipi ini sering Dia lakukan sewaktu dulu jika aku menangis ataupun ketika aku mengeluh.

        “I Miss You So Bad.” Katanya.

       Kamu tahu? Ingin rasanya aku menghambur ke pelukan Erik dan menangis sesenggukan, bukan apa-apa. Akupun rindu dengan lelaki pemilik zodiak Cancer ini, tapi itu tidak mungkin ku lakukan karena kami berada ditengah keramaian.

       Apa ini? Kenapa seperti ini? Mungkinkah aku terjebak Nostalgia? Kata orang cinta selalu bersemi di tempat, waktu, dan situasi yang tidak terduga. Tidak! Aku hanya rindu, tidak akan ada perasaan lebih. Segera ku tarik diriku untuk tetap berada pada realitas.

 

 

Senja lebih tahu cara untuk berpamitan,

pergi meninggalkan kenangan juga janji akan kembali.

Buat sedikit rindu dengan penawar yang mengobati.

Datang dengan sambut suasana hati.

Meninggalkan tanpa menyakiti

Kedua KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang