Semakin lama, aku dan Erik mulai kembali menjadi teman akrab lagi, dia bercerita aku jadi pendengar sekaligus menasehati, begitu juga sebaliknya. Katanya dia dan Thalia sudah tidak sejalan lagi sehingga hubungan mereka harus diakhiri. Aku tak tau apa yang harus aku katakan ketika Erik mengadukan tentang hubungannya dengan Thalia.
Perasaanku campur aduk, jujur saja aku merasa senang karena saat aku dan Erik dekat lagi tak menyakiti siapapun, tapi aku merasa sedih juga kerena selama ini aku selalu mendoakan agar Erik selalu bahagia tapi nyatanya dia tidak bahagia.
Aku merelakan Erik untuk Thalia karena aku berharap Erik bisa lebih bahagia karena aku tak bisa selalu ada disampingnya saat dia sedang sakit, aku tak bisa ada disampingnya saat dia perlu bahu, aku tak bisa ada disampingnya saat dia perlu teman berbagi, aku tak bisa ada disampingnya ketika dia jenuh, aku tak bisa selalu dia temui ketika dia rindu. Karena jarak, jarak membuat waktu kami terbatas, kami terkurung dalam ruang rindu.
Jika kamu bertanya masihkah aku menyayangi Erik? Jawabannya adalah 'sangat'. Jika kamu bertanya masihkah aku mencintai Erik? Maka jawabannya adalah 'tidak tahu'. Karena bagiku, rasa cinta itu ada masa kadaluarsanya. Karena tak ada cinta yang abadi selain cinta kita kepada Yang Maha Kuasa, dan bagiku rasa cinta itu harus dipupuk setiap hari. Jadi, untuk kamu yang sedang menjalani hubungan serius agar bertahan terus jangan lupa untuk selalu saling memupuk perasaan cinta, aku tekankan pada kata 'saling' artinya sama – sama ya, bukan hanya dia dan juga bukan hanya kamu tapi kalian berdua.
Ponselku berdering, ada panggilan video dari Erik. Ini pertama kalinya kami video call kembali setelah putus. Lebih tepatnya ketika ku angkat panggilan video itu muncullah sesosok anak bayi lucu, baby Kyara keponakannya Erik. Aku suka sekali dengan anak kecil, waktu itu baby Kyara berumur sekitar 2 bulan dan lucu banget matanya sipit. Seperti Erik, karena memang keluarga Erik keturunan Chinese.
Karena baby Kyara ingin tidur, sekarang wajahnya berubah menjadi bayi besar dan bermata sipit juga, Iya.. dia adalah Erik Wijaya yang pernah menjadi bagian dari duniaku. Dia tersenyum dan senyumnya khas, selalu membuat hatiku damai. Padahal hanya senyum biasa saja tapi bagiku memang istimewa, dari dulu. Dari pertama kali aku melihat senyumnya ketika dia dihukum di depan barisan guru-guru ketika Upacara setiap senin karena dia ketahuan tak pernah mau ikut berbaris. Seingatku selama SMA, Erik pernah ikut upacara hanya dua kali selebihnya dia sering bolos. Entahlah dia ada dimana saat upacara sedang berlangsung
Erik tertawa ketika kami flashback kembali ke masa sekolah, Erik adalah salah satu siswa yang jadi bulan-bulanan para guru terutama Pak Kis, guru paling killer diantara seluruh guru di sekolahku, Erik adalah salah satu korban kenakalan remaja pada masa itu. Sampai pernah akan di berhentikan dari sekolah karena ulahnya, dia hanya memiliki satu kesempatan lagi jika dia melakukan kesalahan maka dia akan benar-benar diberhentikan dari Sekolah. Nasib baik Erik masih bertahan sampai lulus di Sekolah yang sama denganku itu.Si sipit ini memang senang bikin ulah, terutama soal berkelahi dia akan turun paling duluan, rugi baginya jika dia tidak ambil peran. Ah Erik, kenapa aku bisa menyukainya? Aku sendiri bingung menjawab apa karena tau – tau cinta itu tumbuh dengan sendirinya.
Kami tertawa mengingat masa-masa SMA pada masa itu, aku ingat ketika Erik menempel helmnya dengan stiker tanggal jadian kami waktu SMA, aku lupa persisnya tanggalnya berapa namun aku ingat itu adalah tanggal jadian kami, aku juga ingat Erik sering kerumahku untuk belajar bareng, aku juga ingat ketika aku begitu panik mengetahui Erik jatuh dari motor ketika pulang sekolah, aku juga ingat ketika dia pertama kali menyapaku di kantin sekolah di depan teman-temanku yang langsung heboh menghampiriku, dan aku lebih ingat lagi saat kelasku sedang pelajaran olahraga dan saat itu juga sedang ujian, lari 3 kali putaran mengelilingi lapangan sekolah padahal malam sebelumnya aku sedang demam sehingga membuatku sedikit pucat, Erik dengan semringah dadah – dadah di depan mushola melihat ke arahku, seketika itu juga lariku semakin cepat. Setelah menyelesaikan 3 putaran kepalaku langsung berputar-putar, kemudian gelap lalu aku pingsan sehingga ketika sadar aku sudah berada di UKS dan ada Erik dan membawakan teh hangat.
"Waktu itu kamu berat banget tau." Katanya tertawa lepas.
"Tapi makasih loh waktu itu kamu masih peduli padahal kan kita sudah putus." Tuturku sambil kembali mengingat masa itu.
Erik tertawa lagi. "Aku rindu." Katanya kemudian.Aku pura-pura tak mendengar malah ku alihkan pembicaraan untuk menghindari awkward moment. Tapi Erik mengulangi perkataannya lagi.
"Via, aku rindu dan aku juga minta maaf." Katanya mulai terlihat serius.
Aku tak ingin terbawa suasana serius, maka dari itu suasana selalu aku cairkan dengan candaan.
"Lebaran udah lewat kali, nanti minta maaf lagi tahun depan." Sahutku sekenanya.
Erik tersenyum simpul. Ku alihkan pembicaraan sehingga kami membahas hal lain. jujur saja aku tak ingin membahas tentang perasaan, biarkan ini mengalir seadanya seperti ini saja tanpa kurang tanpa lebih.
Melatih logika
Berdamai dengan perasaan
Untuk tetap stabil di titik nol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kedua Kali
RomanceHalo namaku Via, ini kisah dari perjalanan cintaku ketika aku mendapat undangan pernikahan dari sang mantan kekasih yang sudah menjalani hubungan denganku selama 3 tahun. Untuk menghindari hari sakral itu Aku memutuskan untuk berlibur ke kota 'Berua...