Dijodohkan

42 1 0
                                    

Mendengar kalimat dijodohkan adalah momok yang mengerikan bagi sebagian anak muda zaman sekarang. Ibarat petir disiang bolong yang menyambar genteng rumah. Padahal, kata orang tidak selamanya dijodohkan itu buruk. Ini bukan zaman Siti Nurbaya ketika orang tua menjodohkan anaknya, si anak bermodal anggukan kepala, tapi itu tak akan berlaku bagiku. Aku tak akan mau masa depanku dipaksakan atas kemauan orang lain yang tentu saja itu sama sekali bukan pilihanku.

Aku bisa mencari jodohku sendiri, di era modern ini ada banyak cara yang dapat dimanfaatkan dalam ajang mencari jodoh. Kata orang tua, perjodohan tak membutuhkan rasa cinta. Karena cinta akan tumbuh setelah kedua insan disatukan dalam satu ikatan. Mungkin ada benarnya, orang tua zaman dulu sama sekali tak saling mencintai, bahkan tak saling mengenal satu sama lain saat dipertemukan, kini bisa hidup bahagia dan tak bisa dipisahkan.

"Via mau dijodohkan asal dia seganteng Aliando." Jawabku ketika suatu malam, mama menanyakan apakah aku mau untuk dijodohkan dengan anak dari teman mama.

"Coba aja dulu ketemu Vi, anaknya baik, sopan, ganteng sih menurut mama, udah mapan juga. Orang tua sudah saling kenal, dia dari keluarga baik – baik Nak." Tutur mama sembari membelai rambutku.

"Tapi Ma, nggak usah repot-repot nyariin Via jodoh. Via bisa cari sendiri." Aku merengek manja.

"Dicoba dulu, gak ada salahnya ketemuan atau jalan siapa tahu punya banyak kesamaan. Kalo nggak cocok gak jadi ya gak apa-apa." Papa menambahkan dari luar kamarku.

Dengan wajah memelas aku memohon kepada mama untuk tidak memaksakan jika aku merasa tidak cocok dengan orang yang akan dijodohkan denganku. Mama setuju, dan mama juga meminta agar aku mau menemui orang itu besok, aku juga setuju meskipun dengan berat hati.

Keesokan harinya memang benar, orang itu sebut saja namanya Didi datang kerumah untuk sekedar bertemu dan mengajakku makan. Jujur saja langkahku sangat berat untuk mengiyakan ajakannya tapi aku tak enak hati karena tadi malam sudah menyetujuinya karena menghargai mama.

Dia, maksudku si Didi ini 6 tahun lebih tua dariku. Dia adalah anak dari teman lama mama. Dari pertemuan pertama saja dia sudah menjejaliku dengan puluhan pertanyaan seperti seorang wartawan, misalnya dia bertanya nama lengkapku siapa? Umurku berapa? Hobby-ku apa? Warna kesukaanku apa? Makanan kesukaanku apa? Ukuran sepatuku berapa? Dan banyak lagi pertanyaan yang harus ku jawab. Jujur saja kesan pertama aku sudah tidak menyukainya karena dia terlalu menyombongkan dirinya, hartanya dan semua kelebihannya.

Dia memang mapan dan punya usaha sendiri, katanya jika aku menikah dengannya sudah tidak perlu banyak berpikir lagi mengenai masa depan, dia sudah berencana menikah dimana, baju pengantin warna apa, make up dimana, dan banyak lagi yang dia rencanakan. Mohon maaf sebesar – besarnya aku akan mengatakan 'Big NO'. Aku bukan tipe orang yang memandang harta, lalu dengan begitu mudahnya mau menerima pinangan lelaki itu yang tidak berdasarkan cinta.

Si Didi ini, pada pandangan pertama sudah menyukaiku dan sangat menyetujui perjodohan ini bahkan ingin secepatnya datang kerumah membawa keluarganya, tentu saja sebelum itu terjadi aku tak akan membiarkannya. Dia tidak pernah memberiku kesempatan untuk menjelaskan bahwa aku tidak setuju dan aku menolak, katanya pikirkan dulu matang-matang dia akan menunggu jawabannya, tetap saja mau menunggu 50 tahun lagi pun aku akan tetap mengatakan 'Tidak'.

Dia ini tipe orang yang maksa, baginya tidak boleh ada penolakan dalam kamusnya. Inginku berkata kasar namun aku takut berdosa. Sudah ku katakan berkali – kali bahwa aku ingin berteman saja dan tidak lebih. Kamu tahu apa yang dia lakukan? Dia merengek ke orang tuanya untuk membujukku agar aku mau menerima perjodohkan ini. Bagaimana respon kamu jika menjadi aku? Ilfeel? Itu sudah jelas.
Kedewasaan seseorag memang tidak bisa diukur hanya berdasarkan angka umur, buktinya Dia yang jauh lebih tua dariku tidak begitu dewasa, bayangkan saja ketika dia mengajakku nonton dan aku tidak mau, dia merengek ke ibunya supaya Ibunya meminta mama untuk membujukku sampai aku mau di ajak jalan. Katanya, dia tidak ingin ditolak. Dia pikir dia siapa? Hellow from the other side, who are you? Tingkat Ilfeel ku sudah memuncak, ingin rasanya aku pergi ke tempat jasa penyewaan pacar jika seandainya ada di kotaku waktu itu.

"Ma, maaf banget ya ma Via gak bisa sama cowok kayak gitu ma, kekanak-kanakan." Aku mengeluh dan rasanya ingin menangis di depan mama.

"Mama gak maksa sebenarnya Nak, Kalo gak suka nanti bicara baik – baik ajak dia ketemu. Tapi jangan ngomong kasar gak boleh ya, jadi nanti bilang aja pelan – pelan supaya dia ngerti. Mama gak enak sama Ibunya." Tutur mama menghampiriku yang sudah telungkup diatas bantal terisak, aku anakny memang mellow, maaf hatinya terlalu lembut makanya gampang disakiti. Eh maaf lagi.

"Coba Mama bayangin, untuk masalah kecil gini aja udah gak enak sama Ibunya kan, gimana nanti kalo ada masalah lain yang lebih besar, pastilah dia bawa – bawa keluarganya. Jangan jodoh – jodohin lagi ya ma kecuali dia seganteng Aliando titik." Kataku menghambur ke pelukan mama.

Mama tersenyum. "Seganteng Aliando lalu sikapnya jelek, memangnya mau?" Goda mama.

"Kalo gitu jangan seganteng Aliando deh, Aliandonya aja Via mau ma gak usah di paksa juga langsung Iya." Aku nyengir.

"Emangnya Aliando mau sama kamu?" Ejek mama.

"Enggak jadi deh, Aliando kan jauh nanti LDR lagi, nanti diselingkuhin lagi, gak jadi deh." Aku langsung berubah pikiran.
Mama terkekeh melihat tingkah anaknnya yang kebanyakan menghayal.

"Besok temuin Didi ya Nak, jelaskan baik-baik supaya dia tidak tersinggung." Tutur Mama, yang langsung membuat mukaku masam.

Aku mengangguk pelan.
***
Didi sudah ku temui, sesuai dengan saran mama aku mencoba berbicara pelan-pelan menjelaskan bahwa aku tidak bisa meneruskan ini untuk menuju ke arah yang lebih serius karena begitu banyak perbedaan, tak ada satupun kesamaan diantara kami yang menarik perhatianku.

Awalnya dia baik-baik saja dan menerima dengan lapang dada, tapi begitu sampai dirumah masing-masing. Ibunya nelpon mama katanya, sang anak. Iyaaa! Si Didi itu menangis dan meminta ibunya membujuk mama supaya aku berubah pikiran dan tetap mau menerima lamarannya jika nanti dia datang kerumah beserta rombongannya.

Tak pernah ku temui ada lelaki seperti ini seumur hidupku, mohon maaf aku tak akan berubah pikiran. Aku yakin Tuhan menyiapkan jodoh terbaik tanpa harus dipaksa seperti ini. Dengan sabar mama menjelaskan kepada Ibunya agar sama-sama menghadapi ini dengan bijak.

Aku tahu setiap orang tua memang menginginkan yang terbaik untuk anaknya, mereka tak berniat untuk menempatkan anaknya di posisi yang tidak membuat anaknya bahagia. Tapi untuk kali ini aku katakan 'Tidak' untuk perjodohan.

Jodoh memang harus dicari,

Tapi tak perlu heboh dan memaksakan diri

Karena tak ada gunanya menunggu matahari

Terbit di jam 2 dinihari.

Kedua KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang