◇◇◇
"Om!" Shandy berlari menuruni anak tangga di dalam rumah mengejar Diego. "Om! Mau ke mana?" Shandy menggamit lengan Diego.
"Tadi pagi 'kan Om udah bilang." Jawab Diego dengan wajah yang terlihat tanpa minat untuk menjawab.
"Tapi, Om, aku ada pr, bantu aku kerjainnya dong ... besok dikumpul, Om. Om 'kan bisa nge-datenya lain waktu. Lagian ini 'kan bukan malam minggu, Om." Tahan Shandy.
"Yang malam mingguan itu cuma bocah ingusan. Kalau orang dewasa kayak kita ya kapan aja bisa ngedate. Kamu jangan ganggu Om dulu. Kamu bisa 'kan ngerjain bareng Reehan?"
"Tapi, Om..." Diego telah melewati pintu rumah. Tak ada lagi harapan bagi Shandy untuk menahannya pergi. Shandy menatap buku tulis yang ia pegang dengan sendu. Dengan langkah gontai ia berbalik, kembali masuk ke dalam kamar.
Namun beberapa menit berselang, ia turun lagi. Ia keluar dari rumah, menuju supermarket terdekat dengan berjalan kaki. Ingin membeli cokelat untuk memperbaiki mood-nya. Mood-nya untuk belajar hilang sudah. Diego mengabaikannya. Diego merusak mood-nya. Diego sumber hancurnya mood Shandy malam ini.
"Baru juga pacaran, aku udah dikacangin kayak gini. Gimana kalau pacarannya udah lama? Apalagi sampai nikah." Sungut gadis itu. Ia masukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie. Berjalan dengan kepala tertunduk dan menendang apa saja yang ada di depannya.
Ujung sepatu Shandy beradu dengan ujung sneakers seseorang. Dia tahu, sosok pemilik sneakers itu adalah seorang laki-laki. Perlahan Shandy menadak, hingga matanya bersirobok dengan mata lelaki itu. Sebenarnya Shandy sangat terkejut melihat kehadiran tiba-tiba lelaki itu di hadapannya. Tapi dia bisa menyembunyikannya dengan rapat. Hingga yang terpancar kini hanya kilat penuh kebencian yang bersarang dalam hatinya terhadap lelaki itu.
"Jodoh gak bakal kemana." Shandy berbalik, memilih kembali pulang ketimbang harus berhadapan dengan laki-laki itu. Namun belum sempat niatnya terlaksana, lelaki itu sudah lebih dulu menarik lengannya, membuat mereka kembali berhadapan.
"Kenapa sih kamu benci banget sama aku?" Tanya Aron dengan nada tak habis pikir.
Shandy berdecak sebal, "jangan tanya aku. Aku rasa kucing liar pun juga tau kenapa aku benci sama kamu. Bajingan!" Shandy menghentak tangan Aron. Melepaskan diri, berlalu pergi.
"Kamu harus tahu, Shandy, aku ke sini karena permintaan Mama kamu. Kamu harus balik ke London." Namun Shandy tak akan pernah mengindahkan semua ucapan lelaki itu, selamanya. Dia terus berjalan, bahkan berlari kala lelaki itu meneriaki namanya.
.
.
.
"Jadi Reggy udah putus sama Kalin?" Tanya Aron setelah menyesap kopinya. Setelah cukup banyak topik yang mereka bahas, Aron rasa inilah topik terakhir, tujuan utamanya. Toh juga sudah cukup lama mereka berada di cafe ini.
"Mana ada sih perempuan yang bisa nerima pacarnya yang udah hamilin perempuan lain."
"Kayaknya sifat picik lo itu udah mendarah daging banget, ya." Tuding Aron skeptis, yang ditanggapi Afsha dengan senyum culas. Seolah tidak merasa terusik dengan sindiran Aron.
"Hidup itu kejam, Ron." Balasnya tenang.
"Oke, itu bukan urusan gue." Aron mengedik tak acuh. "Lo masih berhubungan sama... siapa nama cowok itu? Calon suami lo yang gak jadi itu?"
"Diego?"
"Iya, dia."
"Enggak. Semenjak tau gue hamil, kita gak pernah komunikasi lagi. Dia masih hidup atau enggak pun gue udah gak tau. Gue terlalu bahagia sama Reggy." Afsha tersenyum senang saat menyebut nama Reggy.
![](https://img.wattpad.com/cover/90792113-288-k950272.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
That CEO
Romance- 𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐂𝐄𝐎 - Entah dari mana asal mulanya, Diego bisa menaruh hati pada sekretarisnya yang super galak. Bahkan rasanya Diego bisa memberi wanita itu cap singa betina. Beribu cara Diego kerahkan hanya untuk mendapatkan secuil perhatian seorang...