Chapter 17

1.2K 52 25
                                    

◇◇◇

Gadis itu melepas dekapannya dari Diego, lantas menatap Diego tidak percaya. "Om gimana kabarnya? Kok bisa ada di sini? Ngapain di sini?" Diego tersenyum lebar lalu mengacak sayang rambut gadis remaja di hadapan.

"Baik. Oh ya, masalah kenapa Om bisa ada di sini, ntar aja Om ceritain. Kamu sendiri, kenapa bisa ada di sini?" Diego balik bertanya seraya membelai sayang surai gadis itu.

Gadis remaja itu memajukan bibir bawahnya. "Aku pindah sekolah lagi." Jawab gadis itu dengan suara pelan. Kemudian ia menipiskan bibir.

"Mama sama Papa ikut?" Ia mengangguk sebagai jawaban. "Ya udah kalau gitu. Kita cerita-ceritanya ntar aja. Kita ke tempat calon istri Om dulu, yuk!" Ajak Diego sembari merangkul gadis remaja itu dengan penuh semangat. Membawanya ke bangku taman tempat ia meninggalkan Kalindra tadi.

"Perempuan yang dulu?" Terka Shandy - keponakan kesayangan Diego.

"Dia?" Diego terkekeh mengejek. "Dia udah tenggelam ke dasar bumi." Balasnya datar.

"Serius? Aku gak lupa lho sama dia ngomong-ngomong. Aku ingat banget gimana cintanya Om sama dia." Ledek Shandy.

"Itu dulu. Sekarang Om udah punya yang baru, yang lebih cantik dari dia, yang jauh lebih baik dari dia." Diego tersenyum lebar, teringat akan semua hal-hal menyenangkan yang telah ia lalui bersama Kalindra beberapa bulan ini. Seolah perempuan itu didatangkan Tuhan untuk menunjukkan wajah asli perempuan yang nyaris menjadi istrinya, lalu membantunya mengobati rasa sakit yang diciptakan oleh wanita itu. Kendati sebenarnya bagi orang lain itu bukanlah hal yang menyenangkan - karena hanya menghabiskan waktu bersama untuk bekerja. Namun bagi Diego, semua yang telah ia lakukan bersama Kalindra adalah hal menyenangkan yang akan selalu ia ingat. Kendati pula hubungannya dan Kalindra saat ini hanya sebatas hubungan rekan kerja, namun Diego yakin hubungan itu bisa ia rubah menjadi hubungan yang lebih erat lagi, bahkan bisa menjadi hubungan yang hanya akan dipisahkan oleh kematian - suatu saat nanti. Dia yakin. Dan dia tidak sabar menunggu waktu itu tiba. Dia akan berjuang untuk mengubah semuanya. Ia berjanji.

"Siapa?" Tanya Shandy begitu ia dan Diego berhenti di depan sebuah bangku taman. Dia yakin, bangku inilah tujuan pamannya karena langkah kaki Diego berhenti tepat di depan bangku itu. Dan sontak, mata Diego membola kala tidak menemukan Kalindra di sana. Mata beserta kepalanya bergerak liar ke sana kemari mencari presensi perempuan itu. Namun nihil.

"Kalin!" Teriak Diego memanggil Kalindra.

"Kalin?" Dahi Shandy mengernyit dalam. Nama perempuan asing. Dia jadi bertanya-tanya dalam hati; apa benar pamannya ini sudah lepas dari jerat perempuan yang selama ini ia sebut ular? Shandy menamai Afsha dengan sebutan wanita ular karena sifat keduanya yang tidak beda jauh, sama-sama penjilat ulung. Mendapatkan semua yang mereka mau dengan cara licin.

"Kalin! Kamu di mana?!" Diego terus berteriak mencari Kalindra.

"Kalin itu siapa, Om?" Diego berkacak pinggang sembari menerka-nerka sendiri ke mana gerangan Kalindra-nya pergi. "Are you okey?" Tanya Shandy hati-hati. Wajah pamannya terlihat begitu berantakan hanya karena kehilangan perempuan yang ia teriaki 'Kalin' itu. "Apa... Kalin itu udah pernah ke sini sebelumnya?" Tanya Shandy. "Kalau belum pernah, dia pasti gak bakal nyasar. Pasti masih dekat-dekat sini." Shandy yakin perempuan itu tidak akan kemana-mana jika dia belum pernah berkunjung kemari sebelumnya. Jika tidak ada di sekitar sini, pasti dia sudah kembali ke tempat mereka menginap tanpa sepengetahuan Diego.

Shandy terperanjat kala Diego secara tiba-tiba menarik tangannya, membawanya berlari meninggalkan taman.

"Kita mau ke mana, Om?" Tanya Shandy yang belum berhasil memecahkan gelembung-gelembung tanya dalam kepala.

That CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang