●●●
"Syukurlah kamu ikut, Shan. Tadi Diego bilang dia ragu mau ajak kamu. Takut kamu gak mau ikut. Tapi ternyata kau ikut." Kalindra berujar senang sembari membereskan perlengkapan yang akan ia bawa. Sementara yang diajak bicara hanya diam, asik memainkan game pada ponselnya. "Oh ya, Shan, di Bogor ada teman mama yang punya peternakan kelinci lho, kamu mau ke sana? Siapa tau dikasih kelinci. Soalnya dia teman dekat mama." Kalindra duduk di sofa seberang Shandy. Badannya ia condongkan, tangannya menopang dagu. "Kamu mau, 'kan?" Bujuk Kalindra. Shandy mengangkat bahu tak acuh. Diego dengan lembut menyentuh bahu Kalindra, memberi kode bahwa cukup bagi Kalindra untuk mengajak Shandy bicara karena - tanpa sebab yang Diego ketahui - Shandy pasti akan mengabaikannya. Diego tak mau Kalindra kecewa karena sikap Shandy nantinya.
"Berangkat sekarang yuk." Usul Diego.
"Okey!" Seru Reehan. Dan keempat manusia itu segera beranjak pergi menghabiskan hari libur mereka berpasang-pasangan.
●●●
"Shandy ...," Shandy sedikit menoleh ke arah Kalindra. Sekarang mereka hanya tinggal berdua di dalam sebuah restoran siap saji. Diego dan Reehan sedang berdiri di antrean panjang pemesanan makanan. Setelah tiba di Bogor, rasa lapar menerjang. Tempat pertama yang mereka tuju adalah restoran siap saji ini. Karena tidak ingin membuat para perempuan menunggu, Diego dan Reehan merelakan diri masuk dalam antrean.
"Apa?" Shandy menyahut dingin.
"Keliatannya kamu jauhin aku. Apa ada yang salah dari aku?" Nada Kalindra terdengar lirih. Seakan putus asa. Shandy mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Apa ada yang nggak kamu suka dari aku? Aku bakal berubah kalau ada." Shandy tak membalas. Diego dan Reehan bergerak mendekat. "Okey. Kalau kamu belum bisa bilang sekarang, nggak apa-apa. Kamu bisa bilang kapan aja kamu mau. Pasti bakal aku dengarin." Kalindra mengusap tangan Shandy yang terkepal di atas meja. Kehangatan usapan Kalindra sempat menjalar hingga ke ulu hati Shandy. Mencairkan suasana hatinya yang membeku tadi. Tapi tetap saja tak mampu mencairkan sedikit bongkahan es yang tercipta di sudut hati Shandy.
●●"Tumben pulang cepat Kak?" Reehan menurunkan standar sepeda sportnya di area parkir rumah keluarga Suwardhana, bersamaan dengan keluarnya Diego dari mobilnya.
"Emang biasanya aku pulang jam segini." Jawab Diego singkat. "Mau ketemu Shandy?"
Reehan mengangguk singkat. "Shandy ada?"
Dengusan kasar Diego hembuskan ke udara. "Kamu nggak liat, aku baru pulang kerja. Mana aku tau Shandu ada atau nggak di dalam." Jawab Diego jengkel. Terkadang bocah polos di depannya ini memancing emosinya. Terlebih jika sedang menyengir seperti saat ini. "Kalo kamu mau tau Shandy ada atau nggak, kamu masuk. Kamu nggak bakal dapat jawabannya kalau cuma berdiri di sini kayak patung taman." Setelah mengucapkan itu Diego melangkah masuk diikuti Reehan yang menipiskan bibir, kesal.
●●
Perut terasa lapar setelah Kalindra mengganti setelan kantornya dengan pakaian rumahan. Dibukanya lemari es yang selama ini selalu menyediakan makanan tiap kali ia merasa lapar, dan kosong. Hanya ada satu daging kaleng yang ia dapati, yang sangat malas untuk ia olah. Ia enggan karena tidak ada bahan pendamping untuk mengolah daging tersebut. Meminta Diego menemaninya berbelanja? Tidak. Dia terkesan seperti perempuan manja jika melakukannya. Juga tidak mungkin dia merepotkan Diego dan mengganggu waktu istirahatnya - kendati nantinya dengan senang hati lelaki itu menemani. Jadi Kalindra putuskan untuk ke supermarket seorang diri. Ia menyambar cardigan yang tergantung di balik pintu kamar, kemudian pergi menuju supermarket hanya dengan berjalan kaki - sebab letak supermarket tersebut tidak terlalu jauh dari kawasan apartemen sederhananya.

KAMU SEDANG MEMBACA
That CEO
Romance- 𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐂𝐄𝐎 - Entah dari mana asal mulanya, Diego bisa menaruh hati pada sekretarisnya yang super galak. Bahkan rasanya Diego bisa memberi wanita itu cap singa betina. Beribu cara Diego kerahkan hanya untuk mendapatkan secuil perhatian seorang...