"Jadi ... Reggy itu mantan pacar kak Kalin, ya?" Shandy menahan makanan yang hendak ia kunyah sesaat begitu mendengar pertanyaan Reehan yang baru saja terlontar. Ia tatap Reehan dengan kedua alis terangkat. Lalu melanjutkan kunyahannya."Ternyata kamu juga lagi mikirin itu." Celetuk Shandy. Tak menyangka mereka satu pemikiran di tengah hening yang mereka ciptakan sebab sedang menikmati makanan.
"Kamu juga lagi mikirin itu? Berarti kita satu hati dong, satu jiwa, satu pemikiran, dan ... bentar lagi pasti kita bakal satu atap. Hehe ...." Cengir Reehan di akhir kalimatnya. Shandy merotasikan bola matanya jengah.
"Siapa sih teman kamu sekarang? Kenapa kamu jadi sering bicara yang aneh-aneh gini? Seolah-olah kamu itu udah ngebet banget pengin berkeluarga." Cecar Shandy seraya menatap Reehan jengkel.
"Kamu." Reehan menunjuk Shandy dengan bibir mengerucut. "Kita 'kan bareng terus." Reehan memulai aksi kelewat polosnya.
Shandy menepuk dahinya dengan kesal. "Bodo ah!" Gerutunya dengan tangan yang mengibas di udara. Lalu kembali melanjutkan makannya. "Jadi ... gimana?" Tanya Reehan kemudian dengan gumaman.
"Apanya?" Shandy balik bertanya dengan vokal tak mengerti.
"Apa yang harus kita lakuin setelah ini?"
"Kita harus dengar penjelasan dari sudut pandang Reggy dulu. Habis itu baru kita susun rencana baru."
"Gak sopan. Kamu harus manggil Reggy itu Kakak." Shandy mengangkat bahu acuh. "Tapi... ngomong-ngomong, dia ganteng banget." Ucap Reehan menerawang, mengingat-ingat paras rupawan Reggy sekali lagi.
"Kenapa? Kamu suka sama dia? Aku bilang ke dia besok."
"Enggak lah. Aku sukanya cuma sama kamu." Shandy mendengus panjang. Sudah teramat sering Reehan mengatakan itu padanya. Suka, cinta, sayang, tunangan, atau ingin membina rumah tangga bersamanya. Hanya saja, Shandy belum yakin. Namun ia yakin, kini ia sudah terjebak dalam friendzone.
"Terus kenapa kamu bilang dia ganteng?"
"Karena dia emang lebih ganteng dari om kamu. Dan aku akuin, selera kak Kalin itu tinggi."
"Iyalah, karena dia cewek murahan yang gila harta." Ketus Shandy.
"Gimana kalau ntar malam kita bawa Ree-Ree sama Shan-Shan jalan-jalan?"
"Kenapa jadi ke sana?" Shandy bertanya dengan dahi yang mengernyit dalam. Merasa aneh dengan perubahan topik yang Reehan ciptakan.
Reehan menggeleng ringgan, tersenyum. "Enggak. Aku cuma kangen sama mereka." Mungkin Shandy tidak sadar, Reehan sedang mengalihkan pembicaraan. Jika dalam situasi seperti ini, Shandy-lah yang berperan menjadi sosok yang terlalu lugu. Karena Reehan dengan mudahnya membelokkan alur pembicaraan tanpa Shandy sadari. Reehan melakukan itu hanya karena tidak mau Shandy terus-menerus berprasangka buruk terhadap calon istri pamannya sendiri.
.
.
.
"Mau kemana kamu?" Tanya Diego kala melihat Shandy keluar dari kamarnya, membawa kandang kelinci kesayangannya. "Cari angin." Jawab Shandy singkat.
"Sendiri doang?" Shandy mendudukkan diri di seberang Diego, di ruang bersantai keluarga. "Kalau aku bilang aku pengin pergi sama Om, emangnya Om mau nemanin aku?" Tantang Shandy.
"Ya mau lah. Masa Om gak mau nemanin anak sendiri." Jawab Diego seraya mengulum senyum simpul. Tampak begitu tulus dan serius dengan ucapannya.
"Yakin?" Tanya Shandy dengan satu alis terangkat, semakin mengintimidasi Diego. Lelaki itu mengangguk mantap, penuh keyakinan. "Aku sih enggak. Aku minta temanin ke toko buku aja om gak mau. Apalagi nemanin untuk hal yang gak berguna gini. Lebih baik pergi sama Tante Kalin 'kan ya?" Sindir Shandy.

KAMU SEDANG MEMBACA
That CEO
Roman d'amour- 𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐂𝐄𝐎 - Entah dari mana asal mulanya, Diego bisa menaruh hati pada sekretarisnya yang super galak. Bahkan rasanya Diego bisa memberi wanita itu cap singa betina. Beribu cara Diego kerahkan hanya untuk mendapatkan secuil perhatian seorang...