Chapter 1

2.9K 90 5
                                    





Happy reading




.






"Selamat siang..." Kalindra menghentikan gerak lincah tangannya di atas selembar kertas, yang otomatis menghentikan cairan hitam yang akan ia tata rapi di atas kertas itu.

"Siang." Balas Kalindra kaku, sedikit heran dengan kehadiran tiba-tiba lelaki jangkung di hadapannya. "Mbaknya lagi ada masalah, ya?"

Apa dia ini paranormal yang lagi unjuk bakat? Atau sales dari perusahaan asuransi yang lagi nyari nasabah? Oh, atau jangan-jangan, dia pemilik apotek herbal yang baru buka dan lagi promo? Batin Kalindra jadi bertanya-tanya sendiri akan kehadiran tiba-tiba si lelaki. Persis laiknya para sales yang mencoba menawarkan barang atau jasa dari perusahaannya kepada setiap orang.

"Enggak." Jawab Kalindra sedikit ketus, sebagai bentuk pertahanan diri.

Lelaki itu tersenyum simpul, "gak usah bohong... saya tahu kok Mbaknya lagi ada masalah. Cerita aja sama saya. Saya bisa kasih solusi." Merasa terganggu dengan kehadiran tiba-tiba si lelaki, Kalindra lekas mengemas peralatan kantor yang ia bawa, ingin jauh-jauh dari lelaki aneh di depannya ini. Tahu dari mana dia jika Kalindra sedang memiliki masalah? Kenal saja tidak. Kendati nyatanya Kalindra memang akan dihadapkan dengan masalah besar setelah ini.

Kalindra mendengus kesal, lantas berjalan keluar dari kafe dengan tumpukan kertas menggunung di tangan tanpa mengucapkan apa-apa pada si lelaki asing. Ia mendorong pintu kafe dengan kaki lantaran kedua tangannya saling bertaut menjaga agar tumpukan kertas tidak jatuh. Ia cukup merasa kesulitan untuk membuka pintu kafe. Selain karena memakai stilletto, pula karena dia memakai rok kantor yang begitu sempit, membuat langkah kakinya tidak bisa dibuka lebar-lebar.

Seorang lelaki baik hati yang jauh lebih tinggi dari Kalindra membantunya membukakan pintu - setelah merasa iba melihat kerja keras Kalindra hanya sekadar untuk mendorong daun pintu yang terbuat dari kaca. Kalindra menyembulkan kepalanya di balik tumpukan kertas, ingin berterimakasih pada sosok baik hati tersebut. Namun niat baiknya ia urungkan. Alih-alih tersenyum lebar tanda terima kasih, perempuan itu malah menatap skeptis si lelaki yang kini sedang tersenyum ramah padanya. Menawan.

"Kamu lagi! Kamu ngikutin saya, ya?!" Lelaki itu menggeleng, masih tersenyum menawan. Cuai pada bentakan Kalindra. "Terus, ngapain kamu di sini?" Sinis Kalindra.

"Karena saya mau pulang." Jawab lelaki itu enteng. Kalindra meringis muak, lantas beranjak meninggalkan lelaki tinggi yang masih berdiri di depannya.

Lagi, Kalindra menemukan kesulitan ketika hendak membuka pintu mobil. Ia berusaha membuka pintu mobil dengan siku, namun tetap tidak ada hasil. Dan sangat bersyukur pada Tuhan karena ada seseorang lagi yang membantunya, membukakan pintu mobil untuknya. Segera ia letak tumpukan kertas-kertasnya di bangku belakang, dan berniat berterimakasih pada si penolong.

"Terima-" Kalindra menatap tajam laki-laki yang berdiri tegap di hadapannya, yang sudah sudi menyisihkan waktu yang barangkali berharga hanya untuk menolongnya. "Kamu lagi! Kamu bener-bener ngikutin saya, 'kan?!" Dan kini, ia bertemu lagi dengan lelaki tadi. Rasa curiganya semakin menjadi-jadi. Asumsi buruk tentang pemuda itu kian membesar karena dia seakan menguntitnya.

Lelaki itu tersenyum lebar. Seakan tak peduli jika perempuan di depannya sedang mencecarinya habis-habisan.

"Ngaku aja! Kamu ngikutin saya, 'kan?!" Selidik Kalindra dengan mata menyipit menatap lelaki di depannya curiga. "Atau jangan-jangan, kamu ini termasuk ke dalam komplotan prostitusi? Kamu mau nyulik saya untuk kamu jual sama para laki-laki hidung belang rekan bisnis kotor kamu itu! Benar, 'kan?!" Mata Kalindra semakin menyipit curiga. Jemarinya menuding wajah tampan si lelaki, tepat di ujung hidung runcingnya.

That CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang