◇◇◇
Tujuan utama mereka adalah restoran hotel. Mengisi perut dengan menu breakfast yang disediakan di sana.
"Mau makan apa?" Tanya Diego seraya membolak-balikkan buku menu.
"Terserah. Saya lagi gak selera milih." Diego membolak-balik buku menu. Mencari-cari menu yang berhasil menarik minatnya.
"Terserah gak ada di sini. Ini makanan barat semua. Emangnya 'terserah' itu makanan dari mana?" Kalindra mendelik tajam pada Diego. Kedua tangannya mulai terkepal geram.
"Sulit banget bagi Bapak ya untuk sehari aja gak mancing emosi saya?!" Gerutu Kalindra dengan ekspresi jengkel maksimal.
"Kamu tahu gak makanan Barat? Kalau kamu nyari ketoprak, di sini gak bakalan ada." Kalindra mendengus sebal.
"Kayaknya saya pengin makan batu sekarang." Gerutunya.
"Batu apa? Batu selai kacang atau sandwich batu?" Menatap Diego tajam sejenak, Kalindra lantas berdiri, berniat meninggalkan lelaki itu. Restoran ini bisa saja hangus jika dia tetap di sini bersama Diego yang terus memancing amarahnya.
Melihat gelagat Kalindra yang sarat akan emosi membuat kekeh Diego mengudara. Buru-buru ia tahan tangan Kalindra sebelum perempuan itu sempat beranjak.
"Sok imut banget." Kalindra semakin menajamkan tatapannya, membuat Diego semakin bersemangat menertawakan. Namun perempuan itu kembali mendudukkan diri di seberang Diego. "Becanda doang lagian. Hidup itu jangan dibawa serius mulu." Diego tersenyum menatap Kalindra. "Jadi kamu mau apa? Hati aku?"
"Terserah." Ketus Kalindra. Diego tertawa kecil kemudian memanggil waiter, hendak memesan makanan.
"Pak, sebenarnya apa sih, urusan Bapak itu? Penting banget ya? Kalau gak penting-penting banget saya balik ke kamar aja. Buang-buang waktu saya aja." Tanya Kalindra begitu waiter meninggalkan mereka untuk menyiapkan makanan yang sudah mereka pesan. Perasaannya tak enak sejak Diego datang menjemputnya di kamar hotel.
"Jangan panggil aku Pak atau Bapak di luar jam kerja. Jangan terlalu formal di luar jam kerja." Peringat Diego untuk kali kedua.
"Jadi sebenarnya urusan kamu itu apa?" Kalindra kembali bertanya.
"Aku mau ngurus berkas-berkas pernikahan kita." Kalindra merotasikan bola matanya jengah. Diego memang susah diajak serius. "Kamu udah siap?" Diego tersenyum asimetris pada Kalindra yang memandangnya jengah.
"Saya serius, Pak." Diego tergelak.
"Ntar aku kasih tahu, kok. Kita makan dulu. Santai aja. Toh ntar ujung-ujungnya kamu juga bakal nikmatin waktu kamu bareng aku." Dan gebrakan kuat yang berasal dari meja Diego dan Kalindra berhasil mencuri atensi pengunjung restoran pagi itu. Semua pengunjung menoleh ke arah Diego dan Kalindra. Diego tertawa puas, sementara Kalindra semakin mengeratkan kepalan tangannya. Ya, suara gebrakan meja itu memang Kalindra yang ciptakan. Lampiasan emosinya terhadap Diego yang menyebalkannya tak dapat ditoleransi lagi.
.
.
Selesai sarapan, Diego membawa Kalindra menuju sekolah Shandy diantar oleh supir pribadi Diego. Namun hingga sejauh ini, Diego belum memberitahu apa tujuannya datang kemari pada Kalindra. Dan Kalindra pun tak banyak bertanya, hanya menikmati jalanan yang mereka lalui untuk tiba di sini.
"Ini sekolahan, 'kan?" Tanya Kalindra begitu mereka berdiri di depan sebuah gedung yang sangat besar dan luas. Ada lapangan yang begitu luas di bagian depan gedung. Ada pula lapangan basket outdoor yang tampak mewah. Dan gedung itu dikelilingi oleh pagar besi sewarna gold yang tinggi menjulang, pula dengan ukiran yang mewah. Kentara sekali gedung itu merupakan tempat kaum anak-anak elite menuntut ilmu.

KAMU SEDANG MEMBACA
That CEO
Romance- 𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐂𝐄𝐎 - Entah dari mana asal mulanya, Diego bisa menaruh hati pada sekretarisnya yang super galak. Bahkan rasanya Diego bisa memberi wanita itu cap singa betina. Beribu cara Diego kerahkan hanya untuk mendapatkan secuil perhatian seorang...