Chapter 33

401 18 2
                                    


◇◇◇

"Pasti, Kak. Sebisa aku, aku bakal bantu kakak." Ucap Reehan menenangkan.

Reehan tersenyum kecil lantas berbalik meninggalkan Kalindra setelah sekiranya mengucapkan beberapa silabel yang barangkali mampu menenangkan hati perempuan berparas ayu itu. Menyusul Shandy pastinya. Kalindra berbalik menatap Aldric yang kini duduk bersandar lemah di kursi kerjanya sambil sesekali mengusap sudut bibir. Kalindra mendekat hendak menolong, setidaknya menyodorkan kotak P3K yang sudah ia ambil. Ya, karena ulahnya Aldric terkena dua kali kesialan. Ditumpahi coklat hangat, dan dua kali mendapat tinju dari Diego tanpa alasan yang jelas. Yang Kalindra yakini rasa cemburu butalah penyebab utamanya.

"Gak apa-apa, santai. Aku baik-baik aja kok." Tolak Aldric sebelum Kalindra mendekat.

"Maaf, Pak. Saya minta maaf banget. Bapak boleh potong gaji saya." Sesalnya yang membuat Aldric terkekeh gemas.

"Kamu balik aja ke meja kamu. Ini biar saya yang urus." Ucap Aldric seraya menerima kotak P3K yang Kalindra beri padanya.

"Sekali lagi saya minta maaf, Pak." Sesal Kalindra seraya membungkuk berkali-kali. Ditanggapi Aldric dengan anggukam santai. Kemudian Kalindra beranjak meninggalkan Aldric yang masih meringis keperihan.



"Masuk." Sahut Diego dengan suara yang terdengar ketus begitu ketukan pintu milik ruang pribadinya diketuk seseorang dari luar. Siapa gerangan yang berani mengusik Diego di saat darah lelaki itu sedang mendidih naik ke ubun-ubun? Apa orang itu tidak takut terkena imbas dari amarah Diego? Apa dia tidak takut jika Diego menelannya hidup-hidup? Batin Diego bergejolak, siap menerkam sosok di balik pintu sana.

"Go ...," Belum sempat Kalindra selesai menyebut namanya, yang dipanggil langsung memberi hardikan tajam yang seolah hendak menerkam Kalindra. Diego memutar kursi kerjanya membelakangi Kalindra yang masih berdiri di ambang pintu. "Aku -"

"Tinggalin aku sendiri." Titah Diego masih dengan nada dingin.

"Aku -"

Diego berbalik cepat. "Kamu gak ngerti? Tinggalin aku sekarang juga!" Titahnya dengan nada yang tak terbantahkan.

"Aku bisa jelasin semuanya. Ini gak kayak yang kamu pikirin, Go. Ini cuma masalah kecil. Aku ...," Diego berdiri dan melewati Kalindra begitu saja. "cuma gak sengaja numpahin coklat kamu di baju pak Aldric." Cicit Kalindra merasa bersalah. Diego tak mendengarnya, tentu saja. Karena lelaki itu telah berbelok entah kemana saat Kalindra masih berusaha menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi.

Kalindra mendesah pelan. Berbalik, dan menutup pintu ruang pribadi Diego yang terasa hampa. Gegas ia bereskan meja kerjanya. Jam kerja Kalindra memang sudah habis sejak setengah jam lalu. Namun karena ia juga menunggu Diego, tak ada salahnya jika dia melanjutkan pekerjaannya. Karena kini yang ditunggu 'pasti' tak akan menanggapinya, sebaiknya dia pulang saja. Dengan langkah pelan Kalindra meninggalkan kubikalnya. Ia berjalan dengan pikiran kosong. Kepalanya tertunduk, hanya bisa memandangi kemana arah stilletto-nya berpijak.

"Ih ... aku benci banget sama cewek murahan itu!" Gerutu Shandy seraya menjatuhkan diri di atas sofa yang terlerak di lantai dasar perusahaan. Diikuti Reehan yang duduk di sampingnya dengan tenang.

"Kamu sadar nggak sih, tadi itu kamu udah keterlaluan banget." Tegur Reehan.

"Bodo!" Sahut Shandy tak acuh seraya menyandarkan punggung. "Orang kayak dia gak pantes dikasihani." Ketus Shandy.

"Emangnya kamu tau apa yang udah dia lakuin tadi, hah?"

Shandy meluruskan punggungnya lagi, duduk tegap memandang Reehan dengan sorot penuh intimidasi nan menusuk. "Aku gak sebego kamu, Ree. Udah jelas di depan mata kita dia godain om Aldric. Dan, apa maksud dia coba, waktu dia sama om Aldric ada dalam satu ruangan dan megang baju om Aldric yang udah dibuka? Apalagi kalau bukan mau ngelakuin yang enggak-enggak." Tutur Shandy panjang lebar. Berusaha menjelaskan asumsi dalam pemikirannya. Telapak tangan Reehan mendarat di bahu gadis yang sedang duduk berhadapan dengan dirinya.

That CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang