Chapter 7

2K 52 2
                                    



"Jangan dengarin omongan papa tadi. Afsha nggak kayak yang Papa bilang kok." Pesan Diego setelah Kalindra membaringkan tubuhnya.

"Apa yang dibilang pak Andrea tadi kayaknya benar deh. Firasat orangtua gak pernah salah. Dan untuk masalah ini, saya gak mau kerjasama sama Bapak seandainya saya dijadiin pihak penengah kalau Bapak sama Pak Andrea berdebat lagi." Tanpa sadar tangan Kalindra bergerak menarik selimut menutup tubuh Diego hingga sebatas leher.

"Kamu baik banget sih. Lagi simulasi jadi istri aku, ya?" Puji Diego dengan suara lembut yang dibuat-buat. Kalindra yang baru sadar dengan tindakannya barusan menyingkap selimut Diego kembali, lantas beranjak meninggalkan lelaki itu - yang mengulum bibir menahan tawa. Kalindra sedikit menghempas pintu ketika ia keluar, lampiasan rasa kesalnya.

Diego buru-buru menutup mata ketika pintu kamarnya yang baru saja ditutup kembali terbuka. Diego yakin itu pasti Kalindra. Perempuan itu pasti akan mengucapkan selamat malam lalu mencium dahinya - khayal Diego.

Jangan ngayal, Diego! Karena Diego tebak, yang akan terjadi selanjutnya jauh dari apa yang ia khayalkan.

"Pak, apa yang harus saya kerjain lagi? Apa saya masih ada tugas?"

"Hm." Sahut Diego tanpa membuka matanya.

"Apa?"

"Temani aku tidur." Ucap Diego dengan senyum tertahan.

"Apa?!" Kalindra dengan gesit mengambil gelas di atas nakas sebelah ranjang Diego, lalu menumpahkan air putih di dalamnya ke wajah Diego secepat kilat. Dan langsung memaksa mata Diego terbuka lebar.

"Kamu apa-apa sih?!" Bentak Diego kesal.

"Kamu yang apa-apaan! Dasar cabul! Aku mau pulang pokoknya!" Kalindra hendak pergi, namun Diego dengan cekatan menahan tangannya.

"Udah ampir jam dua belas malam. Emangnya kamu berani pulang tengah malam gini?"

"Saya gak pernah takut sama apa pun." Jawab Kalindra tegas. Dia tahu Diego hanya menakut-nakutinya saja.

"Bagus. Pulang sana. Aku harap aku masih bisa ketemu kamu besok."

"Apa maksud kamu, Cabul?!"

"Kenapa?" Diego menatap Kalindra bingung.

"Kamu cuma nakut-nakuti aku kan?"

"Nggak. Aku cuma berharap supaya besok aku masih bisa liat kamu lagi. Oh ya..." Diego berusaha duduk meski susah. "Kamu tau 'kan, berita yang lagi viral akhir-akhir ini, perempuan yang diperkosa terus -"

"Diam!" Pekik Kalindra meluapkan kekesalan. Ia tahu berita itu. Seorang perempuan yang diperkosa saat pulang bekerja saat tengah malam, kemudian dibunuh dengan sadis - dimutilasi - dan mayatnya disimpan di bagasi mobil perempuan itu sendiri. Bulu kuduk Kalindra meremang mengingatnya. Ia meneguk air liurnya dengan kasar saat pandangannya bertumpu pada jendela kamar Diego yang gordennya masih dibuka. Sejak ia berada di dalam kamar Diego, matanya sekalipun tak menangkap adanya seseorang yang melintas di jalan depan rumah Diego. Lagipula, dari sekian banyak tanah di Jakarta, mengapa keluarga Diego memilih membangun rumah di sini? Kalindra semakin tak habis pikir.

"Masih niat pulang?" Goda Diego dengan satu sudut bibir tertarik panjang.

"Iya lah." Jawab Kalindra dengan keyakinan penuh.

"Kejadiannya gak jauh dari sini lho..." Diego masih mencoba memancing. Ia menggembungkan pipi menahan tawa. Sementara Kalindra masih belum bisa beralih dari jendela kamar Diego.

That CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang