1.

7.5K 286 4
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Rasa itu kembali, menyuruak begitu saja ketika melihatnya lagi.

🌸🌸🌸

“Ibu, Hana berangkat ya!” teriak seorang gadis yang tengah berada di teras rumahnya.

“Mau berangkat sekarang? Bukannya satu jam lagi ya pesawatnya tiba?” sang Ibu datang menghamipiri.

“Iya bu, Hana takut kena macet di jalan. Lagian lebih baik Hana yang menunggu, dari pada tamu kita yang menunggu lama di bandara, kan kasihan.”

“Ya sudah, sampaikan permintaan maaf ibu, gak bisa ikut menjemput.”

“Siap ibu cantik.” Hana meletakkan tangannya di pelipis, layaknya seorang yang sedang melakukan penghormatan.

“Dan satu lagi, kalau sudah ketemu, gak ada peluk-pelukkan, gak ada cium tangan, pokoknya gak ada kontak fisik.” Nur mengangkat tangannya memberi peringatan.

“Itu mah bukan satu bu, tapi tiga.” Hana mengerucutkan bibirnya seolah tidak setuju dengan permintaan ibunya.

“Hana” Nur melotot pada anak semata wayangnya, sedang hana malah tersenyum jahil.

“Iya bu, Iya. Hana pamit dulu. Assalamu’alaykum” Hana mencium punggung tangan ibunya.

Wa’alaikumussalam. Hati-hati Na, jangan ngebut.”

Hana mengangguk. Ia berjalan menuju bagasi dengan tergesa-gesa.

Hana Asyifa Ardi, anak tunggal dari pasangan Nur dan Ardi. Berusia delapan belas tahun dan sedang menempuh pendidikan di sebuah Universitas jurusan sastra. Hana, seorang gadis periang yang memiliki banyak kekurangan. Tak ada yang patut dibanggakan atas dirinya karena sejatinya tuhan menciptakan manusia bukan untuk saling berbangga. Jika tampilan fisik menjadi acuan kebanggaan maka ia akan hilang terkikis oleh usia. Jika pangkat dan jabatan menjadi sumber kebahagiaan lalu apa yang terjadi saat semuanya telah sirna. Hana hanyalah remaja biasa yang menjalani hidup seperti kebanyakan orang pada umumnya.

🌸🌸🌸

Lima belas menit berlalu, Mobil Xenia putih yang Hana kemudikan melaju dengan cepat membelah jalanan ibu Kota. Bisingnya suara keramaian tak sedikitpun mengusiknya yang terlihat sangat bahagia. Ya kini ia sangat bahagia karena sebentar lagi akan bertemu dengan seseorang yang sejak lama ia nanti kehadirannya. Alunan musik Korea silih berganti menemaninya dalam penantian, bahkan iapun ikut bernyanyi dengan fasihnya melantunkan.

Hana berlari memasuki bandara menuju ruang kedatangan. Ia berhenti dibawah papan informasi penerbangan membaca deretan jadwal yang terpampang.

Hana bersungut-sungut tak jelas, disana ia melihat bahwa pesawat yang seharusnya ia tunggu telah tiba pukul 13.35 lalu, itu berarti dirinya terlambat hingga dua puluh menit lamanya. Dengan napas yang terengah-engah ia raih telepon genggamnya lalu menghubungi sesesorang.

“Halo, Lagi dimana? Masih dibandara bukan?” Hana bertanya dengan napas yang masih tersengal.

“...”

“Hmmm, Wa’alaikumussalam warohmatullahi Wabarokatuh. Lagi dimana? Hana baru nyampe bandara” Hana kembali bertanya.

“...”

“Hah sudah pulang? Kok gak nungguin Hana sih?” ekspresi kecewa Hana mulai terlihat.

“...”

HANA (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang