Hana memasuki ruangan tempat dimana semua kudapan lezat kedai ini tercipta. Dapur. Ia melangkah ragu terlebih saat mendapati tatapan dan senyum canggung dari mereka yang tengah bergelut dengan berbagai aktivitas yang berbeda.
"Silahkan masuk mba" sesorang wanita dewasa dengan seragam coklat serta celemek yang melekat dibadan menghampiri Hana.
Hana tersenyum ramah pada wanita yang menurut perkiraannya adalah baker yang dimaksud oleh Fikran.
"Saya Ratih. Mohon maaf tidak hadir saat rapat penyambutan." Ratih menyalami.
"Nggak apa-apa mba. Perkenalkan saya Hana" Hana balas menyalami wanita dihadapannya yang terlihat paling senior diantara pegawai lain.
"Kita mulai membuat cookiesnya?" tanpa basa-basi Ratih langsung menanyakan alasan Hana ada diarea teritorialnya itu.
Hana menganguk, "Boleh mba" ia lalu mengekori langkah Ratih yang berjalan lebih dulu.
Tiga puluh menit berlalu Hana masih bergelut dengan adonan yang ada didepannya. Ia bersikeras ingin diajari membuat cookies dari awal peracikan bahan-bahan. Sulit memang, karena ia sama sekali tidak tahu bagaimana proses pengolahannya. Padahal Nur sering membuat cookies dirumah. Yang ia tahu hanyalah menambahkan toping diatasnya.
"Kau tahu Hana, berita menikahnya Fikran membuat heboh kedai ini, bukan hanya pegawai yang heboh, tapi juga pengunjung tetap yang kebanyakan adalah kaum wanita. Mereka patah hati, kehilangan harapan karena calon suami-able yang sering mereka bicarakan telah menikah." Ratih yang berada disamping Hana kembali bersuara setelah sejak tadi mendikte Hana untuk mencampur bahan-bahan yang tersedia.
Hana tersenyum. Sepopuler itukah Fikran di kedai ini.
"Fikran digandrungi oleh banyak wanita karena perangai baiknya itu. Dia tidak pernah menuntut banyak pada kami. Lihatlah pegawai wanita disini banyak yang mengenakan pakaian syar'i sepertimu. Padahal restoran diluar sana menjadikan wanita berpenampilan menarik sebagai persyaratan utama. Disini berbeda. Bahkan Fikran sering turun tangan membantu kami jika ia tidak sibuk. Kau sungguh beruntung Hana"
Hana masih terseyum memikirkan kalimat terakhir Ratih. Benarkah dia menjadi wanita yang beruntung itu.
"Oke sekarang sentuhan terakhir sebelum di panggang yaitu menghiasnya. Karena saya masih ada pekerjaan lain, saya akan memanggil Sarah untuk membantumu menghias cookies ini"
"Terimakasih banyak mba. Maaf sudah merepotkan" ucap Hana sopan yang dibalas anggukan oleh Ratih.
Beberapa menit setelah kepergian Ratih, seorang gadis mungil berlari kecil menghampiri Hana.
Tak perlu waktu lama, tak perlu percakapan panjang, Hana dan Sarah menjadi dekat. Sesekali tawa mereka terdengar. Hana merasa nyaman bersama Sarah, tidak sungkan terlebih saat Sarah mengatakan bahwa ia baru saja lulus SMA yang berarti jauh lebih muda dari Hana.
"Kak Hana, kakak tau nggak kalau saat ini banyak cewek yang iri sama kakak?"
Hana tersenyum. Ia tahu bahwa percakapan inilah yang sejak tadi ingin Sarah bahas. "Jangan bilang kamu juga salah satu fansnya."
Sarah menyeringai seperti orang yang sedang tertangkap basah.
Setelahnya, mereka berdua kembali terlibat percakapan seru. Bertukar kisah. Saling bersenda gurau hingga tidak menyadari kehadiran seseorang yang sejak tadi berdiri memperhatikan.
Fikran yang sejak tadi diam memperhatikan interaksi dua orang di depannya atau lebih tepatnya memperhatikan isterinya, memilih menghapiri mereka karena ia tahu jika tetap berdiam diri maka kehadirannya tidak akan digubris.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANA (Republish)
SpiritualHana tak punya pilihan untuk menentukan kepada siapa ia akan menjalin bahtera pernikahan. Semuanya telah digariskan. Hana tak pernah tahu nama siapa yang tertulis untuknya di Lauh Mahfuz namun ia tidak pernah menyangka kalau dia lah yang kelak menj...