بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Deng napas yang memburu Hana tiba di depan pintu ruangan ibunya. Ia memutar gagang pintu dan didapatinya Fikran duduk disebuah sofa menggenggam Alquran. Pandangan mereka saling beradu. Beberapa detik kemudian tatapan Fikran beralih pada mushaf yang ada ditangannya. Ia kembali melanjutkan tilawah.
Hana yakin bahwa Fikran marah padanya. Mata sembabnya memandang iba pada sosok wanita yang terbaring lemah diatas brankar. Ia melangkah mendekati ibunya. Air mata kembali menggenang dipelupuknya.
"A... Aida bagaimana keadaan ibu?"
"Mba Hana kemana aja? Kenapa baru nelpon sekarang?"
"Ibu bagaimana?" ucap Hana tak sabaran
"Alhamdulillah tadi sudah ditangani sama dokter. Terakhir Aida lihat bude sedang tertidur"
"Memangnya sekarang kamu ada dimana?"
"Aida sama Aydin lagi dirumah mba, disuruh mas Fikran mengemasi barang-barang keperluan bude selama dirumah sakit."
"Om Fikran?"
"Iya, Alhamdulillah ada mas Fikran. Tadi Aida udah panik banget pas liat bude pingsan diruang menjahitnya. Aida hubungi mba tapi nggak diangkat. Lalu Aydin telpon mas Fikran setelah itu bude langsung dibawa kerumah sakit."
Hana menitikkan air mata. Setelah mendengar penjelas Aida ia bergegas menuju rumah sakit. Ia sangat takut jika terjadi sesuatu pada ibunya. Sekarang disinilah dia berada, tepat disamping ibunya menggenggam erat tangan yang memucat itu. Ia terus menangis menyalahkan dirinya yang tidak bisa melakukan apa-apa saat dibutuhkan.
"Maafkan Hana bu" isaknya menggenggam tangan sang ibu.
"Nggak usah nangis, ibu nggak apa-apa" suara lirih Nur membuat Hana dan Fikran menatapnya.
Air mata Hana mengalir semakin deras mendapati Nur tersenyum tipis padanya, "Ibu kenapa bisa pingsan?"
"Ibu nggak apa-apa Na, ibu cuma kecapaian."
"Maafin Hana ya bu?"
"Nggak usah berlebihan Na, minta maaf segala"
Hana masih terisak, dalam kondisi seperti ini ibunya masih saja bersikap seperti biasa.
"Oh iya Fikran dimana?" tanya Nur menatap Hana
"Fikran disini bu" Fikran bangkit dari duduknya menghampiri Nur.
Nur tersenyum, "Ibu tidurnya kelamaan ya? Kamu sampai belum makan bukan? Hana tolong belikan Fikran makanan kasihan dia seharian jagain ibu" Nur kembali menatap anaknya.
Hana mengangguk pelan.
"Biar Fikran aja bu yang cari makannya, sekalian Fikran mau ke masjid."
"Sudah masuk Isya ya?"
"Iya bu. Fikran pamit dulu ya. Assalamu'alaykum" Fikran berlalu tanpa menatap Hana yang terus menunduk.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab Nur dan Hana bersamaan
Keesokan harinya dokter mengizinkan Nur untuk kembali kerumah. Tak ada penyakit serius yang dideritanya. Dokter hanya menyarankan untuk banyak istirahat dan tidak begadang.
Hana baru saja keluar dari kamar ibunya. Setelah meminum obat ibunya itu langsung tertidur. Hana melangkah menuju kamarnya. Ia ingin menghampiri Fikran untuk meminta maaf dan berterimakasih karena sudah merawat ibunya. Sesampainya dikamar, ia melihat Fikran tengah fokus menatap layar laptopnya. Selalu saja ada yang dikerjakannya, tidak bisakah dia beristirahat sejenak, batin Hana.

KAMU SEDANG MEMBACA
HANA (Republish)
SpiritualHana tak punya pilihan untuk menentukan kepada siapa ia akan menjalin bahtera pernikahan. Semuanya telah digariskan. Hana tak pernah tahu nama siapa yang tertulis untuknya di Lauh Mahfuz namun ia tidak pernah menyangka kalau dia lah yang kelak menj...