7.

3.5K 182 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Jika kau ingin berlari lantaran putus asa akan sesak yang menimpa, maka berlarilah sejauh yang engkau bisa. Namun jangan lupa untuk kembali, menghadapinya, mencari solusinya. Karena sesal akan selalu hadir disaat kau tak mampu berbuat apa-apa.

🌸 🌸 🌸

Republish 5.01.22

Hana berjalan menuju lemari yang berjajar di sudut ruangan. Ditatapnya pantulan dirinya dari balik kaca. Hana terlonjak kaget karena hampir tak mengenali dirinya sendiri. Mata yang sembab, kantong mata yang menghitam, hidung yang memerah, bintik-bintik jerawat yang mulai tumbuh bertebaran disembarang tempat, belum lagi rambut yang acak-acakan. Hana menutup wajahnya dengan kedua tangan. Isaknya kembali terdengar. Ya Allah maaf kan Hana, ampuni Hana karena telah zalim pada diri sendiri, gumam Hana di sela isaknya.

Wajah sendu ibu muncul dalam benak Hana. Apa yang dia lakukan selama seminggu ini? Ia bersikap seolah dirinyalah orang yang sangat terpukul atas kepergian ayah, namun nyatanya ibulah yang paling terpukul dan terpuruk. Ibulah yang telah menemani ayah selama 23 tahun lamanya, ibu yang mendampingi ayah dari nol hingga seperti sekarang ini. Tapi apa yang ibu lakukan selama seminggu ini berbanding terbalik dengan perilakunya. Ibu berusaha untuk tegar melepas kepergian ayah.

Ibu berusaha mengikhlaskan suami tercinta pergi menghadap sang pencipta. Sungguh tidak pantas jika Hana membandingkan kesedihannya dengan apa yang ibu rasaakan. Karena ia pun tahu bahwa sebenarnya ibu merindukan ayah. Beberapa hari ini Hana mendapati ibunya menangis dikeheningan malam. Terisak diantara doa-doa yang ia utarakan pada Allah SWT. Oleh karena itu, Hana memutuskan untuk tidak larut dalam kesedehinnya terlebih saat mendengar perkataan ibu mengenai sebuah hadist yang mengatakan bahwa selain isteri, masa berkabung bagi seseorang yang ditinggal mati oleh sanak keluarga adalah tiga hari lamanya.

Hana berjalan menuju meja balajar, ia raih handphone yang selama seminggu ini tidak ia sentuh. Hana menekan tombol power, beberapa detik kemudian ratusan notifikasi masuk dari akun sosial medianya, ada puluhan pesan dan panggilan tak terjawab yang tertera dilayar handphonenya.
Sebagian pesan yang ia terima berisi ucapan bela sungkawa dari orang-orang yang mengenal ia dan keluarganya.

Hana tersenyum ketika melihat nama zahra muncul dibarisan pesan masuk pada aplikasi whatsapp miliknya. Zahra tidak hanya rajin berkunjung kerumahnya tetapi juga rajin mengiriminya pesan. Hana membuka pesan dari sahabatnya itu, yang isinya menanyakan kondisi Hana dan kapan ia akan masuk kuliah karena tugas-tugas telah menumpuk.

Pesan kedua yang hana buka adalah pesan dari Farah. Farah mengirimkan pesan-pesan yang menenangkan. Mengirim kisah-kisah para sahabat yang mendapat ujian berat. Salah satu kisah yang membuatnya bergetar adalah kisah tabahnya seorang wanita shalihah.

Mba Farah:
Al-Mada’ini menceritakan,
“Di daerah pedalaman saya pernah melihat seorang perempuan yang saya belum pernah melihat seorang pun yang lebih bersih kulitnya dan lebih cantik wajahnya daripada dirinya. Lalu saya berkata, “Demi Allah, kesempurnaan dan kebahagiaan berpihak kepadamu.” Lantas perempuan tersebut berkata, “Tidak. Demi Allah, sesungguhnya saya banyak dikelilingi oleh duka cita dan kesedihan. Saya akan bercerita kepadamu. Dulu saya mempunyai seorang suami. Dari suami saya tersebut saya mempunyai dua orang anak. Suatu ketika ayah kedua anak saya ini sedang menyembelih kambing pada hari raya Idul Adha. Sedangkan anak-anak sedang bermain.” Lantas anak yang lebih besar berkata kepada adiknya, “Apakah kamu ingin saya beritahu bagaimana cara ayah menyembelih kambing?” Adiknya menjawab, “Ya.” Lalu si kakak menyembelih adiknya. Ketika si kakak ini melihat darah, maka ia menjadi cemas, lalu ia melarikan diri ke arah gunung. Tiba-tiba ia dimangsa oleh serigala. Kemudian ayahnya keluar untuk mencari anaknya, ternyata ia tersesat di jalan sehingga ia mati kehausan. Akhirnya saya pun hidup sebatang kara.” Lantas saya bertanya kepadanya, “Bagaimana engkau bisa sabar?” Ia menjawab, “Apabila peristiwa tersebut terus-menerus menimpa saya, pasti saya masih merasakannya. Namun, hal itu saya anggap hanya sebuah luka, hingga akhirnya ia pun sembuh.”

HANA (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang