31.

3.1K 154 9
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Benarlah cinta itu anugerah namun ia akan menjadi musibah ketika kita tak mampu menempatkannya di jalur yang semestinya

***

"Assalamu'alaikum" ucap Hana memberi salam.

"Wa'alaikumussalam." pria yang sejak tadi duduk seorang diri dibangku panjang, membalikkan badan.

"Maaf telat mas"

"Nggak apa-apa"

Hana duduk di ujung kursi menciptakan jarak diantara mereka.

"Terimakasih sudah mau datang."

Hana mengangguk

"Maafkan saya." ucapnya pelan.

Hana diam mendengarkan.

"Rasanya senang sekali bisa bertemu kamu lagi. Saya bersyukur karena Allah kembali mempertemukan kita." Bian menarik napas dalam, menatap Hana. "Mau kah kamu merajut kembali hubungan kita yang lalu?"

Nafas Hana tertahan. Gemuruh didadanya bergjolak. Nyatakah yang ia dengar ini? Ya Allah aku harus bagaimana? Batin Hana.

"Hana, tolong jawab saya." Bian menatap khawatir, tak ingin mendengar penolakan.

"Ha.. Hana sudah me,,, nikah mas" ucapnya bersusah payah.

Bian tertawa mendengar perkataan Hana, "Jangan bercanda Hana, jika ingin menolak saya, gunakan cara lain."

Lama Hana terdiam. Mencari cara lain untuk meyakinkan Bian atau mungkin untuk tidak menyakitinya. "Maaf mas. Hana memang sudah menikah. Hana tidak berbohong atau bercanda."

Hening, tak ada tanggapan.

Hana yang sejak tadi hanya menunduk, memberanikan diri untuk memandang Bian, ingin memastikan bagaimana ekspresi lelaki itu mendengar kalimatnya. Tatapannya terarah pada kursi disebelahnya. Kosong. Tidak ada Bian disana. Segera Hana mengedarkan pandangan mencari kemana Bian yang tadi duduk dikursi itu.

Jauh didepan sana, matanya menangkap sosok Bian yang berlari. Menghampiri seorang anak kecil yang jatuh terjerembab. Melihat pemandangan itu, Hana pun bangkit dari tempat duduknya. Berlari menghampiri mereka.

"Hei jagoan jangan menangis. Mana yang sakit?" Bian bertanya lembut pada anak laki-laki yang tejatuh tadi.

Anak yang berusia sekitar lima tahun itu terisak, menujukkan lututnya yang tergores.

Bian menyapu dan meniupi lutut anak itu, membersihkannya dari serpihan debu. Setelahnya iya merogoh tasnya mengambil sebuah plaster luka yang ditempelkan ke lutut untuk menutupi luka goresan.

Semua perilaku Bian tak luput dari perhatian Hana yang ikut berjongkok disampingnya.

"Sudah selesai. Lain kali jangan lari-lari lagi ya" Bian menyapu lembut kepala anak itu yang dibalas dengan anggukan.

"Ayah, ibunya dimana dek?" tanya Hana yang sejak tadi diam memperhatikan.

"Disana kak" anak itu menunjuk kumpulan orang dewasa yang asik berbincang.

"Kakak antar kesana ya." Bian mengangkat tubuh anak itu. Menggendongnya.

"Hana, tolong bawakan mainannya yah." pinta Bian pada Hana.

Hana mengangguk. Ingatannya tertuju pada Fikran yang menggendongnya persis seperti Bian menggendong anak itu.

***

HANA (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang