29.

3K 163 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

***

"Assalamu'alaikum" suara bariton Fikran menghentikan tawa mereka.

"Wa'alaikumussalam warohmatullhi wabarokatuh" jawab Hana dan Farah bersamaan.

"Kapan datang Far?" tanya Fikran saat mendapati Farah dan Hana duduk bersandar di dinding.

"Beberapa menit yang lalu."

Fikran mengangguk. Ia lalu mendudukkan tubuhnya disamping Hana. Mengeluarkan sesuatu dari dalam plastik yang ia bawa.

"Orang tuamu apa kabar?" tanya Fikran lagi. Ia sudah memegang sebuah kotak kecil yang ternyata isinya adalah salep. "Maaf" ucapnya menatap Hana. Perlahan ia menarik gamis Hana hingga memar di kakinya terlihat.

Sontak Hana bereaksi. Menahan gamisnya lantaran merasa malu. Apalagi disampingnya ada Farah. Namun Hana kalah tenaga, cengkraman Fikran terlalu kuat untuk ia gagalkan. Akhirnya ia pasrah melihat Fikran mengoleskan salep itu dikakinya.

Farah ikut meringis melihat memar tepat di tulang betis Hana, "Mereka baik, Alhamdulillah. Mendadak mereka harus keluar kota, jadilah aku datang kesini. Karena kalau aku minta Hana untuk menemani, kamu pasti nggak setuju." ucap Farah menjawab pertanyaan Fikran. Matanya masih fokus memperhatikan.

"Kok nggak bilang mau kesini?" tanya Fikran tanpa mengalihkan pandangannya dari memar Hana yang tengah ia olesi salep.

"Kok pertanyaan kalian sama sih? Aku ganggu ya datang kesini?" ucap Farah dengan suara rendah.

Hana menggeleng cepat, "Ngomong apa sih mba, mba sama sekali nggak mengganggu kok." ia menatap Farah dalam, takut jika Farah merasa asing berada diantara mereka.

Sebuah bantal melayang mengenai wajah Farah. Fikran baru saja melemparnya, "Jangan su'udzon. Kalau aku tahu kamu mau kesini, aku yang jemput. Jangan jalan sendiri kalau malam-malam begini." Fikran menatap Farah saat menyelesaikan olesan terakhirnya di kaki Hana.

Farah diam, begitupun Hana. Satu hal yang Hana ketahui bahwa Fikran adalah orang yang sangat perhatian.

"Ingat Far, jangan suka jalan malam sendiri. Kalau penting, hubungi aku atau Hana untuk menemanimu." tegas Fikran.

Farah diam menunduk. Hana memperhatikan mereka bergantian. Baru kali ini ia melihat interaksi antara kakak-beradik itu. Fikran yang dengan tegas menasihati dan Farah benar-benar menjadi sosok adik yang penurut. Bibir Hana sedikit tertarik membentuk sebuah lengkungan.

"Bagaimana dengan penelitianmu?" tanya fikran kemudian.

Farah mengangkat wajah, rona bahagia terlihat jelas diwajahnya, "Nah, iya salah satu keperluakanku kesini mau meminta bantuanmu, aku kesulitan dalam pengolahan datanya dan masih ada kekeliriuan di teori, kamu punya banyak referensi kan Fik? Bantu aku ya." ucap Farah memelas.

Fikran beranjak, duduk disamping Farah, mengambil laptop yang tergeletak dilantai. Memulai pencarian. Tak berapa lama kemudian meraka hanyut dalam diskusi panjang. Fikran menjelaskan proses-proses pengolahan data penelitian dan menunjukkan banyak referensi yang harus Farah baca. Farah pun lebih banyak bertanya perihal-perihal yang tidak ia mengerti pada Fikran.

Disamping mereka, ada Hana yang merasa terasingkan. Ia merasa menjadi orang lain diantara mereka berdua. Tidak di hiraukan lantaran terlalu fokus pada bahan diskusi mereka. Sebersit rasa iri muncul dalam sanubarinya, ia iri pada Farah yang bisa dengan mudahnya belajar pada Fikran. Sementara dirinya selama ini selalu mengerjakan tugas-tugasnya sendiri, Fikran tak pernah menawarkan diri untuk membantu.

Dengan kesal Hana mengklik sembarang konten youtube yang sejak tadi ia tonton namun sama sekali tidak ia perhatikan. Sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya. Ia ingin mengikuti perilaku youtubers yang belakang ini sedang trend, yaitu membuat prank.

Hana berpikir untuk memanfaatkan sakitnya kali ini. Ia akan berjalan lalu pura-pura terjatuh. Otomatis Farah dan Fikran akan memperhatikannya. Setelah mereka khawatir barulah ia berteriak bahwa itu semua adalah prank. Hana tersenyum memikirkan ide sederhana yang coba ia buat. Ia lalu menarik napas dalam mencoba melancarkan rencana.

"Mba Farah, Om. Hana ke kamar duluan ya." ucap Hana yang sudah bangkit berdiri.

Fikran mengangguk.

"Kamu sudah mau tidur Han?" Farah bertanya.

"Iya mba, maaf ya mba nggak bisa nemenin begadang." balasnya memasang wajah sedih.

"Iya Han, nggak apa-apa. Maaf ya mba kesini cuma ngerepotin kamu".

"Sama sekali nggak merepotkan mba" ucap Hana tulus, setelahnya ia melangkah menuju kamar.

Saat mendekati pintu kamar, Hana menjatuhkan diri diatas lantai, "Aduh,,, aduuh,, sakit" teriak Hana histeris.

Sontak membuat Fikran dan Farah bergegas menghapiri.

"Kenapa bisa jatuh Hana?" Farah yang panik langsung bertanya.

Hana tersenyum, rencananya berhasil. Farah dan Fikran langsung menghampirinya dengan raut khawatir. Baru saja Hana hendak berteriak 'prank', Fikran sudah lebih dulu menggendongnya. Membuat Hana panik bukan kepalang. Tentu ia malu jika harus digendong seperti itu di depan Farah. Digendong ala bridal style, dua kali dalam semalam. Tidak, ini bukan bagian dari rencanya. Hana meronta, meminta untuk diturunkan namun tangan kekar milik Fikran tak ingin melepasnya.

Masih dengan raut khawatir Fikran menggendong Hana menuju kamar tanpa mengucap sepatah kata pun. Ia meletakkan Hana diatas ranjang, "Tidurlah."

Hanya kata itu yang Fikran ucapkan namun berhasil membuat Hana mengangguk patuh. Suara serta raut tegas Fikran membuatnya tidak berani membantah.

Fikran keluar dari kamar diikuti oleh Farah yang sejak tadi diam memperhatikan mereka berdua.

Selang beberapa menit kemudian, dari luar kembali terdengar suara Fikran dan Farah yang berdiskusi panjang lebar. Hana masih terjaga, ia tak mungkin tidur dengan mudah setelah apa yang terjadi padanya seharian ini. Benar-benar menguras pikiran. Sayup-sayup ia mendengar percakapan dari luar yang entah membahas teori apa atau siapa pakar yang tengah mereka bincangkan. Hana tak ingin mengambil pusing permasalahan mereka berdua karena dengan masalahnya sendiri pun ia masih terlalu pusing.

"Kamu nggak ngantuk Far?"

"Nggak, aku sudah biasa begadang, atau mungkin aku sudah terserang insomnia belakangan ini."

"Jangan terlalu diporsir. Kamu cewek nggak baik kalau begadang terus-menerus."

"Ya Allah Fik, bukan cewek aja kali, yang namanya begadang itu, nggak baik untuk cowok ataupun cewek.

"Nah itu tau, tidur sana, nggak usah begadang."

"Tanggung Fik, bentar lagi."

"Aku bilang tidur Far, liat itu bawah matamu sudah hitam ngalahin pantat panci."

Farah melempar Fikran dengan bantal yang dipeluknya. Mendengus kesal, "Kalau aku tidur, yang ngerjain tugasku siapa? Kamu?"

"Ya kamu sendirilah itukan tugasmu, masa aku yang ngerjain."

Farah diam memanyunkan bibir, "Oh iya Fik aku tidur dimana? Diruang tamu ini.?"

"Kamu dikamar bareng Hana, biar aku yang tidur disini."

"Alhamdulillah" ucap Farah tersenyum bahagia. "Yasudah kalau gitu aku istirahat duluan ya. Sekalian pinjam isterimu untuk dijadikan guling." goda Farah kemudian.

"Jangan. Enak aja. Aku yang jadi suaminya a..." Fikran mengentikan ucapannya.

Farah terkekeh, "Nasib pengantin baru" ia melangkah memasuki kamar diamana Hana masih terjaga dan mendengar percakapan mereka.

***

30 Jumadil awal 1440 H

05 Februari 2019 M

HANA (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang