بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka”
(HR Abu Dawud, hasan)🌸 🌸 🌸
"Heran deh, kalau hari minggu gini pasti gak ada channel yang bagus.” Nur memandang layar televisi dengan kesal, berkali-kali ia mengganti channel namun yang ditemukan hanyalah tanyangan yang tidak berfaedah.
“Coba ganti nomor 20 mba.” ucap Fikran menyarankan.
Fikran memutuskan untuk menghabiskan waktu liburnya di kediaman keluarga Ardi. Ia ingin memanfaatkan weekend kali ini untuk mengistirahatkan diri dari kesibukan kampus. Kini ia tengah duduk santai diruang tamu, menonton televisi yang ditemani oleh Nur dan Hana yang asik memainkan telepon genggamnya.
Nur memperbaiki posisi duduknya setelah menekan tombol 20. Matanya fokus menatap layar televisi yang menampilkan ceramah agama oleh seorang ulama besar, Ustadz Abdul Somad Lc, Ma.
Fikran pun ikut menyimak. Sesekali tawa Fikran dan Nur terdengar tatkala melihat UAS berdakwah dengan gaya bicaranya yang khas.
“Hana berisik, kecilin suara handphonenya.” tegur Fikran pada Hana yang sejak tadi berbaring di atas sofa panjang. Asik berselancar di dunia maya.
Hana tak berkomentar. Tak juga mengurangi volume handphonenya. Ia hanyut dalam video yang ia tonton.
“Lagian ngapain sih Na nontonin orang Korea terus, sama sekali gak ada faedahnya. Mending kamu dengerin ceramah ini bisa dapat pahala.” Nur menimpali.
“Dengerin tuh” Fikran melempar bantal ke wajah Hana.
Hana bersungut-sungut kesal. Balas melempari Fikran dengan bantal yang ada didekatnya.
Setelah mendapat teguran dari Nur, Hana men-scroll layar handphonenya. Hingga video boyband Korea yang tadi ia lihat berganti dengan gambar yang lain.
“Om kenal sama mba ini gak?” Hana menyodorkan handphonenya pada Fikran.
“Gak kenal” Fikran menatap layar itu sekilas.
“Ih om Fikran, coba deh perhatikan baik-baik fotonya.” Hana menyodorkan ponselnya dengan kesal.
“Om benaran gak kenal. Om cuma tahu kalau dia itu asistennya Prof. Bayu.” ucap Fikran tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar televisi.
“Lah itu kenal.” protes Hana.
“Kenal dan cuma tahu itu adalah dua hal yang berbeda Honey.”
“Iya deh terserah om aja. Liatin deh om gayanya berlebihan bangetkan. Gak mencerminkan usia dan profesinya sebagai asisten dosen.” Hana menatap foto yang muncul di beranda instagramnya.
“Lalu kenapa kamu like postingannya.”
“Memangnya kenapa, gak ada salahnya kan. Toh cuma like aja.”
“Hati-hati terhadap like atau comment yang kamu anggap biasa itu, bisa saja karena like darimu itu menjerumuskan orang kedalam jurang dosa.”
“Maksudnya?” kedua alis Hana saling bertautan mendengar ucapan Fikran.
“Yah contohnya seperti apa yang kamu lakukan barusan. Kamu menilai buruk postingan orang tadi tapi kamu malah memberikan dia satu like. Apakah dia tau kamu gak suka dengan apa yang dia posting? Pasti gak kan. Yang dia tahu kamu menyukai postingan itu. Sehingga karena like tersebut dia semakin tertarik untuk terus-terusan mengekspos apa yang dia mau. Kalau yang diekspose itu hal positif sih gak apa-apa tapi kalau yang dia ekspos itu hal yang negatif gimana? Apa kamu gak takut kalau misalkan karena ulahmu itu bisa saja menjadi jembatan dari fitnah dan dosa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
HANA (Republish)
SpiritualHana tak punya pilihan untuk menentukan kepada siapa ia akan menjalin bahtera pernikahan. Semuanya telah digariskan. Hana tak pernah tahu nama siapa yang tertulis untuknya di Lauh Mahfuz namun ia tidak pernah menyangka kalau dia lah yang kelak menj...