2 + 1 = 21 | kecowa

5.7K 672 63
                                    

Sejak semalam sampai sekarang ini gue masih membungkam mulut, gue gak bicara apa-apa sama bang Seongwoo, males.

Bahkan pas sarapan tadi pagi, dia masih meminta maaf sama gue, tapi gue tetap keukeh gak mau bicara. Hell shit, bayangkan alasan dia meninggalkan gue itu hanya karena terlalu senang ingin bertemu Arin?

Ck, gue kekanakan banget ya? Peduli setan deh.

Soal Arin, ternyata firasat gue benar soal perempuan itu. Dia bagaikan titisan setan bagi gue, kalau didepan abang-abang yang lain dia baik, giliran saat cuma berdua dengan gue, dia mulai menunjukkan sifat aslinya yang egois.

Gue itu tipe orang yang gak suka kalau barang-barang gue disentuh orang lain, tapi tadi dengan gak tau dirinya Arin masuk kedalam kamar gue tanpa mengetuk pintu, dia mengambil beberapa potong baju gue dengan alasan meminjam. Tolong garis bawahi kata mengambil, soalnya dia gak izin atau apa pun.

Ok gue tau itu masalah sepele, cuma baju kan bagi kalian? Tapi nggak bagi gue. Untuk kali ini gue sabar, siangnya gue milih menghubungi bang Yoongi untuk menemani gue jalan-jalan keluar.

Gue bisa stress kalau dirumah berdua sama perempuan uler itu. Abang-abang tiri gue yang lain sedang sibuk sama urusan mereka masing-masing.

Sekarang gue lagi berjalan-jalan santai ditepian sungai Han bersama bang Yoongi, tangan kanan gue mengenggam permen apel yang gue bawa dari rumah, sedangkan tangan kiri gue digenggam erat oleh bang yoongi.

"Masih badmood?" tanya bang Yoongi tiba-tiba memecahkan lamunan gue.

"Udah agak mendingan... "

"Udah sore, mau pulang?"

Langkah kaki gue terhenti, gue menatap nanar hamparan langit yang mulai berubah menjadi orange. Ah waktu berjalan terlalu cepat, gue malas harus pulang kerumah.

"Anterin kerumah hani aja, ya? Gue lagi gak mau pulang kerumah," pinta gue penuh harap, mata gue menatap langsung manik hitam milik bang Yoongi, berharap dia luluh dan menuruti kemauan gue.

Bang Yoongi membalas tatapan gue tatapan datar tanpa emosinya, dia menelisik gue lewat mata.

"Ada masalah apa lagi?" tanya bang Yoongi setelah beberapa detik diam menatap gue.

Ah... Gue emang gak bisa nutupin sesuatu dari bang Yoongi. Gue menceritakan masalah semalam secara singkat kepada bang Yoongi. setelah selesai mendengarkan masalah gue, bang Yoongi menghela nafas pelan lalu mengusak rambut gue.

"Kalau ada masalah itu dihadapin, jangan kabur. Adek gue bukan pengecut."

Perkataan bang Yoongi menusuk tepat di sasaran. gue meringis lalu masih mencoba merayu dia, tangan gue mencengkram ujung jaket bang Yoong, menatapnya dengan tatapan memelas.

Lagi-lagi bang Yoongi menghela nafas, jemarinya meremas tangan gue yang ada digenggamannya. "Hadapin dulu. kalau ada apa-apa gue yang maju paling depan buat ngelindungin lo. Ngerti?"

"Iya..."

-


Dengan langkah gontai gue melangkah masuk kedalam rumah. kondisi rumah masib sepi, abang-abang gue yang lain pasti akan pulang bersamaan nanti.

di ruang keluarga gue melihat Arin sedang tiduran diatas sofa, ruang keluarga menjadi sangat berantakan, seingat gue sebelum pergi kondisi ruang keluarga gak seberantakan ini. Sampah makanan ringan berserakan, botol minuman ringan tergelatak diatas meja, komik-komik bertebaran dilantai.

Pelakunya siapa lagi kalau bukan Arin?

"Apa salahnya sih buang sampah pada tempatnya?" ketus gue pada Arin sembari melipat kedua tangan gue didepan dada.

Arin melirik gue malas. "Kalau lo risih, tinggal lo ambil dan buang sendiri."

"Nandato?" tanya gue dengan tatapan tidak percaya. Dan setelah gue perhatikan, komik yang bertebaran diatas lantai adalah komik milik gue.

Sialan, gue makin emosi saat sadar kalau sejak tadi Arin memainkan
konsol game milik gue. Tanpa banyak bicara gue merebut konsol game milik gue.

"Ini milik gue, jangan lancang memainkannya tanpa izin. Beresin semua sampah lo ini!" kesal gue.

Arin berdiri, dia membalas gue dengan tatapan kesal, lalu dengan kasarnya dia merebut kembali konsol game gue.

"Lo gak suka? Asal lo tau, barang yang udah berada ditangan gue itu artinya milik gue," ucap Arin dengan nada angkuh.

Gue menggeram marah, kembali ingin mengambil konsol game gue, namun Arin berkelit, dan mau gak mau gue berebut dengan perempuan menyebalkan ini.

"Kore wa boku nodesu yo, kaeshite!"

"Apasih lo?! Ngomong itu pakai bahasa yang benar, tolol!" Arin melempar konsol game gue kelantai sampai menimbulkan bunyi yang cukup keras, dari sini dapat gue liat layar konsol game pecah.

Arin semakin bertindak kurang ajar, tubuhnya yang lebih besar dari tubuh gue membuat dia lebih leluasa melakukan kekerasan terhadap gue. rasa perih mulai merambat dileher gue saat Arin mencakarnya, kesal dengan perlakuan kasar Arin, gue mendorongnya cukup keras hingga dia jatuh.

"Lo--

"Arin!"

Gue menoleh dan langsung mendapati Guanlin yang kini sedangkan berlari menghampiri Arin, dibelakangnya Guanlin sudah ramai berkumpul para abang-abang tiri gue yang lain.

"Chiyorie! Apa yang lo lakuin?! Jangan main kasar!" bentak Guanlin.

"Dek, kalau ada masalah gak gini caranya!" sambar bang Woojin.

"Gue gak suka ya kalau cewek main kasar kaya lo, dek," ucap bang Jinyoung dengan tatapan merendahkan ke arah gue.

Oh god, apalagi ini. Kedua mata gue memanas, "lo semua nyalahin gue?" tanya gue dengan suara bergetar.

"Siapa lagi yang harus disalahin? Jelas-jelas lo ngedorong Arin!" sentak bang Seongwoo.

"Guys, tenang. Kita bicarain baik-baik..." lerai bang jisung.

"Apa lagi yang mau dibicarin? Chiyorie, cepat minta maaf sama Arin," perintah bang Jihoon dengan nada yang tinggi.

Gue meremas baju gue, gue memandang mereka semua kecewa. "Dia duluan yang mulai, memakai barang gue seenaknya tanpa izin! Bahkan dia merusak barang gue! Konsol game itu pemberian dari orang lain, tapi dia malah merusaknya gitu aja!" jelas gue dengan air mata yang mulai turun, bulir demi bulir air mata gue seka dengan kasar.

Hening.

Gue mulai terisak pelan, dan gue kembali melanjutkan kalimat gue. "Dia banting barang gue sampai pecah, hiks! Dia duluan yang mulai tapi malah gue yang disalahin, gue--

"Berisik!"

Gue tersentak saat guanlin berteriak memotong ucapan gue, perlahan gue menatap Guanlin dengan tatapan kecewa.

"Itu cuma hal sepele tapi lo sampai bersikap kasar begini? Lo itu cuma orang asing tapi bertindak seolah-olah keluarga kita disini! Jadi berhenti bicara omong kosong dan cepat minta maaf sama Arin!" ucap Guanlin.

"Guanlin!" tegur beberapa orang yang merasa ucapan Guanlin udah kelewatan.

Air mata gue semakin turun dengan deras, hati gue mencelos. Perkataan Guanlin menusuk tepat ke ulu hati sampai membuat gue sesak.

Kepala gue tertunduk, "fine... Gue emang orang asing yang seharusnya gak ada disini," ucap gue nanar.

Tanpa mau melihat wajah orang-orang disana, gue berlari mengambil kunci mobil milik gue lalu pergi keluar dari rumah.

"Chiyorie!"


Tbc

Brothers Conflict [Wanna One] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang