3 + 7 = 37 | yehe

5K 571 18
                                    

Plan A : kasih satu bogeman di titik terlarang, terus lari secepat-cepatnya.

Plan B : lawan mereka semua satu persatu.

Plan C : pura-pura kesurupan.

Plan D : jadi orang gila.

GYAAAH! RENCANA C DAN D TERLALU MUSTAHIL, FAAAK! Ayo tenang Chiyorie, dari seluruh rencana diatas, rencana A memiliki peluang sekitar 80%, jadi mari kita coba.

Gue melirik paper bag yang gue genggam, ini bisa menghambat pergerakan gue kalau gue nekat lari membawa ini. Sial, harusnya gue gak beli barang sebanyak ini.

Gue melemaskan tubuh gue, mencoba rileks sembari mempersiapkan ancang-ancang. Gue menelisik ketujuh laki-laki yang mengelilingi gue dengan hati-hati. Pilih satu orang untuk dilemahkan lalu lari secepat yang gue bisa.

Ok maaf Bang Jihoon, uang lo kebuang sia-sia. Gue melempar paper bag yang sejak tadi gue bawa ke wajah laki-laki yang tadi mencengkram rahang gue. Saat fokus teralihkan ke dia, gue memutar haluan dan memusatkan target ke laki-laki berambut ikal dengan tubuh paling kurus diantara yang lainnya.

"Oh fvck you, bastard!" Maki gue sebelum melayangkan satu tendangan kuat ke area vitalnya. Otong.

"Argh! Anjing!" Laki-laki itu jatuh meringkuk diatas tanah sembari memegang jagoannya. Celahnya terbuka, gue langsung berlari tanpa menoleh kebelakang, gue berlari dengan cepat.

"Woi dia kabur! Cepat kejar!"

"Bangsat! Jangan biarin dia lolos!"

"Dasar cewek murahan! Pelacur tengik! Kejar dia!"

"Uwaaah babi!" Gue mengumpat pelan saat  sekumpulan laki-laki itu mengerjar gue. Adrenalin gue semakin terpacu sehingga tanpa sadar gue berlari semakin cepat. Biar begitu, gue mulai merasa paru-paru gue tercekik, nafas gue serasa mau hahis. Gue menoleh kebelakang, laki-laki gak ada otak itu masih mengejar gue.

Gue hampir hopeless, saat kaki gue sendiri mulai berdenyut sakit. Sampai tiba-tiba ada yang menarik gue dengan kencang masuk kedalam celah sempit yang berada dipertokoan. Atau bisa dibilang gang sempit yang minim cahaya.

Saking paniknya, gue sampai berpikir mau menjual jiwa gue ke iblis buat minta tolong selamatin gue. Gue memberontak, mulut gue juga memekik saat ada tangan yang melingkar dipundak gue.

"Kyaaaa--- mmpffftt!"

"Ssttt diam."

Gue berhenti memberontak, suara orang ini terdengar familiar. Gue mengadah ke atas untuk melihat sosok orang yang menarik gue ini. Cahaya yang remang-remang membuat gue harus melihatnya lamat-lamat.

"Seharusnya anak kecil dirumah aja," gumamnya pelan seraya menunduk. Karena jarak yang begitu dekat, poni orang itu sampai menyapu dahi gue. Aroma musk yang khas langsung menyapu indra penciuman gue, perasaan gue seketika tenang.

Refleks, gue menghela nafas lega. Tiba-tiba aja kaki gue terasa lemas. Gue terduduk diatas tanah sembari mengusap keringat yang masih membanjiri dahi gue. Gue lega banget.

"Kami-sama. Makasih banget Din, ini ketiga kalinya lo selamatin gue," bisik gue penuh rasa syukur.

"Sam. Udah berapa kali gue bilang, panggil gw Sam," ucapnya datar tanpa intonasi. Sam mengulurkan tangan nya, "Bangun, jangan duduk dibawah. Kotor."

Dengan tangan yang gemetar, gue meraih uluran tangan Sam. Gue sering dalam kondisi yang membahayakan, ini juga bukan pertama kalinya gue kaya gini. Tapi entah kenapa kali ini gue benar-benar ngerasa takut sampai seluruh tubuh gue bergetar.

"Lo udah aman, ada gue disini," bisik Sam lembut, lengannya kini merangkul pundak gue dengan hati-hati, dia membantu gue berdiri dengan benar.

"Kenapa lo selalu ada disaat gue susah begini sih?" Tanya gue penasaran. Sam menuntun gue berjalan saat dirasa udah gak ada lagi yang mengejar gue.

"Entah. Mungkin takdir," jawabnya cuek. Gue mendengus mendengar balasan Sam yang terkesan gombal. Tapi biar gitu, gue banar-benar bersyukur ketemu sama keberadaan Sam saat ini, kalau gak ada dia gue gak tau kedepannya gimana.

Mungkin gue harus kasih sesuatu ke dia nanti sebagai balas budi.

Sam meremas pundak gue lembut, dia menegur gue, "Jangan melamun. Gue anterin pulang, ya."

"Ah gue kesini sama Abang gue..."

"Ok. Gue anter sampai ketemu sama Abang lo," Sam melepas rangkulannya, sekarang dia meraih tangan gue. Gue berjengit kaget saat merasakan tangan Sam yang hangat menggenggam tangan gue.

Dan setiap kali gue bersentuhan sama Sam, jantung gue berdetak 2 kali lebih cepat. Ah jangan bilang---

"Dimana?"

Gue tersentak, lagi-lagi Sam memecahkan lamunan gue.

"Hah?"

Sam berdecak gemas, "Abang lo dimana?"

Ah gue segera menunjuk ke arah tempat gue berlari tadi, Sam diam tapi dia tetap menggenggam tangan gue lalu menarik gue pelan menelusuri jalanan yang sepi ini. Saat berdua sama Sam gini, gue merasa aman, apa ini karena dia selalu nolong gue ya? Gue menunduk menatap tangan gue yang bertautan dengan tangan Sam yang ukurannya lebih besar dari jari gue.

"Itu Abang lo?"

Gue mengikuti pandangan Sam, ada Bang Jihoon yang sedang berjalan menghampiri gue. Wajahnya terlihat khawatir banget.

"Ya ampun, dek! Gue pikir lo diculik orang! Waktu gue balik kesini gue cuma liat paper bag lo berantakan di jalan! Gue nyaris telepon Polisi saking paniknya!'" Bang jihoon panik, dia segera menarik gue masuk kedalam pelukannya, genggaman tangan Sam pun terlepas.

Gue menghela nafas, tangan gue menepuk-nepuk punggung Bang Jihoon untuk menenangkan dia. Ck, harusnya kan gue yang di tenangin, kenapa malah gue yang nenangin Bang Jihoon?

"Kalau bisa, jangan suka tinggalin anak kecil sendirian malam-malam gini," celetuk Sam santai.

Bang Jihoon baru menyadari kehadiran Sam, perlahan Bang Jihoon melepaskan pelukannya lalu menatap Sam penuh tanda tanya.

"Lo siapa?" Tanya Bang Jihoon dengan alis bertautan. Eh? Bukannya Bang Jihoon udah pernah ketemu Sam ya. Kok lupa?

Seketika gue merasakan firasat buruk saat melihat Sam yang tersenyum manis sampai kedua matanya menyipit.

"Gue jodo---

"GYAAAAA! BUKAN! DIA CUMA TEMEN!"

-

"Gue suka sama Chiyorie," Guanlin mengakui perasaannya didepan para saudaranya.

Sembari menunggu Chiyorie sama Jihoon pulang, mereka yang ada dirumah membuat Barbeque Party sederhana dihalaman belakang rumah. Saat mereka semua mendengar pengakuan Guanlin, mereka langsung menatap Guanlin dengan berbagai macam ekspresi.

Minhyun yang sedang meneguk cola, refleks menyemburkan minuman nya ke orang yang ada didepan nya. Daehwi.

"Bang! Jorok banget anjir!"

"Uhuk! Bercanda lo gak lucu anjing!" marah Minhyun mengabaikan omelan Daehwi.

"Dia adek lo Lin," Jaehwan mengingatkan.

"Biarpun tiri, dia tetep adek lo Lin," kata Daniel serius.

"Walaupun kita gak sedarah sama dia, rasanya tetap gak etis kalau lo punya hubungan sama Chiyorie. Apalagi secara hukum, dia tuh tetap Adek lo," kata Jisung serius. Jisung tau kalau Guanlin gak main-main.

"Mau gimana lagi? Dari awal bahkan sampai sekarang gue gak pernah anggap dia adik gue..." Guanlin mengakui itu dengan tatapan sendu. Dia menatap memilih menatap gelas yang ada ditangannya dari pada menatap para saudaranya.

"Jadi lo rival gue Lin."

"Hah?"

Tbc

Brothers Conflict [Wanna One] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang