1 - Un

239K 4.2K 50
                                    

Zaid membuka matanya dan langsung berhadapan dengan kegelapan. Dikerjapkan matanya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi di sekitarnya. Zaid mengangkat tangan dan mengusap wajahnya kemudian menarik nafas panjang beberapa kali. Setelah mampu beradaptasi dengan keheningan dan kegelapan, Zaid mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat jam yang tergantung di atas meja rias. Pukul dua dini hari. Pantas saja semuanya terasa begitu hening.

Tangan Zaid yang masih ada di wajahnya, ia gunakan untuk meraba keningnya sendiri. Suhu tubuhnya sudah kembali seperti semula. Sepertinya. Setidaknya tidak sepanas sebelumnya. Semua ini berkat bantuan seseorang yang begitu telaten.

Perlahan agar tidak mengganggu, Zaid membalikkan tubuhnya untuk melihat seseorang yang berbaring di sebelahnya. Senyum terkembang di wajah Zaid dan tangannya terulur untuk mengelus rambut istrinya yang berantakan.

Risa sedang tertidur dengan tangan kiri menempel di keningnya. Rambut panjangnya terurai dan memenuhi bantal. Wajahnya terlihat lelah dan keningnya berkerut.

Tidak heran melihat istrinya selelah itu. Zaid menurunkan tangan Risa dari keningnya dan mengelus kening Risa. Membelainya beberapa kali. Risa bergerak dalam tidurnya dan ekspresinya menjadi lebih rileks. Perlahan, Zaid mencium kening Risa.

Sejak malam sebelumnya, kondisi Zaid kurang sehat. Tubuhnya tiba-tiba panas dan kepalanya pening. Zaid mengira di pagi hari ia akan merasa lebih baik. Nyatanya, pagi hari tubuh Zaid masih panas dan ia tidak sanggup untuk bangun dari tempat tidur sekalipun. Kondisinya menyebabkan ia harus membatalkan jadwal siaran dan meeting dengan Satria. Risa panik, tentu. Pagi hari di mana ia seharusnya bersiap ke kantor, diisi dengan kehebohan Risa menelepon atasannya, menyiapkan sarapan untuk Zaid agar bisa meminum obat, dan mengurus Nira yang mendadak ikut rewel.

"I'm fine, Ris," gumam Zaid sembari memejamkan matanya, pagi itu. Zaid tidak tega melihat Risa ke sana kemari dengan Nira yang sulit sekali untuk diajak bekerja sama.

"Badan Mas Zaid panas. Gak mungkin 'fine'," balas Risa sembari mengangkat Nira ke gendongannya dan mencari mainan yang bisa membuat Nira berhenti merengek. "Aku pesenin bubur untuk Mas Zaid sarapan ya?"

"Hmm," Zaid hanya bisa menggumam. Perlahan Zaid membuka matanya meski kepalanya langsung berputar. Dilihatnya Risa sedang berdiri menggendong Nira dengan kening berkerut menghadap layar ponselnya. "Nira sini sama Ayah."

"Mas Zaid istirahat aja. Nira lagi rewel banget. Nanti makin pusing," Risa menggeleng lalu segera mengajak Nira keluar.

Zaid menggeleng. Risa ada benarnya. Membuka mata sedikit saja rasanya dunia ini berputar. Apalagi kalau harus menghadapi Nira yang pasti sedang ingin ini itu. Akhirnya sejak pagi hingga malam, Risa harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengurus sang suami yang sakit dan putri satu-satunya yang rewel. Zaid memang tidak banyak meminta, tapi rasa khawatir Risa memuncak dan ia begitu panik melihat Zaid yang biasanya segar bugar, sekarang terbaring tak berdaya. Alhasil, Risa baru bisa memejamkan mata pukul sepuluh malam. Setelah Zaid meminum obatnya dan Nira bersedia diajak tidur.

"Thank you, Ris," Zaid berbisik kepada Risa yang sedang tidur, mengecup pipinya, dan merengkuh Risa ke pelukannya.

***

Risa tidak ingat bahwa tadi malam ia tidur sambil dipeluk oleh sang suami. Ingatan yang menempel di kepalanya adalah Zaid sudah tidur sejak pukul delapan. Setelah itu ia sibuk menemani Nira bermain dan belajar hingga putrinya bersedia untuk tidur hampir pukul sepuluh. Saat Risa naik ke tempat tidur, ia tidur di sisi kiri seperti biasa, dengan tubuh yang super lelah, bahkan setelah menyempatkan diri berendam beberapa lama.

Risa tidak merasa menempelkan tubuh pada Zaid. Namun saat Risa membuka matanya pagi ini, dia sadar 100% berada dalam pelukan Zaid. Matanya langsung tertumbuk pada dada bidang suaminya.

The Fools - Trilogi Zaid Risa 3 - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang