20 -Vingt

34.1K 2.1K 156
                                    

Risa tidak bisa berhenti bertanya pada dirinya sendiri selama beberapa jam terakhir ini. Tubuhnya memang bergerak ke sana kemari. Kata-katanya juga sinkron dengan apa yang dia perbuat. Ekspresinya pun tidak menunjukkan kebingungan. Walaupun pada kenyataannya kepalanya tidak berhenti menanyakan sesuatu.

Apakah ini benar? Apakah yang dia lakukan ini benar?

Setiap pertanyaan itu diajukan, sisi lain kepalanya menjawab. Tidak apa-apa, katanya.

"Jadi mana yang bagus?" Pertanyaan tersebut memecahkan lamunan Risa yang selama beberapa saat muncul di kepalanya.

"Hmm, tadi kamu bilang warna favorit adik kamu merah," jawab Risa, mendekati dua buah jam tangan yang sedang dipilih oleh orang di sebelahnya.

"Memang," Rey berpikir, mengelus pelan dagunya. Keningnya mengernyit. "Tapi apa gak terlalu mencolok?"

Risa mengangkat jam berwarna merah menyala ke hadapan wajahnya. Hari ini Rey meminta tolong Risa untuk mencarikan kado bagi adik perempuannya yang akan berulang tahun. Katanya, jam dipilih karena adiknya sering lupa waktu sehingga membuat orang tua mereka khawatir. Warna merah dipilih karena itu warna favorit sang adik.

"Kalau ingat adikmu yang anak cheers di sekolahnya, kayaknya dia gak nolak dikasih barang mencolok begini," Risa menggoyangkan jam itu dan kembali menaruhnya di atas bantalan.

Rey tertawa. Kepalanya mengangguk-angguk setuju. "Sangat menarik perhatian."

"Setuju," Risa ikut mengangguk.

Tanpa pikir panjang, Rey langsung meminta jam tersebut untuk dibungkus. Selama Rey melakukan transaksi pembayaran, Risa melihat-lihat pajangan jam lain yang ada di toko ini. Pada sebuah rak yang memajang jam untuk kebutuhan berolahraga, Risa terdiam. Matanya memandangi deretan jam tangan tersebut dan sebuah perasaan aneh menyusup ke hatinya.

Ada apa dengan jam tangan untuk berolahraga?

"Ada yang menarik perhatian?" Rey sudah berdiri di samping Risa dan ikut memperhatikan etalase.

"Eh, nggak," Risa menggeleng. "Cuma lihat-lihat aja. Kamu sudah selesai belanjanya?"

"Sudah. Mau makan?" Rey menunjuk pintu keluar.

"Boleh," Risa setuju. Bersama-sama, mereka melangkah keluar dari toko jam tangan elit ini.

Hari Sabtu ini Rey mengajaknya pergi dan tanpa pikir panjang Risa langsung mengiyakan. Ajakan Ray sejak ini cukup mengagetkan Risa, meskipun jawabannya membuat Risa lebih kaget lagi. Rey sudah menghubunginya sejak dua hari lalu. Katanya dia butuh masukan untuk membeli kado bagi adiknya yang akan berulang tahun dan mencari teman untuk menonton film terbaru yang ada di bioskop. Dengan menyetujui jawaban tersebut, Risa sebenarnya dihadapkan pada masalah yang lain juga.

"Sabtu nanti kita ke Bandung yuk Ris," ajak Zaid dengan bersemangat.

Risa yang saat itu sedang makan di rumahnya sembari memperhatikan Nira yang sedang mampir, menoleh kebingungan. Keberadaan Zaid yang tiba-tiba muncul di rumahnya tanpa kabar apapun sudah cukup mengagetkan. Ditambah Zaid mengajaknya ke Bandung.

"Maaf, gak bisa," Risa menggeleng cepat lalu kembali makan.

"Kenapa?" Zaid terdengar sedih dan kecewa.

Pikiran Risa bergejolak. Apakah dia harus mengatakan bahwa dia punya janji dengan laki-laki lain? Sepertinya tidak. Bisa-bisa malah rencananya jadi batal sama sekali. Risa juga tidak ingin membagi informasi ini kepada siapapun. Dia sangat bersemangat menantikan hari Sabtu bersama Rey. Jangan sampai kesalahan sedikit membuat dia kehilangan kesempatan itu.

The Fools - Trilogi Zaid Risa 3 - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang