Ingatan tentang kejadian tadi siang di kantor membuat Risa masih tersenyum hingga perjalanan pulang. Padahal hari itu bukan hari ulang tahunnya, namun semua orang begitu heboh dan merayakan kehadiran Risa kembali. Begitu Risa sampai di kantor tadi, Yuni berteriak-teriak heboh menyambut Risa. Di ruangannya pun sudah didekorasi sedemikian rupa dengan berbagai balon dan pita. Di siang hari, Bu Vonny mengajak Risa dan anggota timnya untuk makan siang. Bahkan di sore hari, sudah ada kue yang menjadi simbol dalam perayaan selamat datang bagi Risa.
Apa yang membuat Risa lebih bahagia lagi sebenarnya adalah hal lain. Sesudah makan siang, Risa langsung berhadapan dengan meeting bersama konsultan terkait penggunaan jasa konsultan tersebut dalam proses rekrutmen karyawan. Salah seorang klien pria yang sekaligus merupakan team leader konsultan tersebut terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Risa. Dia tidak segan-segan memandangi Risa, tersenyum penuh arti, bahkan mengajak Risa mengobrol panjang lebar setelah meeting.
Entah kenapa, sikap Rey tersebut sedikit memberikan perasaan berdebar di dada Risa.
"Ada yang menyenangkan ya tadi di kantor?"
Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Risa dan membuatnya kembali ke kenyataan. "Eh?" Risa menoleh kepada orang di sebelahnya.
"Kamu senyum terus dari tadi," kata Zaid, ikut tersenyum. Perasaannya ikut menghangat melihat sang istri yang sedang bahagia. Mungkin bertemu lagi dengan teman-temannya memberikan dampak lebih positif bagi diri Risa.
"Ah," Risa mengangguk. "Gak boleh?"
"Boleh. Tentu boleh," Zaid menelan ludahnya. "Aku cuma penasaran apa alasan di balik senyummu itu."
Risa mengangkat bahunya. "Kembali ke kantor setelah libur hampir sebulan ternyata menyenangkan."
Zaid meresapi kata-kata Risa. Sekarang di kepalanya muncul beberapa pikiran. Pertama, dia menganggap bahwa Risa lebih senang berada di kantor daripada di rumah. Kedua, Risa tidak nyaman berada di rumah. Ketiga, Risa bukan tipe perempuan yang senang berada di rumah saja. Keempat, Risa punya faktor pendukung yang menyebabkan dia tersenyum seperti ini, entah apa, yang jelas membuat perasaan Zaid tidak senang.
"Oh ya? Emang ada apa aja di kantor hari ini?" Zaid sebisa mungkin berusaha untuk menjaga atmosfer di antara mereka berdua agar tetap nyaman.
"Kerja," jawab Risa acuh tak acuh.
"Yah, aku tahu, Ris," Zaid berdecak.
"Kalau gitu kenapa nanya?" Risa menatap Zaid dengan kernyitan di dahi.
Zaid menyadari bahwa mood Risa kembali drop. Ia kembali menutup mulutnya agar tidak membuat Risa semakin sebal kepadanya. Walaupun dalam hati, Zaid masih sangat ingin menyambung pembicaraan dengan sang istri.
Perjalanan dari kantor Risa menuju day care Nira rupanya lebih dalam dari biasanya. Setelah pembicaraan yang canggung antara mereka, Zaid dan Risa menjalani keheningan yang aneh. Keduanya hanya diam. Zaid karena bingung ingin berkata apa, sedangkan Risa karena tidak ingin berinteraksi dengan Zaid. Hanya karena mereka akan menjemput Nira saja maka Risa bersedia terjebak berlama-lama dengan Zaid dalam ruang kecil bernama mobil.
"Sampai, Ris," kata Zaid setelah mobil terparkir sempurna di pekarangan day care.
Tanpa berlama-lama, Risa turun dari mobil. Dia menatap pintu day care sambil berpikir. Risa merasa dia belum pernah datang ke tempat ini. Walaupun tempat ini rasanya sangat familiar. Dia juga punya dorongan yang besar untuk segera masuk ke dalam.
"Ayo," ajak Zaid. Dia sengaja mengulurkan tangannya untuk membimbing Risa masuk.
Melihat sikap Zaid, Risa hanya menatap sekilas tangan tersebut lalu memalingkan wajahnya. Tanpa ragu, Risa melangkah menuju pintu masuk. Zaid menggumam sebal ketika Risa menolak niatan baik Zaid.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fools - Trilogi Zaid Risa 3 - END (WATTPAD)
RomanceCERITA SUPER DEWASA! 21+ ataupun yang sudah menikah. Percayalah bahwa seri ketiga Zaid dan Risa ini akan lebih dewasa, lebih gelap, lebih pelik, lebih menyebalkan, dan pastinya lebih vulgar. Cerita tentang rumah tangga mereka yang diawali dengan ber...