28 - Vingt Huit

47.3K 2.4K 132
                                    

"Jadi ini adalah acara charity yang dibuat oleh partai Bapak dan organisasi-organisasi lain. Walaupun diprakarsai orang-orang partai, tapi acaranya tidak ada unsur politik sama sekali. Bahkan beberapa undangannya ada juga yang berasal dari partai lawan. Berhubung Bapak di Jogja dan merasa tidak cocok untuk acara semacam ini, jadi aku yang diminta datang sebagai perwakilan Bapak."

Itu adalah penjelasan Zaid yang membuat Risa sekarang berada di ballroom salah satu gedung perkantoran, demi berperan sebagai seorang istri yang baik, menemani suami ke acara sosial. Risa mengenakan gaun dari Cristian Siriano sementara Zaid mengenakan jas dari Armani. Untuk kali ini Risa tidak bisa hanya diam dan cemberut. Dia harus bersikap ramah kepada orang lain dan tentu saja mesra dengan suaminya.

"Capek?" tanya Zaid saat mereka menunggu mobil diantar petugas valet.

"Sangat. Gigiku kering," Risa menjilati giginya yang terasa kering karena sibuk tersenyum. "Aku gak biasa datang ke acara begini."

"Aku juga tidak," Zaid mengangkat bahu. "Kadang-kadang saja."

"Dan kalau kamu diundang lagi ke acara sosial, aku harus menemani?"

Zaid tertawa. "Tentu."

"Hmm," Risa menarik lepas tangannya yang rupanya masih merangkul lengan Zaid. Mobil mereka sudah muncul, saatnya kembali ke kehidupan mereka yang sekarang. Awkward.

Perjalanan kali ini tidak berlangsung terlalu lama karena jalanan sudah terbilang kosong. Mereka hanya terhambat oleh antrian mobil-mobil yang juga ingin keluar dari pelataran gedung. Lain dari sebelumnya, kali ini Risa menatap ke depan, sesekali memindahkan saluran radio.

"Nira sudah tidur ya sepertinya?" Risa membuka ponselnya, bermaksud menghubungi Mbak Irnah. Sekarang Risa tahu bahwa Mbak Irnah, bersama Iis, yang membantu menjaga Nira, selain petugas di daycare.

"Sudah jam 10 lebih. Harusnya sudah," Zaid menimpali.

Mobil berhenti di lampu merah. Masih ada sekitar dua menit sebelum lampu berubah hijau. Zaid melepaskan safety belt untuk membuka jasnya. Saat itu Risa melirik Zaid tanpa mengucapkan apa-apa. Setelah jasnya terlepas dan Zaid melemparkannya ke belakang, kali ini Zaid melepaskan dasi kupu-kupunya. Entah kenapa tiba-tiba melepaskan dasi saja rasanya sulit.

"Sini," Risa mengulurkan tangannya. Dengan terampil, Risa mengurai dasi kupu-kupu tersebut. Saat melakukan ini, jarak mereka jadi semakin dekat. Zaid bisa merasakan hembusan nafas Risa di lehernya.

Zaid melirik ke arah lampu merah yang masih belum berubah. Perlahan, Zaid menunduk lalu mencium pipi Risa. Risa tersentak. Dia menarik tubuhnya mundur namun tidak melepaskan pandangannya dari Zaid.

"Jangan di sini," gumam Risa pelan.

"Kalau di rumah, boleh?" Zaid menyeringai.

"Hmm. Jangan macem-macem," Risa menyimpan dasi kupu-kupu Zaid di dashboard lalu kembali menatap lurus ke depan.

Pintu pagar dibukakan oleh Security sehingga mobil bisa langsung melaju lurus menuju garasi. Zaid dan Risa turun dari mobil namun Risa yang melesat lebih dulu menuju rumah karena Zaid harus mengambil jasnya dulu dari jok belakang. Dengan cepat Zaid mensejajari langkah Risa.

"Ris," Zaid memanggil, menarik tangan Risa sehingga tubuh mereka berhadapan.

"Ya?"

"Katamu, tadi di mobil gak boleh. Jadi di rumah boleh?" Zaid berbisik di telinga Risa. Tangannya perlahan turun dan memegang pinggang Risa.

"Apanya?" Risa menahan nafas.

"Ini," Zaid mencium pipi Risa, lama.

"Sudah kan?" tanya Risa saat Zaid melepaskan ciumannya.

The Fools - Trilogi Zaid Risa 3 - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang