Part 1 - Jasmine van den Bogaerde

11.5K 443 11
                                    

Nama ku Jasmine van den Bogaerde kalian bisa memanggil ku Birdy. Aku tinggal di Lymington, Hampshire, England, UK.

Kehidupan ku tidak seperti gadis remaja pada umumnya. Di usiaku yang menginjak ke tujuh belas aku harus berusaha mati-matian untuk mencukupi kehidupan ku seorang diri. Ibu ku sudah lebih dulu di panggil oleh Tuhan sedangkan Ayahku, ia pergi entah kemana meninggal kan Birdy kecil yang masih berusia lima tahun.

Aku tinggal bersama Bibi ku. Ia bernama Venezzia van den Coz. Aku sangat berterima kasih padanya yang sudah mau mengasuh ku sejak aku kecil hingga sekarang. Meskipun perlakuannya padaku tidak sebaik sikapnya.

Terkadang ia memperlakukan ku seperti budak yang bisa ia suruh setiap saat. Bisa di bilang ia sedikit kejam.

Namun tidak dengan anak sulungnya, Sean van de Coz. Ia berusia dua puluh tahun dengan paras yang menawan.

"Ibu, dimana seragam ku?" Panggil Sean dari ambang pintu.

"Tanyakan saja pada Birdy, aku sedang sibuk," sahutnya sambil memoles kuku-kuku kakinya yang terpotong rapi.

Seperti itu ia bilang sibuk? Aku memutar kedua bola mataku.

"Bird, kau tau dimana seragam ku?"

"Ini baru selesai ku setrika dan jangan memanggilku seolah aku seekor burung peliharaanmu," oceh ku panjang lebar.

Sean hanya tertawa sambil mengacak lembut rambutku. Senyumnya yg menawan dengan sorot mata birunya mampu membuat wanita lumpuh seketika.

Aku segera menyelesaikan pekerjaan rumahku yang masih menumpuk ini. Di mulai dengan merapikan kamar ku yang cukup berantakan akibat ulah Sean yang masuk secara tiba-tiba semalam.

Ku lirik poster besar yang terpajang rapi pada dinding kamarku. Setiap kali aku melihat poster ini semangat ku seolah muncul kembali.

Ia adalah idola ku sekaligus bintang penyemangat hidupku.

Greyson Chance

Pianis muda asal Edmond, OK, USA ini mampu membuatku mabuk kepayang akan kepiyawaiannya memainkan piano.

"Halo tampan," ucapku seperti orang gila pada poster itu. Aku bisa saja menghabiskan waktu seharian memandangi wajahnya sambil mendengarkan lagu-lagunya. Namun segera ku sadarkan diri dari lamunan gila ku ini dan mulai merapikan rumah sebelum Bibi Ven memarahi ku.

Setelah semua selesai aku mengumpulkan pakaian kotor yang selanjutnya akan ku cuci.

"Birdy, tolong buatkan aku teh,"

"Iya, Bi. Tunggu sebentar," aku segera mencuci tanganku yang penuh dengan busa sabun ini dan berlari kecil menuju dapur untuk membuatkan secangkir teh.

"Ini tehnya," ucapku ketika manaruh nampan berisikan secangkir teh hangat

"Terima kasih," sahutnya tanpa menoleh ke arahku.

Aku segera berlalu menuju dapur, menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.

"Huh selesai sudah," aku menyeka bulir-bulir keringat yang berada dikening ku ini.

Setelah semua pekerjaan rumah ku sudah selesai aku bergegas mandi dan bersiap berangkat kuliah.

Aku menggelar program pasca sarjana jurusan Sastra Inggris. Entah mengapa aku sangat tertarik dengan sastra dan asal kalian tahu bila waktu ku sedang kosong aku lebih memilih menghabiskan waktu didepan laptop untuk menulis sebuah fan fiction. Tentu saja pemeran utamanya idolaku sendiri; Greyson Chance.

Aku memposting beberapa ceritaku pada website khusus penulis yang biasa di sebut Wattpad.

Keahlianku di bidang bahasa tidak diragukan lagi, aku mendapatkan dua ratus ribu pembaca didalam ceritaku. Angka yg menarik bukan :D

Dan soal Sean, ia sedang menyelesaikan kuliah jurusan kedokterannya yang akan selesai sebentar lagi. Aku sendiri tidak menyangka ia akan segera mendapat gelat dr. Sean Coz pada nametagnya.

Kuliahku di mulai pukul 10 pagi. Setelah siap tak lupa ku pasang earphone dan memutar lagu-lagu Greyson pada iPod ku.

Aku berjalan santai sembari bersenandung kecil menuju kampusku. Seperti impian fans pada umumnya yang selalu ingin bertemu dengan idolanya.

Aku mendedikasikan hidup ku untuk menjadi Enchancer sejak Greyson pertama kali memposting videonya sedang bernyanyi Paparazzi.

Well,, menjadi fan fanatik memang hal yang menyenangkan. Sesekali aku tak bisa mengatur nafas saat Greyson mengupload foto terbarunya dengan pose wajah sexy.

Menurutku saat ia sedang diam tanpa ekspresi itu sangat.... Lupakan saja.

Semua orang di kampusku menjuluki ku loner. Karena aku lebih memilih duduk sendirian di perpustakaan dibandingkan berkumpul dengan teman-teman sebayaku. Entahlah, aku lebih nyaman seperti itu. Aku harus mendapatkan pekerjaan di US. Itulah moto hidupku.

Ponselku berdering menunjukan pemberitahuan pada akun media social ku; Twitter.

ku lihat Greyson baru saja mengetweet sesuatu

@greysonchance: wherever you find your 'creative highs' is permitted and encouraged within the exchange.

Seketika ratusan retweet dan favorit menyerbu. Aku hanya mere-tweet dan membalas beberapa mention dari teman-teman sesama enchancer.

Aku kembali melanjutkan perjalanan menuju kampus. Karena jarak kampus dengan rumah ku tidak terlalu jauh jadi, aku bisa berjalan kaki menuju kesana.

Detak jantung ku sudah tidak beraturan dan aku sudah merasakan lelah yang luar biasa. Segera ku duduk di kursi halte bus untuk menghilangkan lelah ku sejenak.

Aku memiliki penyakit yang ku derita sejak aku berusia delapan tahun. Spinocerebellar Degeneration atau biasa di sebut Ataxia, ini terus menggerogoti tubuh ku. Aku sudah memasrahkan diriku pada Tuhan. Apapun yang terjadi nanti. Namun Tuhan berkendak lain, Ia masih sayang padaku. Aku masih bertahan hingga saat ini.

Sean terus meneliti tentang penyakit ku ini. Sejauh ini aku tidak merasakan apa-apa. Hanya saja terkadang aku suka terjatuh dengan sendirinya.

Aku kembali melanjutkan perjalanan ku menuju kampus. Menghirup udara dalam-dalam dan kembali berjalan.

to be continued......

The Star [ Greyson Chance ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang