18. Cruel Life

2.6K 394 8
                                    

PLAK!

Satu tamparan mendarat mulus dipipiku. Tanganku refleks memegang bekas tamparan itu. Cairan kristal bening pun sudah berkumpul dipelupuk mataku.

"DASAR ANAK TIDAK BERGUNA!"

PLAK!

Lagi-lagi, tangan Ibu mendarat mulus dipipiku yang satunya.

Perih.

Sakit.

"I-ibu ...." Bibirku bergetar hebat kala aku memanggilnya.

"Masih berani memanggilku, hm?"

Aku sudah tidak kuat lagi menahan tangis. Air mataku pun akhirnya lolos dari bendungannya.

"Aw!" Aku berteriak ketika Ibu menarik rambut dan menyeretku ke ruang tamu.

Semua orang yang menyaksikan hal ini, hanya bisa menunduk diam tanpa bisa melakukan apa-apa. Bahkan, Ayahku pun entah ada di mana sekarang.

Ibu menghempaskanku ke sofa dengan kasar. Diambilnya sebuah ikat pinggang kulit yang sebelumnya memang sudah ada di atas meja.

Sial, ini buruk.

Kalau dugaanku benar, lebih baik aku mati.

"Bangun dan berbalik," perintah Ibu.

Aku berdiri, kemudian berbalik perlahan sesuai perintah Ibu. Tangisku semakin pecah.

CTASS ....

Aku menggigit bibirku saat Ibu mulai mencambuk punggungku dengan ikat pinggang kulitnya.

"Pertama, kau mempermalukan keluarga."

CTASS ....

Gigitan bibirku semakin kuat hingga cairan merah berbau amis mulai terkecap oleh lidahku.

"Kedua, kau berbohong dengan penyakitmu."

CTASS ....

Oh, Ya Tuhan ..., bahkan siksaan kali ini lebih kejam daripada sebelumnya.

"Ketiga, kau mendorong Seokjin sampai jatuh, memalukan."

CTASS ....

"Keempat, kau mengecewakanku."

CTASS ....

"Kelima, kau adalah beban, aku menyesal melahirkanmu!"

Kalimat terakhirnya yang Ibu lontarkan, benar-benar merupakan ultimatum bagiku.

AKU BENCI IBU!

***

Aku menenggelamkan diri di bathtub dan berteriak dalam air. Berulang kali aku melakukannya untuk mengeluarkan semua beban pikiranku.

Aku ingin mati.

Aku tidak ingin dilahirkan.

A-aku ..., aku benci hidupku!

Setelah dirasa aku terlalu lama di dalam air, aku keluar dari bathtub dan meraih handuk yang tak jauh dari jangkauanku.

Aku langsung melilitkan handuk itu di tubuhku perlahan karena punggungku rasanya perih saat bergesekan dengan benda asing. Tak jarang aku meringis ketika luka bekas cambukkan ikat pinggang kulit tadi tak sengaja tertekan oleh handuk yang sedang dililitkan.

Kuayunkan kakiku untuk keluar dari kamar mandi, tapi langkahku terhenti saat melewati cermin besar yang memang dipasang di dalam kamar mandi ini.

Kutatap pantulan diriku di sana. Terlihat buruk, sangat buruk.

[kth] Mr. Genius (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang