Aku saranin buat baca 2 atau 3 chapter sebelumnya buat yang lupa alur
************************************************************
Berjalan menggunakan tongkat itu merepotkan, ditambah perabotan rumah yang menghalangi jalan semakin membuatku sukar bergerak.
Kalau saja ibu tidak menyiksaku kesetanan, mungkin aku sudah bersekolah dan bertemu Taehyung sekarang.
Omong-omong, anak itu masih belum menghubungiku, bahkan menemuiku. Kabar tentang olimpiadenya saja aku tidak tahu. Bertanya pada teman sekelas tentu tidak mungkin, tidak ada yang tahu hubunganku, dan bisa bahaya jika semua orang tahu.
Jika kalian berpikir aku tidak berusaha menghubunginya, kalian salah.
Ponselnya mati sejak aku mendapat ponsel, itu membuatku frustasi. Sempat berpikir bahwa Taehyung sedang sibuk bekerja paruh waktu, tapi memang selama ini?
Aku pusing sendiri.
"Aduh!" Lagi-lagi aku terantuk rak yang terpajang di ruang tengah. Tadinya aku hendak menuju taman belakang rumahku untuk sekadar penyegaran mata, tapi aku tak menyangka ini akan membutuhkan sedikit perjuangan.
***
"Hyung, kau benar-benar menyukai Hyeri, ya?"
Seokjin yang tadinya sedang bermain ponsel di kamarnya, kini dikejutkan oleh samg adik yang dengan lancang masuk ke dalam ranah pribadinya.
"Bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk?" protes Seokjin.
"Aku malas mengetuk." Namjoon menjawab dengan malas, kemudian mengambil ruang kosong di samping kakaknya.
Jika mereka bersanding, terkadang Seokjin lebih terlihat seperti adiknya dibanding kakaknya karena tinggi badannya dibawah Namjoon.
"Kalau kau tanya apa aku benar-benar menyukai Hyeri atau tidak, tentu jawabanku adalah aku sangat menyukainya."
"Sejak kapan?"
Seokjin tersenyum sendiri mengingat kapan ia mulai menyukai gadis itu.
Saat itu dia masih duduk di bangku SMA dan Hyeri serta adiknya masih SMP. Mereka tidak saling mengenal layaknya orang tua mereka, hanya tahu sebatas nama saja, tidak dengan wajahnya.
Seokjin ingat ketika ia terlibat sebuah perkelahian. Bukan Seokjin yang memulai, ia terlibat karena hendak menyelamatkan juniornya yang sedang dirundung, dan berakhir dia berkelahi melawan tiga orang seniornya di sebuah gang sempit. Sebuah angka yang tak sebanding.
Di saat nyawanya serasa hampir melayang, seorang gadis melerai perkelahian itu. Dengan berani ia memukul para perundung dengan pipa besi yang ia temukan di jalan. Tak lupa mulutnya dihiasi sumpah serapah dan juga ancaman akan melapor ke polisi. Saat kondisi sudah terkendali, gadis itu menolong Seokjin yang telah berlumuran darah.
Untuk pertama kalinya, Seokjin jatuh pada pesona anak SMP bar-bar yang menolongnya.
Namjoon yang mendengar cerita kakaknya merinding sekaligus terkejut, kakaknya yang ia anggap baik-baik ini ternyata bernah berkelahi.
"Cinta itu lucu, ya?" celetuk Seokjin disela ceritanya.
"Sangat lucu. Di saat orang menyukai wanita anggun, kau malah menyukai wanita bar-bar." Seokjin terkekeh sebagai balasan. "Apa ada lanjutannya?" tanya Namjoon.
"Tentu ada."
Seokjin kembali bercerita ketika Hyeri menolongnya, mengobati lukanya dan menanyakan apa dia baik-baik saja. Semua perlakuan gadis itu jauh dari kata bar-bar. Sangat lembut dan penuh perhatian.
"Keluarga mereka selalu mengira perjodohan ini terjadi karena bisnis, padahal ini terjadi karena aku meminta kepada ibu secara pribadi." Jin menoleh dan tersenyum ke arah Namjoon. "Perasaanku tidak main-main."
Sang adik mencari tanda keraguan atau kebohongan dalam tatapan sang kakak, tapi ia tak menemukannya selain perasaan tulus. Meski kakaknya sedikit licik (Namjoon akui itu, selama hidup belasan tahun kakaknya sering kali menipunya, sikap manipulatif Seokjin tidak main-main), Namjoon bertekad untuk membantu Seokjin dalam mendapatkan hati Hyeri.
***********
Tungkai Taehyung kembali membawanya ke depan rumah besar tempat Hyeri berlindung. Di suhu yang sangat dingin ini, dia hanya berdiri menatap pintu gerbang dengan lurus. Hatinya berkecamuk. Hyeri tak mengabarinya sedikit pun, bahkan masuk sekolah pun tidak.
Pemuda itu sempat khawatir, apakah terjadi sesuatu yang buruk? Ia sama sekali tidak memiliki petunjuk---bahkan Jimin si pengikut setia Hyeri saja sudah jarang masuk sekolah bersamaan dengan menghilangnya gadis itu.
"Tidak ada gunanya kau memandang pintu gerbang." Taehyung berjengit saat mendapati Jimin yang tiba-tiba muncul di dekatnya.
"J-jimin-ssi ...."
"Minggirlah, kau menghalangi jalanku!" Jimin berucap dengan kasar. Padahal pada kenyataannya, Taehyung sama sekali tidak menghalangi jalan. Masih ada ruang kosong yang dapat dilewati mobil sekali pun.
Bilang saja kalau Jimin ingin mengusir Taehyung.
"Jimin-ssi!" Taehyung mencengkeram erat lengan baju Jimin---mencegah pemuda itu untuk masuk ke kawasan rumah mewah itu, ada banyak pertanyaam yang mengisi kepalanya.
"Apa? Aku sibuk!"
"Sebentar saja."
"Cepat katakan!" Jimin membentak Taehyung sembari merotasikan bola matanya.
"Apa Hyeri baik-baik saja?"
"Hanya itu?"
"I-iya."
"Dia baik, sangat baik."
Jimin berbalik untuk meninggalkan Taehyung di tempatnya, tapi lagi-lagi pemuda kurus itu mencegahnya. "Apa lagi?!"
"Kenapa Hyeri tidak menghubungiku kalau dia baik-baik saja?"
Jimin jengah dan mengembuskan napas kasar. "Dengar, itu bukan urusanku. Kau hubungi saja dia terlebih dahulu bagaimana pun caranya. Aku tidak peduli." Taehyung mematung mencerna tiap kalimat yang dilontarkan anak SMA berjas di depannya. "Ah, sebentar." Jimin mengeluarkan sebuah hotpack dan menaruh paksa di tangan Taehyung. "Di sini dingin, lebih baik kau cepat pergi dari sini daripada berubah jadi mayat beku."
Ia menatap punggung Jimin yang menghilang dibalik gerbang, kemudian pandangannya teralihkan pada benda yang ada di tangannya.
Senyum kecil terbit di wajah lusuhnya.
Park Jimin tidak buruk juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
[kth] Mr. Genius (on hold)
FanfictionKarena trauma masa lalunya, harus membuat Taehyung terpaksa berpura-pura bodoh dan pemalas di depan semua orang. Namun siapa sangka, ia mempunyai sebuah rahasia besar hingga ia harus berpura-pura. Akankah suatu saat ia menunjukan jati dirinya? Dapa...