4 | Boncengan ✓
Setelah melakukan upacara yang melelahkan, kini satu ruangan sudah heboh membicarakan kejadian kemarin. Ya, si brandal dan ketua OSIS yang kemarin tertangkap basah berboncengan pulang sekolah.
Si ketua kelas sudah heboh memberi opini kalau sebenarnya gadis brandal itu adalah anak baik. Katanya, dia pernah melihat gadis brandal itu membantu perempuan tua menyebrang jalan. Membantu tidak perlu jadi baik juga kan?
Lalu si rambut pendek yang memang paling antusias dengan berita seperti ini juga ikut beropini. Dia bilang, si brandal memang baik. Dia punya bukti kalau si brandal itu pernah mentraktir teman tongkrongannya makan sepuasnya. Baik tidak baik, semua orang sepertinya pernah melakukan hal seperti itu. Kurasa dia berlebihan.
Dan ditempatnya duduk, Reffal merasa disudutkan. Pemuda itu bahkan tidak berpikir kalau beritanya bisa menyebar secepat ini. Perihal dia yang berboncengan dengan si brandal itu memang benar. Tapi, untuk hubungan yang mereka sebut 'pacaran', Reffal tidak tahu sama sekali.
Akibat berboncengan, mereka mengira Reffal dan Alya punya hubungan khusus. Dunia remaja memang gila.
Banyak yang tidak sadar, anak laki-laki dipojokkan yang biasa heboh sendiri sejak tadi hanya asik merekam semua kehebohan yang terjadi.
Dan... ya, dia mengirimkannya pada seseorang.
°°°
Dua jam yang lalu mungkin Alya bisa masuk ke sekolah tanpa repot memanjat tembok belakang sekolah, karena tadi dia datang pagi dan bisa masuk lewat gerbang depan. Tapi, nyatanya datang sepagi itu dihari senin adalah kesalahan untuk Alya. Ia malas kalau harus berdiri berjam-jam dibawah terik matahari yang seolah sedang marah. Dan akhirnya ia memutuskan untuk berdiam diri di warung Bi Icah sampai upacara selesai.
Sebelum memanjat, Alya merogoh handphone disaku seragamnya yang beberapa kali berdering tanda pesan masuk. Mata Alya memicing, ia menekan play di video yang dikirim temannya beberapa menit lalu. Didalamnya ada suara seseorang yang berteriak heboh, tidak hanya satu, mungkin dua, tidak, nyatanya hampir satu kelas ikut-ikutan.
Tidak hanya berteriak, Alya juga beberapa kali mendengar namanya disebut dengan lantang.
Alya menghentikan video itu kemudian memasukkan kembali handphonenya ke saku. Ia menghembuskan nafas kasar, dan berikutnya tersenyum simpul.
Kemudian Alya beranjak dan mulai memanjat tembok yang tingginya hampir tiga meter itu tanpa takut sama sekali, seakan hal yang sekarang ia lalukan adalah permainan paling menyenangkan.
Setelah sampai di puncak, Alya langsung melompat tanpa takut. Tanpa terdengar jeritan atau terlihat merintih kesakitan karena tasnya sempat tersangkut dan dia jatuh diposisi yang tidak bagus, gadis itu malah langsung berdiri dan menepuk beberapa kali seragamnya yang kotor. Biasa saja, seperti ia tak pernah jatuh dari tembok tinggi itu.
Alya berbalik dan hampir saja memekik nyaring kalau tangannya tidak langsung membekap mulutnya sendiri. Walaupun jaraknya memang agak jauh, tapi tetap saja, melihat orang yang muncul tiba-tiba membuatnya kaget.
Ini taman belakang yang jarang dijamah oleh manusia kecuali Mang Rahmat, tukang bersih-bersih. Selebihnya, jika bukan Mang Rahmat, opsi paling benar adalah hantu.
Dan Alya mengira orang yang berdiri tak jauh dari dirinya itu adalah hantu taman belakang. Tidak salah kan? Itu opsi paling benar.
"Cewek banget, loncat-loncat dari pager gitu." katanya menyindir. "Gak usah sekolah. Mending ikutan benteng takeshi sana." Ia dengan tegas mengimbuhkan.