22 | Dia kembali; luka baru
Alya melirik, mendengar suara dering yang muncul dari handphonenya. Ia melihat pop-message dengan nomor tak dikenal... dan Alya tak peduli. Dia tak mau banyak tingkah, ia sedang makan─sendiri, tak ada siapapun lagi dimeja makan ini selain dirinya. Omanya sedang keluar membeli sayuran.
Rasanya menyedihkan. Dia masih punya keluarga yang lengkap tapi terasa seperti sudah tak punya siapa-siapa. Ia rasa sudah banyak bersyukur karena sudah dibelikan barang apapun yang dia mau─walaupun kadang mereka membelikannya sendiri tanpa Alya minta. Tapi, itu semua rasanya itu tak cukup untuk melengkapi kebahagiaan Alya.
Masih banyak celah dari dari padatnya kebahagiaan yang orang tua Alya beri. Masih ada banyak tangis dari semua yang mereka sediakan. Dan ada banyak sekali luka yang mereka kasih. Apakah itu tak mampu membuat mereka menyadari kesalahannya? Apa yang mereka pikirkan? Padahal sebelumnya mereka sudah meminta maaf bukan? Atau mungkin ini adalah pembuktian dari perumpamaan bahwa maaf saja tidak cukup untuk menyelesaikan semuanya.
Alya mengerjap, berdiri memakai tasnya kemudian mengambil handphone. Nomor tak dikenal tadi ternyata terus mengiriminya pesan. Alya melihat isi pesan itu. Hanya satu kalimat yang terus dikirim berulang. Mungkin ia menunggu Alya membalasnya.
0823xxxxxxxx
Kita ketemu hari ini
Kita ketemu hari ini
Kita ketemu hari ini
Kita ketemu hari ini"Kenapa si anjir, kuper banget ni orang." Alya jadi emosi sendiri membaca pesan yang masuk itu. Padahal bisa kirim sekali aja, nanti Alya juga liat. Gak harus beruntun gitu.
Baru saja akan membalas pesan itu. Tiba-tiba notifikasi masuk lagi dengan nomor yang sama. Lagi, lagi, dan ada lagi.
0823xxxxxxx: gak kangen lo sama gue?
0823xxxxxxx: gue aja kangen sama lo
0823xxxxxxx: mati lo?
0823xxxxxxx: jangan sampe lo mati karena kebanyakan nahan kangen sama gue
0823xxxxxxx: nanti kita bahas tentang lo yang stalking terus ketahuan
0823xxxxxxx: lagian barbar bgt stalking pake akun pribadi. Orang-orang tuh stalking pake akun fake
0823xxxxxxx: biar gak ketauan
Astaga, Alya hampir saja membanting piring membaca pesan yang dikirim nomor tersebut. Jika seperti ini, Alya rasanya tahu siapa yang pagi-pagi sudah memberinya pesan beruntun seperti ini. Tapi, jika dirasakan lebih lama, malu juga ketahuan stalking.
Setelah sibuk dengan nomor dan isi chat aneh, Alya lalu melihat jam di handphone kemudian bergegas menuju sekolah. Ini sudah jam waktunya para pekerja berangkat dan waktu yang harus ditempuh Alya ke sekolah tak sesingkat balasan cewe ketika sedang marah.
Bingung. Itu yang Alya rasakan. Ia rasa ini sudah jam masuk sekolah. Tapi ia masih diperbolehkan masuk dengan sukarela padahal sebelumnya gerbang sudah ditutup rapat. Dan anehnya lagi, para siswa-siswi masih berada diluar. Hampir dari semua kelas.
Gadis itu mengerjap berkali-kali. Berjalan tanpa mempedulikan keadaan sekolahnya. Kemudian tak sengaja bertemu dengan temannya yang beberapa minggu lalu memutuskan statusnya menjadi seorang jomblo. Pemuda bernama Deni itu nampak sumringah menghampiri Alya. Jadi ngeri tapi. Bad boy pagi-pagi sudah mengumbar senyum tidak jelas begini. Alya refleks memundurkan diri, mungkin saja dia kerasukan kan?─bad boy juga pasti ada titik lemahnya, kita hanya tidak tahu apa itu.