10 | 'Katanya' berkat Reffal; benarkah? ✓
"ALYA..."
Langkahnya terhenti, gadis dengan rambut yang diikat asal itu menoleh mendapati guru BK-nya tengah tersenyum lebar ke arahnya─awalnya Alya merasa ngeri dan mengira senyum itu untuk orang lain (orang yang mungkin berada dibelakang Alya) tapi nyatanya tidak, manusia berkepala empat itu benar-benar memberikan senyuman paginya untuk Alya.
Laki-laki berkepala empat dengan setelah batik dan celana hitam itu mendekat ke arah Alya. Dia lagi-lagi tersenyum senang─sebab, kini telah mendapati Alya masuk sekolah tepat pada waktunya, namun jadi senyuman yang mengerikan untuk Alya.
"Kayaknya ini berkat Reffal. Kamu jadi sedikit lebih baik dari sebelumnya." ucap Pak Ibnu tanpa basa-basi sambil menepuk pelan bahu Alya, dan jangan lupakan senyuman paginya yang belum sirna diwajah guru BK itu.
Alis Alya mengerut─semakin bingung dan ngeri dengan guru dihadapannya ini, apalagi saat dengan lantang Pak Ibnu menyebutkan nama ketua osis SMA Pelita Bangsa.
"Ya sudah. Simpan tas mu cepat. Sebentar lagi upacara akan dimulai." Imbuh Pak Ibnu lalu begitu saja ia pergi meninggalkan Alya yang melongo.
Aneh banget ni guru, ia membatin. Baru saja akan melangkahkan kakinya kembali. Alya tersadar sesuatu. Pak Ibnu benar.
"Sebentar lagi upacara akan dimulai,"
Upacara akan dimulai
Upacara
U-P-A-C-A-R-A?!
"Ah! Ngapain gue berangkat pagi hari ini. Harusnya besok. Kalo sekarang kan jadinya harus ikut upacara juga." Alya mengomel─menyalahkan dirinya sendiri.
Kemudian gadis itu berjalan berbalik arah. Melangkahkan kakinya dengan santai menuju taman belakang untuk menghindari diri dari upacara yang membuatnya harus berdiri lama di lapangan dengan terik matahari yang tak bisa dibilang biasa. Malas sekali jika harus ikut upacara panas-panas seperti ini.
"Arah lapangan bukannya sebelah sini ya." suara khas itu membuat Alya lagi-lagi menghentikan langkah kakinya─bukan Pak Ibnu, tapi best friend-nya.
"Gue mau ke toilet," sahut Alya tanpa menoleh.
"Hm... kayaknya lo perlu bimbingan buat meng-ha-pal denah sekolah deh," katanya dengan tangan yang kemudian dilipat di depan dada. "Cepet simpen tas lo. Terus ke lapang buat upacara. Jangan alesan mau ke toilet padahal mau bolos."
Alya membuang nafasnya jengah, kini berbalik menatap pemuda itu malas, "gue gak bawa topi." alibinya.
Reffal mendekat, "gue bawa dua. Gak usah nyari-nyari alesan lagi!" tegasnya.
"Gue gak pake dasi."
Reffal tak menyahut. Dia membuang nafasnya pelan. Dan tak lama jadi melepas dasi yang dia pakai lalu memberikannya pada Alya. "Pake."
"Kenapa sih ni orang. Kesetanan?!" tanyanya dalam hati.
"Iya gue ganteng," ucapnya membuyarkan lamunan singkat Alya, "makasih."
"Dih, pede banget jadi orang," elak Alya tak mau mengaku, kemudian ia mengambil dasi milik Reffal. "Ini gak bikin gatel-gatel kan?" celetuknya sambil memakai dasi itu kelehernya.
"Gak. Gue baru beli."
Suasana hening beberapa saat sampai tak diduga pemuda tanpa dasi diseragam nya itu menarik tangan Alya menuju kelas untuk bergegas menyimpan tasnya dan berbaris di lapangan untuk upacara.