Perihal sakit ini

835 58 8
                                    

30 | Perihal sakit ini; ketakutan terbesarnya adalah saat kamu hanya ingin tau, bukan peduli


Pemuda dengan arm sling ditangan kirinya itu duduk sendiri diarea kantin. Tangan kanannya lihai menekan keyboard pada laptop, walaupun dengan tangan kiri yang sesekali bergetar entah karena apa.

Pemuda itu bisa aja melakukan hal ini diruang osis. Tapi sayangnya, ruang OSIS tengah penuh dengan OSIS angkatan baru yang tengah rapat dipimpin oleh Amira. Karena itu, ia memilih kantin sebagai tempat yang strategis. Ditambah pula kesunyian yang membuatnya semakin fokus.

Reffal terdiam sejenak mendengar bel berbunyi, kini ia melirik jam tangannya sesaat. Pemuda itu bergumam, "masih satu jam pelajaran lagi istirahat." dan setelahnya kembali melanjutkan menyusun proposal.

"Hm.... ketemunya lo terus ya." suara familiar itu membuat pemuda yang tengah berhadapan dengan laptopnya jadi mendongkak. Reffal sedikit termundur, merasa tersentak melihat siapa yang baru saja bersuara.

"Menurut Lo ini sebuah kebetulan atau memang sengaja dibuat-buat?" ucapnya masih saja sempat bertanya hal semacam ini.

"Ngapain?" respon pemuda itu sambil menautkan alis. Namun dalam diri, pemuda itu tengah berusaha kuat menormalkan hati. Reffal menghela nafas, melihat orang dihadapannya belum juga memberi respon. Ia mencoba menegakkan tubuh dan menatap lurus pada orang dihadapannya, "Alya Ailsha, kalo lo mau istirahat, tunggu satu jam pelajaran lagi," katanya Reffal sambil menghela nafas sebentar, sembari memberi jeda sejenak juga, "I.k.u.t.i a.t.u.r.a.n sekolah, paham!?" tegas pemuda itu. Alya mendengus pelan, kemudian duduk seperti biasanya.

Reffal tiba-tiba menutup laptop, duduk menegak menatap gadis didepannya. Pemuda ini menghela nafas sejenak, kemudian siap bersuara, "gue mau tanya serius tentang hal ini... lagi," ucap Reffal tegas. Sorot matanya menegaskan ucapannya.

Gadis itu terdiam sejenak, matanya tak henti menatap kanan kiri, lalu mengedipkan sebelah mata, "OKE!" sahutnya keras dengan semangat.

"Oke, jawab serius," kata pemuda itu seraya berdeham kecil, "kenapa ketika lo duduk, kedua kaki lo harus ikut lo naikin ke atas bangku? Emang seenak apa sensasi duduk lo saat kaya gitu?" tanya Reffal panjang lebar, "lo kalo sedikit aja salah posisi, semuanya bakal keliatan," imbuh Reffal membuat Alya melebarkan mata.

Alya membuang nafas kasar, menurunkan kakinya dan duduk dengan benar, "gue kasih istilah," ucapnya membuat Reffal mengangguk, "apa makanan favorit lo?" tanya gadis itu.

"Pisang," sahut Reffal cepat.

Alya mengerjap, menelan paksa salivanya kemudian berdeham keras mencoba menormalkan diri, "oke, hal yang gue lakuin saat duduk, sama aja halnya kaya lo lagi makan pisang," jelas Alya.

Reffal mengerut kening, merasa belum mengerti apa yang Alya maksud, "lebih detail," pintanya.

Alya berdecak kecil, "kesukaan lo dan itu enak rasanya. Paham!?" geramnya, pemuda dihadapannya dengan tampang polos malah menggeleng membuat Alya semakin berdecak kesal. "Gini ya Reffal... ketika lo makan pisang atau makan makanan kesukaan lo, diri lo secara naluri akan ngerasain kenikmatan tiada tara bukan? walau jelas ada buah yang lebih nikmat dari itu... Nah!" Alya menghela nafas, memberi jeda sejenak, "sama aja kaya gue. Ketika gue duduk diposisi kesukaan gue atau kebiasaan gue, secara naluri gue akan nikmatin hal itu. Walau jelas ada cara duduk yang lebih baik dari ini. Sekarang paham??" tanya gadis itu geram. Jika masih tak paham, Alya berani jamin akan menyentil tangan kiri Reffal.

Reffal mengangguk paham kali ini, "tapi, kenapa harus cara duduk yang itu? Gue ulangi, kalo lo sedikit aja salah posisi, semuanya bakal keliatan," ucap pemuda itu lagi.

alyailshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang