Teman segalanya

844 71 0
                                    

16 | Teman segalanya; bukan selamanya



Tatapan matanya mulai gelisah. Dia ingin segera pulang dan menjenguk Reffal. Namun, dia tidak bisa pulang secepat itu karena dia punya tanggung jawab yang besar dalam acara ini. Bahkan bukan hanya itu. Gadis itu juga harus jadi spesial performance menggantikan Reffal.

Walaupun Amira juga belum tau harus menampilkan apa nantinya. Namun, ia punya tekad besar untuk tidak mengecewakan semuanya─anggota Osis, para siswa, maupun guru-gurunya. Ia tak boleh membiarkan acara ini jadi kacau karena kegelisahannya.

Kini hari makin sore, puncak acara akan segera dilaksanakan. Sambil menunggu gilirannya, Amira mencoba menyanyikan beberapa part lagu diiringi petikan ukulele olehnya.

"Lo gak mau ganti baju lo?" Jeni─teman dekat Amira dan juga salah satu anggota Osis itu kini duduk disamping Amira.

Amira menoleh, menghentikan aktivitas bernyanyi dan bermain ukulele nya. Gadis itu berpikir sejenak kemudian menunduk memperhatikan dirinya. Benar. Seragam ini sungguh tidak bagus untuk dipakai saat tampil nanti.

"Gue gak tau bakal kaya gini. Jadi, gue gak bawa baju ganti atau apapun itu," ucap Amira.

"Gue bawa rok. Ini emang mirip kaya rok sekolah sih, tapi warnanya item. Seenggaknya ada yang membedakan antara lo sama murid lain," ucap Jeni pada Amira.

"Nanti lo juga buka aja Jas lo. Lo pake kemeja doang, terus lengan bajunya lo lipet, nanti gue juga kasih poles dikit muka lo. Gue juga gak sengaja bawa cardigan sih, bisa lo pake. Nanti kita liat pantes nya gimana." kata gadis itu menambahkan.

Amira tersenyum, "gue gak boleh ngecewain sahabat gue. Gue harus ngasih yang terbaik buat mereka. Dan buat lo, makasih banyak."

Jeni menepuk pelan bahu Amira sambil membalas senyuman gadis itu, "kuy," ajaknya.

"Kemana?" tanya Amira kini jadi menampilkan wajah polosnya.

Jeni membuang nafasnya kasar, "dandanin lo lah. Ke ruang Osis."







Para brandal sekolah ini masih setia duduk di belakang panggung─menunggu acara selesai, mereka sampai hampir menghabiskan makanan yang disediakan untuk Osis. Untungnya Osis tak ada yang marah. Mungkin mereka takut.

Alya sebenarnya tak sepenuhnya ikut menghabiskan makanan itu karena nyatanya dia lebih banyak diam daripada berinteraksi. Tidak tau kenapa, ia merasa sangat lelah dan ingin cepat pulang. Namun, tubuhnya enggan bangun dari kursi.

Juan menoleh pada Alya yang terlihat lelah dengan kaki yang dinaikkan ke atas kursi. Juan tau pasti, gadis itu kini ingin segera pulang dan menidurkan tubuhnya. Dia tak pernah suka dengan acara seperti ini.

Juan mendekatkan wajahnya pada telinga Alya, "ayo bolos lewat belakang," bisik Juan mengajak.

Alya melirik tanpa menoleh. Dia seperti tak punya semangat untuk hidup hari ini, "nunggu sampe selesai aja," sahutnya pelan.

"Muka lo udah gak enak diliat," ucap Juan membuat gadis itu menoleh sinis.

"Ap──"

"GILAAAAAAA."

Vano yang duduk disamping kiri Alya berseru heboh. Alya, Juan dan yang lain menoleh pada Vano kemudian mengikuti arah pandangan pemuda itu.

Mulut mereka ternganga dengan mata melebar. Disana terlihat Amira yang kini berjalan mendekat. Gadis mungil pujaan banyak pemuda itu kini terlihat amat sangat cantik walaupun dengan make up yang tipis.

alyailshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang