Tentang Juan

894 78 0
                                    

20 | Hi, Juan Leonard

...

"Cowo macam apa kalian?? Gue suruh jalan kaki kesini abis itu suruh nunggu depan gerbang dua jam lo pada gak nongol-nongol. Lagi dugem lo semua?!" Alya mencibir, memanyunkan bibir lalu duduk memeluk dan bantal sofa.

"Yaelah, Al... lo tinggal nyebrang, lewatin satu rumah terus nyampe tapi ngomelnya dah kaya lo datang dari Mesir aja," balas Fajar─manusia yang sejak datang ke rumah ini langsung lari mengambil kacang ditoples dan memakainya sampai sekarang.

Gadis itu mendelik. Semakin mengeratkan pelukannya pada bantal sofa dan kembali teringat kejadian siang tadi─malu sekali karena ketahuan menstalking. Tapi, sampai sekarang chat dari Alya belum juga mendapat balasan dari pemuda itu.

Alya jadi tak yakin.

"Gue denger lo jerit-jerit pas siang, kenapa?" tanya Sisil tiba-tiba membuat Alya menoleh cepat kearah sahabatnya itu.

Alya terdiam. Mengerjap sadar kemudian menelan ludahnya paksa, "sekencang itu?" tanyanya masih tak percaya.

"Enggak sih," Sisil mengalihkan pandangannya, "cuma pas itu gue lagi nyamperin Arkhan yang bawain makanan tapi salah parkir. Dia malah berhenti di depan rumah lo. Pas banget, gue sampe sana nyamperin dia, tiba-tiba ada yang jerit."

"Ah, lo mah emang mau sombong aja," cibir Fajar (memang tidak tau diri. Sudah dari tadi makanan dimeja dicobain semua, sekarang malah nyinyir yang punya rumah).

"Arkhan siapa?" kedua alis Alya bertaut─mencoba mengingat kembali apakah Sisil pernah bercerita soal orang dengan nama Arkhan itu. Tapi, rasanya tidak. Sisil tak pernah menceritakan Arkhan.

"Anak kelas dua belas bukan sih?" tanya Vano ikut penasaran.

"Iya," sahut Sisil memberi jeda, "temennya Kak Ari," imbuhnya membuat Fajar sedikit ternganga mendengar nama itu.

"Ari ari?" celetuk Deni tanpa menoleh saking asiknya menonton TV.

"Arial, Den. Nama bagus jangan dijelek-jelekin, nanti abang Fajar marah," ledek Vano santai tanpa beban. Fajar hanya bisa mengumpat dalam hati.

"Tau banget lo?! Deket lo sama dia?" tanya Fajar dengan nada meninggi.

"Sensi amat. Cemburu lo?!" balas Vano tak kalah sengit.

"Hubungannya sama mereka apa!?" tanya Alya geram sendiri mendengar temannya malah berdebat.

"Arkhan cowo gue. Ari temennya Arkhan. Mereka kelas duabelas Ipa satu. Dia jarang keliatan soalnya jarang keluar kelas," ujar Sisil.

"Kapan jadiannya lo. Maen bilang-bilang pacar aja." Alis Vano bertaut. Ia merasa Sisil tak pernah membicarakan soal pacar. Namun, kini tahu-tahu sudah jadian dengan kakak kelas saja.

"Iya, tiap hari kerjanya belajar terus, kapan pdktnya?" Deni mulai ikut-ikutan walau pandangan masih tertuju ke layar besar dihadapannya.

"Pacaran gak perlu diumbar. Nanti biar mereka taunya tiba-tiba nyebar undangan aja." kata Sisil sombong.

"Halah. Itu juga kalo langgeng. Kalo enggak mah ya ngapain? Ya gak, Ka?" Vano menaikkan kedua alis menatap Alya, sedangkan Alya hanya mendelik, tak banyak menanggapi.

"Si Fajar juga kalo ditanya soal pacar bilangnya 'nanti juga tau kalo gue udah nyebar undangan'. Padahal mah dia lagi nutupin kejombloannya," ledek Deni membuat Fajar mendelik sinis dan kemudian melempar kacang pada Deni.

"IPA satu tuh yang kelasnya OSIS senior semua bukan, dek?" tanya Fajar enteng menyebutkan kata 'adek' diakhir kalimatnya. Memang sih Fajar ini yang paling dituakan dalam persahabatan mereka, tapi kayaknya nyebut 'adek' gitu geli juga.

alyailshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang