Extra part

937 45 7
                                    

Minggu pertama bebas setelah ujian semester disambut dengan sukacita oleh para siswa-siswi SMA Pelita. Classmeeting yang diselenggarakan mulai hari ini pun disambut dengan semangat yang luar biasa.

Pertandingan basket yang dibuka oleh angkatan kelas 12─jadi pembuka dari classmeeting ini. Pinggiran lapangan sudah dipenuhi oleh para angkatan yang ingin mendukung kelasnya dan ada juga murid lain yang berteriak heboh menyemangati para idamannya.

Reffal tersenyum saat samar melihat seorang gadis datang kelapangan dan membuat kerumunan orang-orang ditepi lapang tiba-tiba bergeser saat gadis itu jadi penonton paling belakang.

Alya terlihat mengerutkan keningnya bingung sekaligus kaget melihat apa yang telah meraka lakukan. Padahal gadis itu berjalan biasa saja─tanpa ada tampang penguasa, walau memang dengan gaya khas anak bandel.

Reffal tak mengalihkan pandangan. Gadis yang selalu menguncir kuda rambutnya itu tampak manis walau pakaiannya melanggar aturan sekolah. Tapi tak apa. Untuk hari ini beberapa pelanggaran tak diberlakukan karena ujian semester telah usai.

"Berasa sultan. Dia datang yang lain minggir," ucap Sisil yang duduk disebelah Reffal─jadi salah satu panitia dari pertandingan ini. Reffal menoleh kemudian tersenyum menanggapi ucapan Sisil.

Sedangkan Alya disana hanya bersikap biasa. Walau awalnya kaget, tapi ia mencoba tak peduli dengan mereka yang seakan mencoba menghormatinya─toh mereka sendiri yang melakukan itu dan Alya tak pernah meminta. Tapi penasaran juga ingin bertanya─'mereka ini kenapa'.

Alya mendekat pada Juan. Gadis itu lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Juan kemudian menghalangi antara mulutnya dan telinga Juan dengan tangan, "gue ngerasa kita sedihormati itu," bisiknya.

Juan menoleh, membuat Alya menurunkan tangan dan menatap pemuda itu penuh tanya. "Karena lo pacarnya ketua osis kita.. goblo..." ucap pemuda itu sedikit kesal.

"Emang kalo gue gak jadi pacarnya ketua osis gak akan kaya gini?" tanya Alya polos.

"Enggalah. Emang lo siapa?!" sahut Juan tidak santai.

Alya refleks melebarkan mata, "Juan ko ngomongnya gitu? Gue teriakin nama Ibu lo ya!" tantangnya kemudian.

"Teriakin aja," ucap Juan meledek.

Alya menyipitkan mata, "oh... dah berani ya sekarang," Alya beralih pada Vano kemudian, "No, hitung mundur. Gue mau teriak," titahnya membuat Vano kebingungan.

"Mau ngapain?" tanya Vano.

"Mau teriak," jawab Alya santai.

"Ya iya, buat apa?"

"Gue aja yang ngitung," Deni yang berdiri diujung disebelah Fajar mendekat, menawarkan diri.

"Ya udah sok," titah Alya.

"Eh, si Vano aja deh," ucap Deni membuat amarah Alya terasa sampai ubun-ubun.

Alya mulai geram, "siapa aja jingan cepetan. Tinggal hitung doang."

Vano hanya bisa pasrah sekarang─karena Deni malah mendorong-dorongnya, "ya udah," Alya tersenyum senang, "satu... dua... tiga."

"W───"

"HEIIIIIIIIIII." waktu seakan terhenti begitu saja saat suara nyaring dan gebrakan meja terdengar. Orang-orang yang tadi dengan nyaring meneriaki para idamannya juga para orang yang diteriaki itu pun terdiam begitu saja dengan tatapan yang mengarah pada pojok lapangan.

Bahkan Alya dan Juan yang tadi sempat saling pukul karena Juan membekap mulut gadis itu saat akan meneriaki nama Ibunya pun juga ikut terdiam─dengan tangan yang masih membekap Alya yang kini berada tepat didepan dadanya.

alyailshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang