39 | End
°°
“Yang mana pacarnya Alya?”Pertanyaan itu sontak membuat orang-orang yang duduk diruang TV menoleh kebelakang. Kini Arya, Melina dan Alya menghampiri mereka semua setelah tadi mengambil kesempatan bertiga untuk Arya dan melina menjelaskan juga meminta maaf.
"Apaan sih, Pah," Alya sontak saja memekik saat sang Ayah dengan lantang menanyakan yang mana pacar Alya─sebab, pacar saja tak punya. Nanti siapa yang akan memajukan diri untuk mengakui?
Nirma, Juan dan teman yang lain refleks menoleh pada Reffal yang kini terlihat bingung. Pemuda itu mengerjap kemudian menelan ludah paksa. Ia berusaha menormalkan diri. Walau tetap saja, jantungnya terus berdetak lebih cepat entah kenapa.
"Diri. Lo gak sayang sama dia?" bisik Amira yang duduk disebelah pemuda itu. Ia dibuat geram dan ingin terus mengomel saat melihat tingkah Reffal yang terlihat makin bingung, ditambah kini pemuda itu mulai gugup. Padahal tadi sudah berusaha menormalkan diri.
Juan yang tadi sibuk memperhatikan Reffal kini beralih pada Arya disana, "namanya Reffal, Om," pemuda itu memberi jeda, "kalo Om bisa tebak yang mana orangnya, dia bakal langsung kasih anak Om kepastian hari ini juga." pertanyaan bodoh. Sontak saja membuat semuanya menatap Juan tak habis pikir. Namun, Vano dan Deni seperti biasa─sudah heboh dengan dunianya berdua.
Ini pertanyaan sangat mudah. Dari beberapa kejadian, harusnya mereka mengenal atau setidaknya tahu yang mana wajah orang yang Juan maksud.
"Beneran??" Melina terkejut menatap Alya, "kurang ajar nih, harus dibom," lanjutnya sembari terkekeh geli.
"Iya, Tan, makanya ayo Om tebak Om, tebak," saat Deni jadi diam, Vano malah makin heboh sendiri.
"Sudah pasti yang dipilih yakni Deni narendra. Secara dia ini kan ganteng, cool dan idamannya para idaman. Cocoklah jika disandingkan dengan Alya," Deni memainkan alis berbicara pelan pada Fajar. Pemuda itu memudarkan senyum saat Fajar tak sama sekali menanggapi dan malah menoyornya dengan keras.
"Biasa aja si. Ngomong doang kan belum tentu berharap juga. Kali-kali becanda," ucap Deni, lagi-lagi pada Fajar. Fajar menoleh menempelkan telunjuk dibibir membuat Deni bungkam sesaat.
"Lo diem gitu berharap dipilih?" celetuk Deni kala melihat Fajar yang begitu serius.
Fajar menoleh pelan, menatap Deni malas kemudian jadi berpikir, "iya juga ya, ngapain gue diem-diem gini?"
"Tolol," sarkas Sisil tepat didepan wajah Fajar.
"Diem dong, ini mau tebak-tebakkan," Vano menatap galak Sisil, Fajar dan Deni membuat ketiganya mendecih kasar pada pemuda itu.
Arya tersenyum senang, "ini mah pertanyaan mudah," sahutnya, "yang diujung kan Vano──"
"Sudah jelas, Om, Vano memang yang paling tampan dan berkharisma. Cocoklah," Vano menaikkan alis sampai kemudian berdiri menyombongkan diri.
Arya menautkan alis, "tapi kayaknya Alya gak suka yang lebih muda dari umurnya deh, kayaknya," Arya menoleh membuat persetujuan kepada Alya. Alya dengan cepat mengangguk menanggapi.
Arya jelas tau. Karena Alya pernah bercerita, walau Arya tak bisa mendengarkan cerita itu sepenuhnya.
"WHAHAHAHAHA KETAUAN KAN LO MASIH BOCAH." Deni dengan puas mentertawakan pemuda itu.
"Ya emang bocil. Apa-apa jadi heboh sendiri. Yang lain lagi diem, ini satu sibuuk terus, riweuh." Sisil melanjutkan─ikut meledek pemuda itu namun lebih terlihat seperti geram.
"Jamannya masih bocah jadi bad boy sekarang tuh," Fajar juga jadi ikut-ikutan. Sedangkan yang lain hanya terkekeh melihat tingkah mereka bertiga.
... kecuali Reffal. Pemuda itu diam ditempatnya tak bereaksi apapun. Ia agak merunduk sambil sesekali memegangi dada─merasakan detak jantungnya yang makin tidak karuan.