3 | “Kenapa harus elo?” ✓
Sebuah motor berhenti tepat didepan toko yang tutup. Pemuda bermotor itu menoleh kebelakang sambil membuka kaca helmnya. Ia melihat orang dibelakangnya tengah sibuk dengan handphone, sampai berikutnya keduanya tak sengaja beradu pandang. Suasana awkward. Penumpang dibelakangnya langsung turun.
"Kenapa?" tanya Alya mengerutkan kening.
Pemuda itu membuka helm. "Mau ngapain naik-naik motor orang seenaknya?" tanyanya sarkas.
Alya memutar bola mata malas. "Gue pikir lo anaknya cold, ternyata sama aja." ucapnya sambil mengambil selembaran lima puluh ribuan didalam saku kemudian memberikannya pada pemuda itu.
Pemuda itu menautkan kedua alisnya, "cewe aneh." batinnya.
"Apa maksudnya?" tanya pemuda itu tak mengerti.
"Gue gak mau minta bantuan tanpa imbalan." Alya langsung memasukan uang pada saku baju pemuda itu kemudian beranjak pergi. Malas kalau harus lama-lama dengan manusia banyak muka seperti dia.
Padahal tadi mukanya polos-polos aja kaya gak ada dosa, tapi sekarang ngeselin.
Baru juga akan melangkahkan kakinya, tangan Alya lebih dulu ditahan oleh pemuda itu. Tak ada suara. Hening beberapa saat, sampai Alya mengerjap dan mengalihkan pandangan sambil menepis lengannya.
"Apaan lagi? Tadi marah marah karena gue naik motor lo. Sekarang narik gue balik. Kenapa? Bayarannya kurang?" geram Alya.
Pemuda itu mengambil kembali uang yang tadi dimasukkan ke saku seragamnya. Ia membuka lengan Alya kemudian menaruh uang itu dan mengepalkannya. Tatapan pemuda itu kembali menatap Alya. Kali ini lebih teduh dan... terasa hangat. Tangannya menggenggam lengan Alya yang mengepal uang.
Alya menahan diri setengah mati untuk tidak berontak. Bayangkan saja jika kalian ditatap seteduh dan sehangat itu oleh ketua osis idaman sejuta umat. Kalau Alya seperti cewek lain, mungkin dia sudah pingsan saat ini juga. Apalagi tangan pemuda itu yang masih menggenggam tangannya.
"Kenapa lo gak bilang dari awal kalau lo Alya Ailsha?" tanya pemuda itu lembut.
Apa apaan sih ni orang.
"Gak perlu gue bilang pun harusnya lo tau kan? Salah satu tugas osis, mengenal siswa yang dia catat namanya di buku BK." sahut Alya setelah sebelumnya berusaha menormalkan diri.
Pemuda itu diam sejenak. Ia sedikit aneh, kenapa Alya tau salah satu tugas OSIS? Padahal manusia brandal seperti Alya mungkin tidak tertarik dengan hal-hal yang berbau OSIS.
"Temen gue osis. Jangan kira gue kepo sampai nyari tau tentang osis." ucap Alya seperti bisa membaca pikiran pemuda dihadapannya. "Lagian lo jadi osis ngapain aja? Nyuruh-nyuruh doang nih pasti, yakin gue."
"Enggak lah." tukasnya. Pemuda itu menghela nafas. "Lagian kenapa harus elo? Kenapa cewek secantik lo harus jadi penguasa buku BK?" tanyanya lagi. Nadanya masih sama, lembut.
Alya mengerjap kemudian menepis lengannya dari genggaman pemuda itu. Mata Alya menajam, tatapannya pada pemuda itu mulai sinis. Kalimatnya membuat Alya emosi. "Kenapa emangnya? Yang cantik biasanya emang gak baik. Semua orang tau itu kok."
"Lagian lo bukan siapa-siapanya cewek cantik kan? Jadi gak usah kepo atau bahkan ngatur hidupnya." lanjutnya kesal.
"Gue nggak bermaksud untuk ngatur, tapi gue cuma mau orang-orang yang satu lingkungan sama gue jadi yang terbaik menurut mereka." ucap pemuda itu sambil tersenyum.
"Jadi yang terbaik manurut gue ya jadi brandal." sahut Alya malas.
"Yang terbaik itu yang bisa bikin lo bahagia. Bukan cuma karena hasilnya, tapi juga karena usaha yang pernah lo lakuin." Pemuda itu lagi-lagi tersenyum. "Gue Reffal Adiarsa, kalau lo belum tau. Gue osis di SMA lo."