2 | Jalan ke pelaminan ✓
Bolos setelah dihukum mungkin jadi opsi yang paling benar untuk Alya. Karena rasanya terus berada dilingkungan yang sama setelah melakukan kesalahan akan membuat malas, apalagi harus berkali-kali lagi mendengar omelan dari guru BK-nya.
Tapi, salah juga disaat seperti ini dia malah bolos sendirian, mungkin jika ada yang lain setidaknya dia bisa minta digendong, karena berjalan sejauh ini ditambah berkeliling lapangan lima belas putaran membuat kaki Alya terasa hampir lepas dari tubuhnya.
Untungnya Alya tidak merasakan hal separah cedera. Ia hanya perlu tempat nyaman untuk duduk atau mungkin menselonjorkan kakinya dengan bebas.
Alya menyimpan tasnya kasar lalu merebahkan tubuhnya ke sofa disalah satu warung diluar sekolah. Tempat anak-anak suka bolos berkumpul─lebih tepatnya basecamp nya mereka.
Jika dilihat, warung tanpa papan nama atau sejenisnya ini tidak terlihat mencurigakan. Maksudnya, warung ini tidak terlihat seperti basecamp dari para brandal sekolah. Mungkin untuk mereka yang tidak tau, ini terasa sangat asing dan akan jadi hal aneh. Karena perlu diketahui, jika dilihat dari luar saja warung Bi Icah─nama pemilik warung, lebih mirip seperti rumah biasa. Jauh dari kata warung. Tapi, ketika masuk yang datang akan langsung disuguhi oleh beberapa aneka jajanan dan minuman dingin di kulkas. Di samping kanan dekat pintu ada dua sofa berhadapan. Lalu disamping itu ada area luas dengan beberapa bangku dan meja yang menghiasi.
Dan Alya jadi satu satunya anak gadis yang 'sering' ke warung Bi Icah.
"Kenapa lo?"
Gadis bernama Alya itu tak bergeming. Ia masih dengan posisinya─tiduran di atas sofa dengan mata terpejam. Ini adalah posisi yang nyaman dan Alya tak mau menghentikannya begitu saja.
"Tadi ada Ayah lo. Bikin ulah apa lo?" Suara itu terdengar lagi.
Alya masih tetap diam. Dan selalu diam ketika pemuda itu terus bersuara, menanyakan banyak hal dengan semua kalimat yang selalu diikuti pertanyaan ‘kenapa’.
Awalnya Alya tak akan peduli. Tapi, manusia itu terus membahas hal yang sama. Lo kenapa? kenapa? kenapa? kenapa? dan tadi ada Ayah lo. Abis bikin ulah apa? Sepertinya kini harus Alya yang bertanya pada manusia itu, dia kenapa.
Alya mengubah posisinya menjadi duduk kemudian memutar bola mata malas. "Lo kenapa si? Cerewet banget kaya Ibu ibu, emosi gue dengernya. "
"Ya elo yang kenapa!?" pemuda itu malah membalas lagi.
"Gue dihukum. Kenapa selalu nanya sih, padahal lo udah tau kan?"
Pemuda itu terdiam sesaat. "Tadi ada Ayah lo, ngapain?" ulangnya.
"Iya, Jun gue tau. Gue denger tadi lo gak sekali ngomong gitu. Gue juga liat dia. Dia dipanggil karena seminggu gue bolos pelajaran!!"
Pemuda itu membisu. Suasana ramai ini terasa berubah menjadi hening. Tak ada suara selain hembusan angin diantara mereka berdua. Mata mereka beradu. Sampai pemuda dengan nama lengkap Juan Leonard itu memecah keheningan dengan mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya. Juan memang kadang tidak tahu diri─sudah membuat anak orang geram lalu asik begitu saja dengan dunianya sendiri.
"Nyebat mulu. Lama-lama gue bakar paru-paru lo, sekalian sama orangnya." omel Alya kemudian beralih pada handphonenya yang berdering tanda panggilan masuk.