32 | Long time no see; “bentar lagi juga jadi cinta”✓
Sore yang mendung seakan mendukung gadis dengan seragam yang lusuh itu untuk bermalas-malasan. Alya sebenarnya agak bingung untuk kesini lagi atau tidak. Pasalnya, ia sudah terlalu lama tak mengunjungi tempat ini. Itu membuat Alya awalnya ragu. Namun, karena tubuhnya sangat ingin direbahkan dengan nyaman, akhirnya Alya kembali ke tempat itu.
Alya melangkah kaki malas, sambil menyeret tasnya memasuki bangunan, gadis itu langsung menujukan pandangan pada Bi Icah, "long time no see, Bi," sapanya seraya melambai tangan.
Bi Icah yang tengah membuat minuman kini menoleh dengan senyum, "ah, si cantik kita kembali lagi," sahutnya riang sambil sesekali melihat pada minuman buatannya, "Pak Ibnu ngasih tugas berapa tumpuk? sampe lupa gak kesini," imbuhnya sambil terkekeh.
Alya tersenyum kecil menanggapi. Gadis itu kini mendekat pada bangku yang tak jauh dari tempat Bi Icah berdiri. Alya menyimpan tasnya dimeja kemudian ia jadikan bantalan untuk kepalanya. Di sofa sedang ada yang bermain kartu, karena itu ia tak duduk disana.
"Haduh, apa kabar nih Ibu negara kita," sapa salah seorang bernama Adnan dengan nyaringnya membuat Alya mendongkak menatap pemuda jangkung itu.
Alya mengangkat alis, tersenyum paksa sambil mengacungkan jempol pada Adnan, kemudian beralih pada Bi Icah, "Bi, capcin enak kayanya," ucapnya membuat Bi Icah menoleh mengerut kening, "ada gak?" tanyanya kini.
"Nan..." panggil Bi Icah sambil melihat pada Adnan, "kelamaan gak kesini jadi linglung," ejeknya membuat Adnan tertawa mendengar itu, apalagi ditambah wajah polos Alya kini.
"Waduh waduh, rame banget nih, mau rencanain hajatan?" Pemuda dengan kulit hitam pahit bernama Dino itu mendekat, kemudian menarik kursi dan duduk bergabung dengan Alya.
Bi Icah dan Adnan melirik sinis walau berikutnya jadi tertawa riang melihat wajah bingung Dino.
"Apaan sih, si Dino gak jelas banget, Nan," ujar Bi Icah sambil menyimpan gelas berisi kopi yang telah dicampur susu, ke hadapan Adnan, "noh, susunya dibanyakin," ucapnya membuat Adnan menampilkan giginya sambil mengacungkan jempol.
Baru saja ujung gelas itu akan menyentuh bibir pemuda itu. Sebuah tangan menahannya membuat gelas itu terhenti tepat satu centi didepan bibir. Adnan menurunkan gelas, kini mendapati Alya tengah tersenyum penuh padanya, matanya bahkan sampai membentuk eye smile.
"Buat gue ya, lo pesen lagi," pinta gadis itu jadi menampilkan gigi sambil mengangkat jari membentuk huruf v.
Adnan hanya bisa pasrah melihat itu, "ya sudah, nih," katanya sambil menggeser gelas mendekatkan pada Alya.
"Lo sama gue gak pernah gitu, Nan," celetuk Dino membuat Adnan menoyor kepala pemuda itu kasar, dan dengan polosnya Dino membalas itu lebih keras. Dani kini malah jadi toyor-toyoran. Alya tertawa kecil melihat itu.
Alya menatap. Ini yang tak pernah Alya miliki ketika pulang ke rumah. Sebuah canda tak pernah menghiasi rumahnya selama ini. Karena itu, Alya suka tempat Bi Icah, Alya senang ada disini. Alya selalu merasa lebih baik disini. Disini banyak tawa, walau ada luka. Disini Alya senang, walau hanya raga.
Alya sempat berpikir. Sebesar apa dosa dia sampai Tuhan tak pernah memberi rumahnya sebuah cinta, kasih sayang atau bahkan kehangatan. Apa yang dia lakukan selama ini salah? Boleh jujur? Alya tak selalu melakukan hal-hal buruk seperti yang diketahui orang-orang tentangnya. Tapi, kenapa dia seakan dilarang untuk merasakan sekali saja arti dari sebuah keluarga.
Katanya yang paling berharga di dunia ini adalah keluarga. Boleh Alya bilang itu bohong? Karena nyatanya, uang tak pernah jadi nomor dua dalam urutan hal yang berharga.