13 | Becanda = Baper: “kecuali gue”
Gadis dengan rambut terurai itu terduduk melamun disamping kursi kemudi. Entah perasaan apa, rasanya seperti ada yang mengganjal dalam hatinya. Mengingat ucapan Pak Ibnu beberapa waktu lalu membuat pikirannya jadi agak tak tenang begini. Dia juga merasa akhir-akhir ini hatinya agak berbeda. Lebih sensitif dan gampang tergores. Ia tak tau pasti. Sejak kapan masalah-masalah kecil seperti ucapan Pak Ibnu itu membuat sebuah goresan dalam hatinya.
Melina melirik putrinya, ia tersenyum samar kemudian kembali melihat jalanan yang cukup ramai dengan lampu-lampu yang menerangi malam ini. Mereka berdua berniat pergi ke mall. Untuk sekedar mengisi waktu luang bersama.
Setelah sampai dan memarkir mobilnya, Alya dan Mamanya langsung masuk dan menuju lantai atas dengan Alya yang berjalan selangkah lebih lambat dari Mamanya yang terlihat berbinar melihat baju-baju bagus yang tengah diskon.
Melina menoleh penuh semangat pada Alya, "mampir sini dulu yu," pintanya riang sambil menunjuk salah satu toko dengan baju penuh diskon.
Alya menatap toko itu malas, isinya sangat penuh. Banyak orang-orang berdesakan memilih baju dengan semangat yang menggebu, membuatnya berpikir jutaan kali untuk masuk jika bukan mamanya yang meminta. Apalagi dia tidak mengikat rambutnya sekarang, pasti akan sangat gerah nanti.
Gadis itu berpikir sejenak, " iya," jawabnya pelan sambil mengangguk, kemudian dibalas dengan tatapan berbinar oleh Melina. Namun, baru saja akan melangkahkan kaki, Alya terdiam kembali, "tapi ma..." ucapnya membuat Mamanya kembali menoleh bingung, "Alya tunggu diluar aja," ujarnya agak kikuk.
Melina diam sejenak, tampak berpikir kemudian tersenyum dan mengangkat jempolnya tanda mengiyakan. Setelah itu Alya langsung duduk pada bangku yang tak jauh dari toko itu.
Alya merunduk memainkan handphone. Kemudian jadi terdiam mengingat lagi ucapan Pak Ibnu kala itu. Kenapa dalam pikirannya selalu saja itu yang muncul. Padahal banyak dari ucapan Pak Ibnu yang lebih perlu ia sadarkan dari pada ini.
Kayaknya ini berkat Reffal, kamu sedikit lebih baik sekarang.
Setelah merasa bangga dengan pujian itu. Alya kemudian merasa dijatuhkan saat Pak Ibnu mengatakan bahwa dirinya telah salah menilai Alya sudah berubah.
"Agam sini!"
"Engga ma, Agam tunggu sini aja."
Sebuah dialog yang terdengar tidak pelan ditelinga nya membuat Alya tersadar dan langsung mendongak melihat kepada sumber suara. Alya menemukan seorang Ibu yang berdiri tak jauh dari area dia duduk, kemudian menoleh mendapati seorang anak berusia 6 tahun sudah duduk disebelahnya─dengan handphone ditangannya. Alya merasa tidak asing dengan anak kecil ini. Rasanya dia pernah bertemu. Namun jadi samar saat ini ingin mengingat dimana kejadian itu.
"Ya sudah, jangan kemana-mana," ucap Ibu dari anak itu, kini ia lebih mendekat, "kak, nitip ya," imbuhnya sembari tersenyum menatap Alya.
Alya mengerjap. Merasa bingung sendiri harus berbuat apa. Dirinya duduk disini juga karena menunggu mamanya. Dan sekarang malah disuruh menjaga anak orang.