35 | Kenyataan ✓
°°
Motor yang dikendarai Reffal berhenti tepat di depan rumah mewah. Sang penumpang langsung turun dan menghadap pemuda itu. Reffal mengarahkan pandangannya pada rumah bak istana itu. Dirinya dibuat takjub. Hingga kini beralih pada gadis yang sudah berdiri dihadapannya.
"Ini isinya berapa orang?" tanya Reffal penasaran.
Alya menoleh sejenak pada rumah itu, kemudian menatap Reffal, "Ayah, Ibu, adik, kakak, pembantu, supir... udah," sahutnya sambil menggerakkan jari─menghitung orang.
"Baju lo gede banget, gue kaya gak pake celana," celetuk Alya sambil merentangkan tangan menunjukkan baju dengan gambar animasi Jepang yang terlihat sangat kebesaran ditubuhnya.
"Digue aja gede, apalagi dielo."
"Hm.. ya udah," respon Alya jadi diam kemudian, "tapi nanti balikinnya lama, gapapa kan?" imbuhnya.
Reffal mengacak pelan rambut Alya, lalu tersenyum setelahnya, "gak dibalikin juga gapapa, asal lo jaga diri baik-baik," katanya dengan lembut. Alya tersenyum menanggapi.
"Jangan sedih terus, gue gak suka."
Kemudian suasana hening. Angin sesekali berhembus menerpa helaian rambut panjang Alya. Gadis itu menatap. Matanya tak lepas memperhatikan Reffal yang kini berusaha mengalihkan pandangan karena merasa canggung.
Langkah Alya mendekat. Wajahnya bergerak kini mengecup pipi pemuda itu sekilas, yang berikutnya jadi berlari menuju gerbang dengan tangan yang masih sempat melambai ke arah pemuda itu, "bye!" serunya sambil mendorong gerbang dan langsung masuk, tak lupa ia tutup kembali gerbangnya setelah itu.
Tapi detik berikutnya gadis itu kembali terlihat dari balik gerbang besar itu. "ALYA GAK AKAN SEDIH KALAU KITA SELALU SAMA-SAMA." setelah itu, dia benar-benar menghilang ditelan gerbang besar itu.
Sedangkan orang yang tadi dikecup pipinya kini terdiam melongo. Mulutnya sedikit ternganga sembari memperhatikan Alya yang kini sudah tak terlihat. Pemuda itu mengerjap, menormalkan diri. Ini benar-benar mengejutkan, tapi bersamaan dengan itu, hatinya merasa berbunga.
Bertemu dengan pembantu rumah ini didepan pintu tadi. Alya jadi langsung masuk saja ke dalam rumah. Pasalnya, sang pembantu mengatakan jika kedua orang tua Fajar sedang ke luar kota minggu ini. Jadi, mereka boleh melakukan apa saja asal itu tak membuat kedua orang tua Fajar marah ketika pulang nanti.
Dengan langkah cepat atau bisa dibilang berlari, Alya menghampiri teman-temannya yang tengah berkumpul duduk di sofa ruang tv. Dia merentangkan tangan lalu memeluk Sisil─yang sedang duduk memainkan handphone, dari belakang. Sisil tersentak kaget kemudian menoleh melihat Alya yang sudah tersenyum ke arahnya. Alya kini melepaskan pelukan dan langsung duduk disebelah Sisil.
Setelah Alya duduk disebelah temannya itu, Sisil langsung mengasongkan handphone milik Alya. Alya awalnya melongo, namun menerima itu dengan semangat kemudian. Ia menatap Sisil dengan tatapan berbinar, membuat Sisil langsung mendorong wajah temannya itu.
"Dari Oma, katanya kalo udah ngerasa baik, langsung pulang. Dia selalu nunggu," ucap Sisil menyampaikan pesan Nirma yang ke rumahnya untuk membawakan handphone Alya dan juga bercerita tentang kejadian itu, walau tak banyak. Dan teman-temannya sudah tahu tentang ini, karena tadi Sisil bercerita.
Alya mengacungkan jempol menanggapi. Ia menekan tombol daya handphone kemudian. Lalu beralih pada layar tv.
"Dianter Reffal?" tanya Fajar yang duduk bersama adiknya. Alya dengan semangat mengangguk menanggapi.