When You Believe 53

680 88 22
                                    

Azmi - Pernah
Cover Audree Dewangga
& Yotari Kezia 🎶

Puluhan langkah kaki terlihat samar dan bergerak begitu cepat, ia duduk di kursi sebuah halte bus dan sekeliling banyak orang berlalu lalang di depannya. Bahkan berkali-kali orang bergantian duduk di kursi yg sama dengannya selalu menujukan ekspresi yg sama, Iba mungkin kurang lebih seperti itu.

Melihat seorang wanita termenung tana melakukan apa pun kecuali bernafas dan sesekali matanya terpejam, kaeang manik mata yg begitu redup hanya menatap kosong apa yg ada di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melihat seorang wanita termenung tana melakukan apa pun kecuali bernafas dan sesekali matanya terpejam, kaeang manik mata yg begitu redup hanya menatap kosong apa yg ada di hadapannya.

Ishani sudah berhenti menangis mungkin sudah cukup banyak air mata yg ia titihkan dan itu sudah cukup membuatnya sadar semuanya tetap sia-sia. tidak akan ada yg berubah meski ia harus menghabiskan seluruh air matanya semuanya tetap terjadi, pengkhianatan ranveer tetaplah nyata.

Berulang kali ishani mencoba menepis apa yg sudah di lihatnya, memahami apa yg sudah terjadi di depan matanya. Nihil rasa sakitnya terlalu dalam. Sejak ia memutuskan bergegas pergi meningggalkan kantor ranveer ishani tak lagi bisa berfikir jernih.

Mulai dari menyebrang dengan sembrono yg hampir membuatnya celaka, menghentikan taksi layaknya begal yg baru saja melancarkan aksi todong. Ya oa tak peduli meski jika kemungkinan taksi yg coba ia hentikan gagal mengerem dan menabrak dirinya itu tak akan jadi rasa sakit yg parah.

Karena rasa sakit sesungguhnya sudah ia rasakan lebih dari yg ia harapkan, ishani menyesali betapa bodohnya  ia yg terlalu bersemangat untuk menemui ranveer, menemui suami yg tidak bersikap layaknya suami sesungguhnya.

"Hei nek minggir, jika kau tak bisa berjalan dengan cepat maka menyingkirlah".
Seruan seseorang di depan ishani berhasil membuyarkan ringisan batinnya, ia bahkan sudah mendongakab wajah demi melihat keributan di hadapannya.

Tiga orang wanita masih muda berkisaran 22 tahun berdiri sembari berdecak pinggang pada seorang nenek lansia 60 tahun atau mungkin lebih. Bukankah itu sebuah penindasan?.
"Ma-mafkan saya nak". Ucap ragu sang nenek menundukan kepala.

Ishani tak menyukai pemandangan  tersebut terlebih ada banyak orang di sekitarnya tapi mereka terlalu sibuk hingga mengabaikan hal tersebut.
"Apanya yg maaf kau sengaja menghalangi jalanku paham" bentak lagi wanita yg sama dia adalah wanita cantik dengan warna rambut orange gelap.
Sangat di sayangkan sikapnya tak secantik rupanya.

"Aku rasa jalan ini cukup luae untuk kalia  lewati, kenapa tidak membuat formasi barisan saja itu akan lebih memudahkan kalian berjalan tanpa mengganggu jalan sang nenek" sela ishani sebelum wanita berambut orange kembali membentak.

"Kamu cantik tapi apa cantikmu itu hanya topeng? Kenapa kamu  begitu kasar pada orang yg lebih tua darimu" tambah ishani merangkul nenek tadi lembut.

Merasa tersindir wanita itu menatap tajam ishani tak suka.
Meski ishani mengatakan hal tersebut dengan pelan rupanya ada saja yg mendengar dan membuat mereka menjadi pusat perhatian, hal itu membuat wanita berambut orange merasa hilang muka sekaligus terhina.

"Tidak perlu berlaga baik kau bukan seperti kami, jangan samakan tempatmu dengan tempatku, kau tetap orang asing disini jadi jangan pernah ikut campur" serunya panjang lebar.
Ishani menyingrai kecil.

"Justru karna aku orang asing aku masih bisa peduli, lalu bagaimana dengan dirimu? kenapa tidak bisa bersikap lebih baik dariku".

Merasa tersindir wanita berambut orange gelap kian mengepalkan jemarinya kuat, mengambil ancang-acang untuk menampar ishani. Tapi usahanya tak kalah cepat karna salah satu temannya berhasil mencegah hal tersebut terjadi.

"Sudahlah cla, memang kita yg salah, maafkan kami" pintanya sembari menarik wanita rambut orange yg di panggil cla tersebut.
"Hei apa-apaan kau ini, kenapa harus minta maaf padanya".

"Kau tidak akan mengatakan itu jika tau siapa wanita tadi".
"Siapa? Dia bukan anak presidenkan?" Sesal cla menepis tubuhnya.
"Memang tapi dia istri orang yg cukup berpengaruh, kau belum lihat beritanya seorang CEO sekarang bukan lagi apa-apa setelah berurusan dengannya, apa lagi kita yg hanya karyawan biasa. Sudahlah orang dengan kekuasaan seperti itu memang selalu dapatkan apa yg mereka inginkan dengan mudah". Jelas rekan cla mencibir.

Ishani terdiam, mereka berbicara seolah sengaja menyindir ishani. Ya ishani tau itu mereka memang sengaja- tapi ia tak suka jika ranveer jadi terlihat buruk oleh mereka hanya karna pria itu memiliki kekuasaan. Tapi--- ishani terpukul lagi, memang benar orang dengan kuasa takan sulit mendapat apa yg mereka inginkan. Bahkan jika itu merupakan adalah wanita.

Air mata kembali menitih tanpa ishani inginkan, mengapa sulit baginya untuk mengsederhanakan masalah ini. Apakah ia harus terus di bayang-bayangi oleh perasaan campur aduk selalu?.

"Nak kamu menangis?" Ucap nenek menepuk pundak ishani pelan. Ia lupa jika saat ini dirinya masih bersama dengan orang lain, ishani menggeleng pelan tersenyum getir akan nasibnya.

"Aku tidak papa" sembari membantu sang nenek duduk di kursi ishani mencari-cari waktu untuk menyeka air matanya, setidaknya jangan sekarang, jangan tunjukan kelemahanmu sekarang.

"Apa ada masalah? Jika iya tidak seharusnya masalah kamu simpan sendiri" ishani kembali diam belum ingin menjawab, karna ia yakin sang nenek belum selesai dengan ucapannya.

"Kamu masih terlihat muda, jangan terlalu larut dalam urusan duniawi, aku bisa melihat jika kamu bukanlah wanita yg lemah".

Ishani terisak lagi, usahanya untuk menahan perih tak lagi dapat di simpan, apa yg di katakan nenek tadi membuatnya sentimentil.
"Aku tidak tau apa pun sekarang, aku tidak siap dengan ini- tapi..". Ishani menghentikan kalimatnya, tak ada kesanggupan untuk kembali bicara dan mengingat di saat bersamaan.

Lagi nenek itu menpuk bahu ishani pelan, tersenyum hangat agar ishani merasa lebih tegar.
"Masalah selalu datang kapan pun, saat kita siap atau tidak hanya ada dua pilihan untuk kita hadapi atau mundur".

"A-aku.."
"Honey" ishani menegang seketika saat mendengar suara ranveer di sekitarnya. Aku mohon jangan sekarang.
Ranveer bediri tepat di belakang tubuh ishani menatap istrinya sendu.

Sang nenek yg melihat kedatangan ranveer pun berdiri seolah mengerti akan situasi yg di lihatnya, sebelum ia bangkit sang nenek sempat tersenyum lagi pada ishani.
"Aku pergi, terimakasih sudah menolongku tadi" ucap nenek itu berpamitan.

Ranveer menggatikan tempat duduk nenek menjadi dirinya, mengelus wajah ishani yg lembab karna air mata.
Ranveer memblenakan mata saat tangannya terasa semakin menjauh dari wajah isrtinya.
"Jangan sekarang" lirih ishani kembali menangis.

Ranveer tak senang dengan situasi ini, ia tak pernah senang melihat ishani menangis.
"Honey kamu salah paham, aku akan jelaskan semuanya". Suara ranveer yg tak kalah frustasi. Ishani tau ranveer pasti sangat kerepotan mencarinya, ada banyak pekerjaan di kantornya dan lagi ada wanita yg mungkin tak akan senang dengan kepergian ranveer saat ini.

"Veer please" lirih ishani semakin memohon, lagi-lagi ingatannya tentang hal menyakitkan itu muncul. Ranveer menggeram kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa ia tak bisa melihat air mata ishani terus jatuh.
"Oke, tapi kita pulang sekarang".

Ishani mengangguk, berdiri dan berjalan tanpa menunggu ranveer, ranveer terpaku melihat punggung istrinya yg sudah melangkah tanpa dirinya di samping ishani. Ranveer mengusap wajahnya kasar meremas rambutnya hingga berantakan tak beraturan.

.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Abaikan typo 😷

When You BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang