DUA PULUH SATU

459 15 0
                                    

"akh! Akh! Akh!" Jeritan Natasya saat menerima tamparan dari ibu tirinya. "Kamu tuh lebih baik mati aja!!!" ucap beliau. Natasya meringis menahan sakit. Pipinya pasti sudah sangat merah akibat tamparan keras itu. Air matanya mengucur turun membasahi pipinya yang merah.

"Dasar! Brengsek! Makin besar makin mirip sama ibunya!!! Huh!" ucap wanita itu seraya meninggalkan Natasya yang masih menangis. Bangsat! batin Natasya.

...

Disekolah, Natasya juga tidak bisa hidup tenang. Teman-temannya selalu membuly nya. Tak ada henti.

Seperti biasa geng salah seorang Gisel gadis kaya di sekolah itu membuly Natasya yang baru saja tiba di depan pintu kelas.
"Masih berani masuk, Lo?" tanyanya.
Natasya diam tak menjawab.
"Kalo ditanya tuh jawab!!!" serunya kemudian sambil mendorong tubuh Natasya hingga gadis itu terjatuh ke belakang.

Langsung tanpa basa-basi, gadis itu menjambak rambut pendek Natasya. "Hajar saja gadis gak pernah mandi itu, Sel!" seru Anaya yang merupakan sahabat Gisel.

Mendengar keributan di koridor kelas 8-3, segera banyak murid yang melihat apa yang tengah terjadi.
"Eh, Yani!" seru Fika.
"Kenapa?"
"Ada anak yang yang dibuly di koridor kelas 8-3, liat yuk!"

Segera kedua siswi itu menghampiri koridor kelas 8-3 yang sudah sesak oleh murid-murid yang menyaksikan kejadian Natasya yang dibuly oleh geng Gisel.

Kini penampilan Natasya sudah tak karuan. Matanya biru akibat pukulan dari Gisel dan gengnya. Sepatunya hilang sebelah entah dilempar kemana. Rambutnya kusut seperti tak pernah dirawat. Gadis itu menitikkan air matanya. Ia bangkit dan berlari menuju keluar sekolah, sedangkan geng Gisel tersenyum puas.

...

Natasya kecil berlari dengan mata yang masih menitikkan air mata. Ia terus berlari tanpa tahu arah dan tujuan. Dan tanpa sengaja, ia menabrak seorang wanita kaya nan cantik.

"Aduh!"

Mereka berdua terjatuh bersamaan dengan suara tersebut.

"Eh, maaf, Dek. Gak liat, eh?" Wanita itu menatap Natasya dengan heran. "Adek kenapa nangis?" ucapnya sambil membelai rambut Natasya.

Natasya tak menjawab. Dia masih menangis. "Adek rumahnya di mana? Kok gak sekolah?" Wanita itu bertanya lagi, namun masih tidak dijawab oleh Natasya.

"Mama, Papa jahat! Gisel jahat! Gak ada yang sayang lagi sama Natasya! Mama! Kangen sama Mama!! Hua...." Natasya kecil berucap kemudian menangis kembali.

Wanita itu merasa iba. "Adek, ke tempat Kakak dulu yuk?" Natasya mendongak menatap ke arah wanita itu. Natasya mengangguk dan pergilah mereka berdua ke tempat si Kakak itu.

...

Setibanya di tempat si Kakak, "Adek namanya Natasya ya?"
"Iya"
"Bagus ya namanya."
"Kalo Kakak namanya?"
"Kakak? Nama Kakak, Kak Alya."
"Nama Kakak juga bagus."

Wanita itu tersenyum.
"Makasih. Natasya mau mandi? Kotor itu bajunya. Sini, Kakak mandiin." Natasya segera berlari menuju Alya yang sudah menyiapkan air untuk mandi.

Skip!

Lekas memandikan Natasya, Alya memberinya baju cantik berwarna merah muda cerah serta menguncir rambut pendek Natasya.

"Selesai!" pekiknya. Alya memberikan Natasya cermin agar gadis kecil itu dapat melihat penampilannya.

"Natasya cantik ya?"
"Cantik?"
"Iya, cantik. Banget!"

Tak lama kemudian, seorang gadis kecil lainnya datang menghampiri mereka dengan suara, "Kakak! Lho? Itu... Natasya?" tanya Yani.

...

Setelah pamit kepada Alya dan Yani, Natasya segera kembali ke sekolah karena hari sudah mulai sore. Tentunya diantar oleh Alya dan Yani menggunakan mobil pribadi mereka.
"Makasih, Kak."
"Sama-sama. Kakak sama Yani duluan ya."

Natasya mengangguk. Sepeninggal Alya dan Yani, ia langsung berjalan menuju rumahnya. Ia berharap Papa dan Ibu tirinya memuji penampilan barunya.

Namun sayangnya, baru saja gadis itu masuk ke dalam rumah. Papa yang ditemani oleh Ibu tirinya itu kini malah memandangnya dengan tatapan tajam. "Kamu dari mana aja?" tanya Dinad. Karena takut, Natasya lebih memilih untuk diam.
"Baju siapa itu?" Dinad kembali bertanya. Natasya masih diam tak menggubris.

"Dasar anak ini!!!" Dinad yang naik pitam langsung menyeret Natasya ke kamar mandi dan menceburkan anak itu ke bak mandi yang sudah terisi air hingga gadis itu susah untuk bernapas. Natasya meronta, namun Dinad malah semakin menjadi-jadi.

Natasya mencoba menggerakkan kakinya dan menendang wajah Dinad. Berhasil! pekiknya dalam hati.

Dinad tersungkur ke lantai, kesempatan itu Natasya gunakan untuk berlari. Namun sialnya, tangan kanan Dinad berhasil menggapai kakinya. Natasya yang geram menatap Dinad tajam. Ia segera melayangkan tinjunya pada wajah Dinad. Berkali-kali agar ayahnya itu melepaskan kakinya.

Natasya berhenti memukul, ia mengatur nafasnya yang mulai memburu. Darahnya berdesir hebat. Ia sudah muak dengan Dinad. Nampak di sudut bibir Dinad terdapat darah. Natasya menginjakkan kakinya pada lengan kanan Dinad agar ia mau melepaskan kakinya.

"Akh!" seru Dinad saat Natasya baru saja menginjak lengannya. "Anak tak tahu diri!!!" lanjutnya. Natasya tidak berhenti. Ia malah makin kuat menekan lengan Dinad. Beberapa saat kemudian, saking tak kuasa menahan sakit lengannya, akhirnya Dinad melepaskan kaki Natasya. Segera gadis itu berlari keluar rumah.

Ternyata sudah terdapat Ibu tirinya yang menunggu sambil menatapnya keji. "Mau kemana kamu?" Natasya yang muak dengan perlakuan wanita itu segera menendang tulang rusuknya hingga patah.

Krek!!!

Suara tersebut berasal dari tulang rusuk Ibu tiri Natasya yang baru saja ia patahkan. "Akh!" Wanita itu menjerit keras. Natasya segera berlari keluar. Namun ditengah pelariannya, tak sengaja ia bertemu Yani. "Natasya?" Tak peduli pada gadis itu, Natasya segera kembali berlari.

Setelah itu, selama lima tahun, Natasya menghilang. Tak ada yang tahu keberadaannya.

ZAHRA✓[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang