DUA PULUH TIGA

469 17 0
                                    

Natasya melangkah gontai menuju minimarket dekat rumahnya. Dia sudah tiga hari tak masuk sekolah karena malu dengan teman-temannya di sana. Ia selalu menangis semalaman karena teringat kejadian sore kala itu.

"Natasya?" seseorang menyebut namanya. Suara yang berat yang tak dikenalinya. Perlahan Natasya mendongakkan kepalanya untuk menatap pemilik suara tersebut. Matanya membulat sempurna.

Kini dihadapannya, seorang lelaki tua dengan rambut hampir tertutup oleh uban, menatapnya dengan tatapan terkejut, sama dengan Natasya. Perlahan, muncul air mata di ekor mata pria tua itu. Ia melangkah, mendekati Natasya, kemudian memeluk gadis itu erat.

Natasya masih terenyak takjub. Lelaki ini masih hidup?! pikirnya. Buru-buru Natasya hendak mendorong pria tua itu, namun ia urungkan karena pria itu berseru, "Udah lama gak ketemu kamu... Kamu kemana aja? Hiks... Hiks... Papa nyariin kamu selama ini... Hiks... Maafin Papa Natasya... Hiks... Hiks... Papa salah... Maafin Papa..."

Natasya kembali terkejut mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Dinad. Ya, pria itu adalah Dinad, ayah Natasya. "Papa? Nyariin aku?" Dinad memeluk Natasya dengan erat sebagai jawaban untuk pertanyaan Natasya barusan.

Kemudian anak dan ayah itu menangis bersama, menangis dengan bahagia. Samar-samar, sebuah masa depan yang indah nan bahagia, tertera dalam kilatan cahaya kebersamaan mereka. Semoga mereka benar-benar bahagia di masa depan nanti.

...

Bandara penuh dengan orang-orang yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Berbagai pesawat terkejut tapi di lapangan. Diantaranya juga ada yang sudah berjalan untuk lepas landas, ada pula yang baru saja berpulang ke bandara ini entah habis darimana.

Di salah satu pesawat, turunlah berbagai penumpang. Salah satunya seorang gadis berambut pirang yang nampak seperti gadis Amerika, turun dengan anggunnya bak bidadari dari khayangan, dengan menyeret sebuah koper berwarna putih yang senada dengan pakaian yang kini dikenakan olehnya.

Rambut pirangnya berkibar bak bendera negara-negara lain yang tertiup angin. Cahaya matahari yang menyalurkan membuatnya terpaksa mengeluarkan kacamata hitam miliknya yang sedari tadi sudah tergantung di bajunya.

Perlahan dia mengambil nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan cara yang sama. Sudut bibirnya terangkat, "Aku pulang, Indonesia. Aku pulang, Yudith..." ucapnya, "Semoga kamu gak lupa sama aku..." tuturnya sebagai akhir kalimatnya.

ZAHRA✓[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang