DUA PULUH DELAPAN

435 21 0
                                    

"Zahra!" teriak Yudith di ambang pintu kelas Zahra. Gadis yang disebut namanya mau tak mau langsung menoleh. Dilihatnya wajah Yudith yang memandangnya serius. Dua teman Yudith yang bergabung dengan Tati dan Yani langsung senyam-senyum memandangi dua tokoh utama di sini.

"Zahra..." Yudith mengulang. Gadis itu menatap mata Yudith dengan tajam. Ia tak bisa bergerak lebih leluasa. Banyak pasang mata menatap mereka penuh tanda tanya.

Zahra berdiri dari duduknya. "Jangan di sini!" katanya. Ia melangkah ke luar kelas dan terus berjalan. Untungnya Yudith orang yang peka, ia mengikuti arah kemana Zahra akan membawanya.

Dan sampailah mereka di sebuah taman belakang sekolah. "Mau ngomong apa?"

Yudith memandang Zahra lekat sebelum bicara. "Kamu salah paham soal aku sama Lisa," ungkapnya. "Salah gimana?"

"Aku sama Lisa memang pernah pacaran, tapi..." Zahra menunggu kalimat selanjutnya. "Kamu udah putus beberapa bulan yang lalu." Zahra mengendus sebal. "Aku udah tau! Terus?"

"Aku pacaran sama kamu bukan buat gantiin dia, itu karena aku memang tertarik buat miliki kamu! Aku beneran suka sama kamu!"

Hening...

"Ngomong doang aku juga bisa kali!" Yudith tersentak. Ditatapnya mata Zahra lamat. Zahra membalasnya dengan tatapan sinis.

"Maksudnya?" tanya Yudith.
"Huh! Buktiin dong!"
"Maksud kamu semua yang udah aku lakuin ke kamu bukanlah bukti kasih sayang aku?!" bentak Yudith.

Zahra terkejut. Ia lalu berkata,"Kok kamu yang emosi sih?! Harusnya aku! Emang kamu tau apa yang aku rasain?!"

"Aku emang gak tau semuanya! Tapi emangnya kamu bisa ngertiin apa yang tadi aku omongin?!"

"Emangnya aku bakalan percaya kalo cuma lewat mulut doang?!"

"Terus maunya dibuktikan kayak gimana?!"

"Ya itukan urusan Lo! Bukan gue! Yang mau bikin gue percaya kan Lo bukan gue!" sahut Zahra dengan mengganti kata 'aku-kamu' menjadi 'gue-elo'.

Yudith yang emosinya masih mendidih dan tak bisa dikontrol lagi, dengan cepat mendekati Zahra dan langsung meninju pipi gadis itu. Cepat. Secepat angin lalu.

Bukk!!

Tubuh Zahra tersungkur ke belakang. Bokongnya lebih dulu mencium tanah.

Satu detik...
Dua detik...
Tiga detik...
Empat detik...
Lima detik...

Yudith kembali tersadar dan segera membantu Zahra berdiri. "Zahra maaf, Ra. Maafin aku! Kamu gak pa pa? Ra, maafin aku ya..."

Dengan cepat Zahra menepis tangan Yudith. Lalu menatapnya tajam. Air mata mengalir. Namun tak deras. Turun. Membasahi pipi Zahra yang terlihat memerah akibat tinju yang diterimanya dari Yudith.

Buru-buru Zahra berdiri dan menatap Yudith. Lalu menampar pipi Yudith. Kencang. Suaranya menggema karena terpantul oleh bangunan di samping mereka.

Yudith diam. Zahra diam.

"Aku gak suka cowok kasar kayak kamu! Maksud gue, kayak Lo! Kita putus udah dari kemaren! Jadi gue harap Lo ngerti," ucap Zahra. Lalu ia pergi.

Yudith menggeram. Ia menendang batu kerikil di tanah. Lalu berteriak. Frustasi. Itulah yang dipikirkannya.

.
.
.

"Mmmm.... Menurut kalian, Yudith sama Zahra lagi ngapain?" tanya Yani kepada tiga mahkluk hidup di depannya. "Paling lagi berpelukan layaknya Teletubbies..." sahut Romi.

"Hahahaha... Kayaknya sih iya," timpal Tati. "Eh itu mereka!" tunjuk
Tama. "Eh kok cuma Zahra?" tanya Yani. Yang lain mengangkat bahu.

"Itu Zahra kenapa?" timpal Tati. "Yan, samperin yuk!" Yani mengangguk. Keduanya langsung beranjak dari kursi dan mengejar Zahra yang kini sudah memasuki toilet dengan mata yang sembab.

"Zahra! Lo kenapa?" Tati langsung memeluk sahabatnya begitu Zahra berhenti di depan kaca yang terpasang di toilet. "Pipi Lo kenapa, Ra?" tanya Yani.

Zahra diam. Yang terdengar di tempat itu hanyalah Isak tangisnya saja. Yani dan Tati berpandangan. "Lo... Putus sama Yudith?" tanya Tati. Perlahan, Zahra mengangguk. Kedua temannya terkejut.

"Sabar ya, Ra," ujar Yani. Zahra kembali mengangguk. Tati mengeluarkan tisu dari kantungnya dan memberikannya pada Zahra.
Selang beberapa menit setelah tangis Zahra mereda. Bel masuk berbunyi, beberapa saat kemudian.

.
.
.

Yudith menendang tong sampah yang ada di sampingnya. Membuat seisi koridor kelas 11 terkejut dan ketakutan. Tak ada yang berani menyapa Yudith dengan mood yang seperti itu.

"Eh, ini si Yudith!" seru Tama pada Romi dan Rizky. "Hei! Kemana aja Lo?!" tanya Romi. "Lo abis ngapain sama Zahra? Lo gak ngapa-ngapain dia kan? Dia itu ma-" "DIAAAAAMMMMM!!!"

Ketiga teman Yudith langsung tercengang. Begitu juga seisi koridor yang sedari tadi menonton mereka. "Akh! Hari ini gue butuh istirahat! Lo semua jangan ada yang ganggu gue!" ucapnya dengan nada mengancam. Ia lalu pergi entah menuju kemana.

Romi, Rizky, dan Tama hanya bisa berpandangan. "Yudith kenapa dah? Gak biasanya tuh anak abis ngomong ama Zahra marah-marah mulu," tanya Romi terheran-heran. "Udahlah... Kita gak usah mikirin tuh anak! Siapa tahu juga besok balik lagi kayak biasa," ujar Rizky. "Woy! Ke kelas yuk! Dari tadi udah masuk tauk!" seru Tama. Keduanya mengangguk. Lalu mereka pun berjalan menuju kelasnya.

.
.
.

Rifa berjalan menelusuri koridor kelasnya. Tiba-tiba, Zahra dan dua temannya datang dengan wajah yang sendu. "Ra... Lo kenapa? Kok kalian pada murung gini sih?" tanyanya. Zahra mendongakkan kepalanya.

"Rifa... Gue... Putus sama Yudith..." ucap Zahra terbata-bata. Rifa membelalakkan matanya. "Apa?! Lo... Pu-putus?! Sama Yudith?!" Zahra mengangguk. "Sabar ya, Ra," ujar Rifa sambil mengelus punggung gadis itu.

Dalam hati Rifa berseru, Zahra putus sama Yudith? Kesempatan bagus nih buat gue rebut kembali pacar gue hehe... Kasian banget sih Lo, Ra...

ZAHRA✓[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang