ENAM

1K 42 0
                                    

"Ihhh! Lepasin! Yudith ih!" Ronta Zahra sambil memukuli tangan Yudith yang masih menggenggam tangan Zahra.

Ya, pria yang menyeret Zahra tak lain ialah Yudith Suryadi Khusaini.
Merasa risih dengan mulut Zahra yang dipikirnya banyak bacot itu, Yudith berhenti dan segera menoleh pada Zahra yang menatapnya bingung.

Yudith menatap gadis di depannya itu lekat-lekat sebelum akhirnya berucap, "Udah denger gue pacaran?"

Seketika itu hati kecil Zahra seperti ditusuk pisau. Sakit banget pastinya. Zahra membuang muka untuk menghindari kontak mata dengan Yudith.

"Udah." Ucapnya singkat.

Yudith terkekeh melihat tingkah Zahra.

"Lo cemburu?" Ucap Yudith yang masih menatap Zahra.

"Gak buat apa gue cemburu? Amit-amit deh..." Kata Zahra yang masih menghindari kontak mata dengan Yudith.

Yudith yang gemas dengan Zahra pun menyetuh tenguk gadis itu untuk membuatnya menoleh pada dirinya.

"Kalo gak cemburu kok gak mau liat gue? Bilang aja Sayangku..." Ucap Yudith menggoda Zahra.

Mata Zahra seketika itu pun membulat.

"Ih, apaan sih Lo kegeeran tau gak?! Buat apa gue cemburu sama Lo yang gak ada apa-apanya?! Lepasin ah!" Ucap Zahra dengan nada tinggi yang membuat Yudith semakin gemas.

Melihat gadis di depannya itu mengomel dengan wajah semerah tomat yang imut, membuat Yudith respon menarik Zahra ke pelukannya.

Zahra yang sudah memerah mungkin kini lebih merah lagi kali ya?

"Yudith lepas..." Ucap Zahra pelan namun masih terdengar oleh Yudith.

Tak mendengarkan kata-kata Zahra, Yudith kini menikmati sensasi hangatnya tubuh Zahra. Ia semakin mengeratkan pelukannya. Yudith mengelus rambut panjang Zahra yang terurai bebas ditiup angin yang tiba-tiba saja berhembus di sekitar mereka.

Terbawa suasana yang nyaman, kini Zahra tidak bisa memberontak. Ia malah balik memeluk pinggang cowok di depannya itu.

Skip!

Zahra memandang ponselnya kesal akan apa yang ia lakukan pada Yudith tadi. Kini ia tengah berbaring di atas kasur empuknya dan tengah membaca pesan dari Yudith yang tiba-tiba saja tahu nomornya entah dari mana.

Karena pesan tersebut, Zahra jadi mengingat kejadian tadi siang di koridor yang sepi, dimana ia dan Yudith...

Akh! Buang jauh-jauh pikiran itu, Ra- ucap Zahra sambil memukuli kepalanya sendiri.

Setelah itu ia mendengus kesal. Kini ia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos dengan hiasan bintang-bintang yang akan menyala jika malam hari atau kamarnya sedang dalam keadaan gelap.

Ia merasa kesepian. Tadinya ia ingin menawarkan kedua sahabatnya untuk menginap di rumahnya, namun entah mengapa setelah mengetahui kabar bahwa Rifa pacaran dengan Yudith membuatnya mengurungkan niatnya untuk mengajak sahabatnya itu. Apakah ia cemburu?

Tok tok tok..

Terdengar ketukan pintu kamar Zahra, dengan segera gadis itu bangun dari tempat tidurnya dan membukakan pintu kamarnya. Ternyata itu Bi Sarah.

"Makan malam sudah siap, Non..." Ucap Bi Sarah.

"Iya, sebentar lagi turun kok, Bi." Jawab Zahra cepat sebelum menutup kembali pintu kamarnya.

Zahra kemudian berjalan ke meja riasnya dan segera mengambil sisir untuk merapikan rambutnya yang kini sudah sangat kusut. Selesai merapikan rambutnya, Zahra segera keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan.

Di atas meja, makanan yang tersedia menerbangkan asap hangat menandakan Bi Sarah baru saja selesai memasaknya. Seperti yang terlihat, makanan yang dimasak beliau pastilah lezat.

Ia segera duduk dan mengambil sesendok nasi goreng kesukaannya dan ditambah dengan ayam goreng yang menggugat selera. Zahra menyantap makan malamnya dengan penuh nikmat. Tiba-tiba dia teringat akan Mama.

Zahra terdiam sejenak.

Mama kini sudah tak lagi memasak makanan untuk keluarganya. Kini yang menggantikan Mamanya ialah si Bi Sarah yang giat bekerja demi menghasilkan uang untuk keluarganya.

Ia merasa sedih mengingat kedua orangtuanya sekarang tengah di pesawat yang membawa mereka ke bandara di Swiss. "Huh!" Zahra membuang nafas kesal.

"Kenapa, Non, gak enaknya?" Ucap Bi Sarah yang sedari tadi memperhatikan Zahra yang memikirkan masalah keluarganya yang kurang harmonis.

"Enggak kok, Bi. Zahra cuma lagi mikirin Mama sama Papa..." Ucap Zahra. Zahra berpikir kini dia mungkin seperti anak kecil yang tengah merindukan kedua orangtuanya seperti sinetron yang biasanya ditayangkan di TV.

"Mama sama Papa, pasti juga lagi mikirin Non Zahra kok. Mereka kan juga sayang sama Non Zahra. Jadi, Non Zahra tenang aja ya..." Kata-kata yang keluar dari mulut Bi Sarah membuat Zahra merasa tenang dan nyaman.

Kini ia melihat Bi Sarah seperti Mamanya yang dulu meluangkan waktunya untuk bermain bersama Zahra. Ia bersyukur Bi Sarah sangat perhatian padanya.

...

Usai makan malam, Zahra kembali berbaring di tempat tidurnya dan mulai memainkan ponselnya untuk menghibur diri.

...

Diwaktu yang sama, keluarga Yudith...

"Kamu harus berapa kali dibilangin, sih?! Ini tuh Ibu baru kamu, Dhit! Kamu harusnya hargain dia! Bukan ngancam dia biar gak deket-deket kamu!!!" Omelan yang keluar dari mulut Genendra terus berlanjut sampai Yudith yang tadinya duduk dengan memainkan ponselnya kini menatap tajam Ayahnya yang sedang menasehatinya, atau lebih tepatnya, memarahinya.

Seperti kemarin-kemarin, Yudith masih saja belum merestui hubungan Genendra dengan Silvia, ibu barunya. Jauh dalam lubuk hati Yudith, ia tak rela ibunya yang kini tinggal di dalam kubur dilupakan begitu saja oleh Genendra.

"Aku juga harus bilang berapa kali biar Papa ngertiin aku?! Aku gak mau punya ibu baru!! Itu artinya aku gak menghargai ibu yang udah ngelahirin aku!!! Ibu udah gak ada sekarang itu juga karena Papa yang gak peduli sama ibu!!!!" Bantah Yudith dengan nada yang tak kalah kencang dari Ayahnya.

Silvia yang dari tadi menangis melihat tingkah laku mereka pun tercengang, tak percaya apa yang dikatakan oleh Yudith. Ia kemudian memalingkan wajahnya untuk melihat suaminya.

"Maksudnya apa?" Tanya Silvia dengan wajah kebingungan sambil menatap dalam suaminya (yang kini juga sama terkejutnya) mencari maksud dari perkataan Yudith.

"Tanya sama suami Lo sendiri!!!" Ucap Yudith sambil berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

Blam!!!

Terdengar suara pintu kamar yang dibanting kesar oleh Yudith. Setelah itu Silvia menatap suaminya meminta jawaban. Ditatapnya Genendra yang kelihatan bingung ingin menjawab apa.

"Ehmm... Gini, Silvia kamu jangan marah dulu... Aku mau kita menikah, makanya aku.. aku bikin... Gayatri kecelakaan..." Jelas Genendra dengan suara pelan namun masih bisa didengar oleh Silvia.

Mendengar penjelasan suaminya, Silvia kembali tercengang sambil menatap Genendra tak percaya. Matanya menatap mata Genendra untuk mencari kebohongan, tapi tak ada.

"Kamu jahat, Mas!! Tega banget kamu sama istri kamu sendiri!!!" Ucap Silvia yang tengah terisak dan berjalan menuju kamar. Genendra hendak menghentikan langkahnya namun tak berhasil. Pintu kamar sudah lebih dulu ditutup Silvia.

...

Mendengar suara kedua orangtuanya bertengkar di bawah membuat suasana hati Yudith sedikit lega. Ia berharap mereka segera bercerai, namun setelah memikirkan perceraian mereka entah mengapa ada rasa kecewa di hati Yudith.

ZAHRA✓[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang